Renjun bertanya-tanya apakah yang ia rasakan sekarang itu wajar? Biasanyakan ia bertemu Jaemin memang selalu dengan debaran keras macam ini, Tapi entah kenapa sekarang terasa berbeda. Harusnya tadi ia tanyakan pada mamanya!
Apalagi dengan telatnya kedatangan Jaemin sekarang malah membuat Renjun makin ingin sembunyi saja, gugup tak jelas. Padahal sudah kenal dan akrab juga, memang sekarang dirinya begitu aneh!
"Renjun, maaf lama." Suara Jaemin sontak membuat Renjun mendongak dengan jantung yang nyaris melompat dari tempatnya, kaget sekaligus gugup.
"Tidak apa." Renjun tersenyum manis sebelum mulai meraih teko minum untuk ia tuangkan pada cangkir Jaemin yang sejak tadi belum diisi. Sementara milik Renjun mungkin sudah diisi ulang lebih dari dua kali, karena sejak menunggu Jaemin dari tadi ia cukup sering menyeruput teh nya.
Jaemin mengucap terimakasih, kemudian menegak air minum tersebut. Ia pun tiba-tiba merasa bingung, bagaimana cara berbicara pada Renjun soal dirinya yang tak bisa berlama-lama menemaninya hari ini. Karena ia harus memenuhi undangan Earl Kim. Juga soal beberapa hari ke depan ia mungkin tak akan berada di istana sejak pagi.
"Apa pertemuannya berjalan lancar?" Tanya Renjun saat Jaemin menyimpan cangkirnya kembali ke atas meja.
"Ya, itu hanya pembicaraan berdua." Tapi pembicaraannya cukup serius, soalnya menyangkut kau.
Renjun mengangguk, matanya kemudian memperhatikan tempat yang kini ditempati mereka. Jika seringnya mereka hanya bertemu di perpustakaan, tadi Renjun disambut kepala pelayan yang menunjukkan Renjun pada teras belakang istana yang menghadap langsung pada air mancur buatan yang tak jauh dari sana.
Harusnya sejak tadi Renjun bisa menikmati pemandangan ini, tapi dari tadi ia hanya sibuk bertanya-tanya sendiri soal debarannya. Sekarang, setelah ada Jaemin debarannya memang masih sama berisiknya. Tapi rasanya lebih nyaman. Jadi Renjun memiliki kesempatan memperhatikan sekitar.
Jaemin mencari apa yang ditunjuk Renjun. "Ya, pagi juga. Kalau mulai terik begini jarang ada burung yang mampir."
"Banyak tidak burung yang datangnya?" Tanya Renjun lagi.
"Kenapa bertanya itu?" Jaemin balik bertanya karena penasaran.
Renjun tak dulu menjawab, ia masih ingin tau. "Kalau banyak suka ada yang usir tidak?"
Jaemin mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan anak itu makin random.
"Coba usir, lucu rasanya melihat mereka pergi hanya karena gerakan kecil yang dibuat kita." Renjun berbicara sambil menahan tawanya.
Melihat wajah sumringah Renjun, Jaemin ikut tersenyum. Mata bulat Renjun menyipit, pipinya yang ikut tertarik karena gerak bibirnya yang tersenyum membuat pipinya makin terlihat gemas dan ingin ia cubit.
"Kau suka seperti itu setiap bertemu kumpulan burung yang minum?" Tanya Jaemin dengan senyumnya.
Renjun menggeleng seketika. "Tidak, aku tadinya tak sengaja melihat burung-burung yang makan di dekat estate saat aku dekati mereka terbang menjauh cepat-cepat."
Tiba-tiba saja Jaemin teringat sesuatu yang lucu juga saat melihat gemasnya Renjun saat bercerita sambil tersenyum. "Renjun, mau aku tunjukkan yang lucu lagi tidak?"
"Menurutku yang ini lucu bahkan hanya diam sekalipun."
"Mau! Apa memangnya?" Tanya Renjun penasaran, matanya berbinar penuh antusiasme
"Renjun juga lucu, bahkan saat diam sekalipun." Jaemin hanya mengatakannya spontan, tak tau kalau ucapannya itu malah membuat wajah Renjun memerah.
Jaemin kaget melihatnya, takut Renjun tersinggung dan marah maka ia segera melaratnya. "Ah, maksudku kelinci. Jangan tersinggung, aku tak bermaksud apapun."
Padahal wajah Renjun memerah itu bukan karena marah, tapi tersipu akan pujian? dari Jaemin barusan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mata Renjun membulat melihat hewan berbulu putih yang berada di sebuah kandang kecil yang dibawa kepala pelayan laki-laki suruhan Jaemin itu. Juga ada keranjang kecil berisi beberapa sayuran hijau dan wortel disana.
"Bagaimana bisa kau memiliki ini?" Tanya Renjun tanpa menatap Jaemin, matanya masih sibuk memperhatikan hewan bertelinga panjang itu.
Setelah kepala pelayan tadi pergi, Jaemin berjongkok untuk membuka pintu kandang kecil itu. Renjun ikut berjongkok di samping pangeran Jaemin.
"Aku memilikinya beberapa bulan lalu setelah pulang berburu dari hutan." Jawab Jaemin.
"Boleh aku pegang?" Renjun meminta izin sebelum merealisasikan keinginannya untuk mengusap bulu halus hewan itu.
"Tentu saja." Jawaban Jaemin langsung membuat Renjun tersenyum lebar, Jaemin ikut tersenyum juga.
Setelah berhasil mengusap bulunya, Renjun mulai ingin membawa hewan itu dalam genggamannya. Maka ia bawa lengannya agar melingkupi kelinci putih itu. Tangannya yang lain tak lepas mengelus bulunya.
Jaemin dapat mendengar erangan tertahan Renjun saat berhasil membawa kelinci itu dalam pelukannya. Lucu sekali.
Melihat itu, Jaemin menaikkan tangannya untuk ikut mengusap—surai Renjun. Dan Renjun mengerjap merasakan usapan lembut Jaemin pada kepalanya, ia mendongak menatap Jaemin yang hanya lempar senyumannya.
Posisi Renjun yang sedikit mendongak dengan mata bulatnya yang jernih menatap polos Jaemin, malah membuat pangeran itu tambah gemas. Ia menurunkan tangannya pada tengkuk Renjun, mengusapnya gemas. Dan hal itu malah tambah membuat Renjun mematung kaget akan sentuhan Jaemin.
"Jaemin." Renjun sangat yakin kalau wajahnya sudah memerah, karena ia bisa merasakan panas yang menjalar di wajahnya.
Jaemin menahan kekehan gelinya, dan mendekat untuk mengecup kilat pipi Renjun yang dari tadi sudah mencuri perhatiannya. "Kau bisa gemas pada kelincinya, aku juga ikut gemas padamu." Ujarnya setelah berhasil mengecup kedua pipi Renjun bergantian.
Renjun mengerang dalam hati, untungnya ia tak sampai kelepasan mencekik kelinci di pelukannya saat mendapat ciuman dari Jaemin itu. Saking terkejutnya ia dapat kecupan dari Jaemin.
"Tapi, Renjun. Maaf ya, hari ini aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi. Ayahku menyuruhku memenuhi undangan Earl Kim hari ini."
"Kalau kau masih senang bermain dengan kelincinya, kau bisa tetap disini. Kalau kau takut bosan kau bisa pulang saja. Aku temani kau besok seharian."
Tidak. Walaupun Renjun masih ingin bermain dengan kelincinya tapi Renjun akan pilih pulang saja. Ia ingi sembunyi di kamarnya, setelah mendapat kecupan tak terduga lagi dari Jaemin barusan.
"Aku akan pulang." Suara Renjun menyerupai bisikan, ia kesulitan menemukan suaranya setelah mendapat apa yang Jaemin berikan tadi.
Apalagi tangan Jaemin masih bertengger di tengkuknya! Tentu dengan usapan halus yang buat Renjun meremang.
Jaemin tersenyum. "Baiklah, hati-hati ya?" Dan Jaemin menarik tengkuknya, membuat kepala Renjun makin dekat dengan Jaemin. Kemudian Jaemin memberi kecupan sayang pada dahinya.