19

428 31 42
                                    

Sana mengusap air matanya yang lagi-lagi mengalir di pipinya. Punggungnya masih bersandar di jok belakang taksi yang mengantarnya pulang. Supir taksi yang seakan paham tidak bertanya apapun
dan memilih memberikan beberapa helai tisu yang langsung Sana terima.

Masih terbayang oleh Sana kejadian kemarin. Saat dimana Sana melihat Dahyun tengah berciuman dengan gadis asing di lorong hotel tempat keduanya menginap. Saat itu Dahyun yang melihat Sana keluar dari pintu kamarnya langsung panik dan mendorong gadis yang beberapa detik lalu berciuman dengan Dahyun. Namun gadis itu bukannya menjauh malah semakin mengeratkan pelukannya di leher Dahyun dan menempelkan tubuhnya begitu erat.
Mereka berdua seperti tidak tahu malu melakukan hal mesum di lorong hotel antara pintu kamar Sana dan Dahyun. Kamar Sana dan Dahyun memang saling berhadapan karena Sana sendiri yang tidak ingin sekamar dengan pacarnya. Sana tidak bisa memberikan waktu untuk Dahyun menjelaskan apapun. Sana lebih memilih kembali masuk kamarnya dan langsung membereskan barang-barang miliknya.

Rencananya malam itu Dahyun akan mengajak Sana ke club tepat pukul sepuluh malam. Namun masih di hotel saja Dahyun sudah kepincut oleh gadis lain. Gadis yang sama sekali tidak Sana kenal karena baru
pertama kali melihatnya. Sana yang tidak punya pilihan lain selain pulang karena sisa liburannya yang masih tersisa satu minggu lagi sudah tidak ada artinya. Sia-sia usahanya merengek terus-menerus agar Papi-nya mengizinkan ia liburan bersama Dahyun kalau ternyata Dahyun akan melakukan hal sebejat ini.

"Beb, kamu salah paham. Dengerin penjelasanku dulu." Saat itu Dahyun langsung mencegah Sana yang baru saja membuka pintu keluar kamar yang sebelumnya Sana kunci dari dalam.

Namun Sana memilih diam dan mengabaikan Dahyun yang mengejarnya keluar hotel dan langsung pergi menuju bandara.

"Nona, sudah sampai." beritahu sang supir taksi menyadarkan Sana dari lamunan panjangnya saat sudah sampai di alamat yang Sana sebutkan saat menaiki taksinya.

Sana memperhatikan sekitar untuk memastikan kebenaran sang supir. Memang benar Sana sudah sampai di depan rumahnya yang pintu gerbangnya masih tertutup. Setelah perjalanan panjang yang ia tempuh akhirnya ia bisa sampai ke rumahnya saat waktu sore hari seperti ini. Di gerakannya pelan wajah Sana agar tidak kaku karena sehabis menangis dan berusaha menampilkan senyum khasnya sebelum keluar dari taksi. Sana tidak ingin Jeongyeon bertanya macam-macam tentang liburannya yang begitu cepat usai. Dan juga ia tadak siap untuk menceritakan tentang semua hal yang di alaminya pada papi-nya. Sana hanya butuh sosok Nayeon untuk berbagi cerita yang tengah di alami olehnya.

"Tunggu sebentar ya, Pak. Saya gak ada uang cash jadi harus ambil dulu ke dalam." Ucap Sana ke supir taksi yang kini menurunkan kopernya dari bagasi.

Sang supir mengangguk ramah.

"Baik, Nona."

Satpam rumah langsung membukakan pintu begitu tahu kalau Sana yang keluar dari taksi. Di ambil alih olehnya koper sang anak majikan untuk ia bawa masuk. Sana memasuki rumahnya yang terlihat sepi tanpa ada orang yang terlihat.

"Pi... Papi...." Sana memilih memanggil Jeongyeon karena tahu papi-nya sudah pulang saat melihat mobil Jeongyeon yang sudah terparkir di luar.

"Papi mana Pak?" Sana menolehkan kepalanya ke satpam yang sudah membawa masuk kopernya.

"Saya tidak tahu Nona, tapi sudah pulang dari tadi. Mungkin Bapak sedang ada di dalam kamar." Jawab satpam rumahnya.

Sana mengangguk cepat dan mengucapkan terimakasih. Lalu mendekati pintu kamar Jeongyeon. Sudah tiga kali ketukan tetapi Jeongyeon masih belum menyahut atau membuka pintu membuat Sana memilih membukanya sendiri. Dan ternyata Jeongyeon tidak ada di dalam kamarnya. Di kamar mandi pun tidak ada. Ia akhirnya keluar kamar Jeongyeon dan saat itulah Momo berpapasan dengannya.

 𝓂𝓎 𝒷𝑒𝓈𝓉 𝒻𝓇𝒾𝑒𝓃𝒹'𝓈 𝒹𝒶𝒹Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang