6. He can't

4.3K 535 18
                                    

Jaemin sangat amat sadar kalau ia jauh lebih bersemangat setiap datangnya pagi hari, karena itu tandanya ia akan bertemu Renjun lagi. Iya, sudah seminggu berlalu bibinya selalu kemari dengan membawa Renjun ikut serta. Jujur Jaemin senang, tapi juga bimbang. Ia ingin tetap pada keputusan awalnya untuk menahan Renjun agar jangan masuk pada hatinya lebih jauh, tapi ternyata ia begitu lemah hanya dengan disuguhi senyum teduh milik Renjun setiap harinya.

"Renjun sudah tau kalau aku sempat menolak perjodohan ini."

"Dan ia tetap ingin melanjutkannya kan? Ya sudah terima saja Jaemin, untuk apa juga kau bersikap jual mahal seperti ini disaat ada Renjun yang dengan sukarela jadi pasanganmu." Ujar Jeno sebal mengetahui alasan Jaemin menolak perjodohan dengan Renjun.

"Aku tidak bersikap jual mahal." Elak Jaemin.

Jeno mendengus. "Lalu apa yang kau lakukan sekarang, hah?"

"Aku dan Renjun tak pernah mengungkit lagi soal kelanjutan perjodohan." Ungkap Jaemin, memang obrolan mereka hanya soal perbincangan kecil yang menyenangkan. Renjun ataupun dirinya tak pernah mengungkit lagi soal kelanjutan perjodohan, setelah hari dimana Renjun memintanya agar jangan menolak semuanya secepat itu.

"Jujur saja kau sekarang tak bisa mendorong lebih jauh Renjun darimu kan? Kau bahkan menikmati waktumu dengannya." Jeno menebaknya tepat sasaran.

Dan Jaemin benar-benar dibuat tercenung dibuatnya. Kalau ia makin menerima keberadaan Renjun setiap harinya, ia benar-benar akan kalah akan hatinya sendiri. Ia akan mengingkari ucapannya sendiri. Bukankah harusnya ia membuat jarak lagi dengan Renjun?

Belum Jaemin menjawab, Jeno keburu mengabaikannya dan beralih pada Renjun yang baru datang.

"Selamat pagi Renjun, kau menyempatkan diri membelinya? Padahal mama tak usah didengar." Jeno berdecak begitu melihat Renjun membawa satu bingkisan berisi kue yang ia beli dalam perjalanan kemari.

"Tidak apa, lagi pula sekalian aku beli untuk pangeran Jaemin juga." Jawab Renjun tak keberatan.

Kemarin Nyonya Lee dengan iseng mengatakan keinginannya memakan kue yang sudah lama tak ia makan, dan Renjun bilang ia sering melihatnya di toko dalam perjalannya kemari.

Dan Jeno tak menyangka kalau Renjun begitu serius membelikannya untuk sang mama, padahal ia yakin kalau mamanya hanya senang berbicara dengan Renjun saja. Tanpa benar-benar menginginkan segala hal.

"Aku?" Jaemin mengerutkan dahinya mendengar namanya disebut.

Renjun mengangguk. "Ya, tadi aku juga membeli beberapa biskuit di perjalanan kemari." Ujarnya.

"Pangeran Jaemin, mau kan menikmati kuenya bersama?"

"Ah, harusnya aku langsung pergi dari tadi." Jeno mendumel menyadari keberadaannya hanya pajangan yang tak dianggapa ada saat ini.

Setelah kepergian Jeno, Jaemin mengajak Renjun ke taman istana. Ia membawanya menuju kursi yang ada pinggir bangunan, agar mereka bisa menikmati pemandangan taman dengan leluasa juga dengan suasana yang lebih teduh juga.

"Renjun, ini mirip kue yang dibuat mama mu bukan?" Ujar Jaemin begitu melihat biskuit yang tengah pelayan pindahkan pada piring.

"Ya, kebetulan ini kesukaanku. Aku selalu meminta mama membuatkannya untukku, dan saat itu mama membuatnya untuk anda karena ia pikir anda akan menyukainya." Jawab Renjun.

Ah, satu lagi yang Jaemin tau soal kesukaan Renjun. Setelah buku, buah apel, berjalan jalan menikmati suasana pagi dan sore hari. Renjun juga suka biskuit coklat ini.

Para pelayan yang bantu siapkan cemilan telah pergi, kini sisa mereka berdua saja. Jaemin meraih satu, dan mulai menggigitnya, ia menatap Renjun yang menunggu reaksinya?

Sincerely ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang