Aku kembali pada realitas dimana penyesalan selalu datang terlambat.
Andai saja aku tidak mengibarkan bendera perang dan mengabaikannya seperti biasa, aku tidak akan menjadi sumber dari obrolan panjang mereka.
Aku belum bisa melihat mahluk itu hari ini, tapi aku sudah mendapatkan banyak pertanyaan tentangnya. "Aku bukan Ibunya." jawabku malas.
"Tapi kamu tetangganya. Setidaknya kamu bisa melihat kondisinya, atau mungkin membantunya agar tidak ketinggalan pelajaran."
Mataku menyipit. Sejak kapan seorang yang nilainya pas-pasan mengajari juara kelas yang cerdas?
Kalau permintaan ini diajukan beberapa hari yang lalu, aku akan menyetujui dengan mudah.
"Kenapa tidak kalian saja yang pergi menemuinya."
"Tapi Lucky tidak suka kami datang kerumahnya." rengekkan yang dipaksa sok imut membuatku sebal, amat sebal.
"Memangnya dia senang kalau aku datang?" mereka otomatis diam.
"Lagipula aku sedang tidak mau mengurusi mahluk yang tidak bisa menyimpan rahasia." Tekanku.
"Tapi kamu tetangganya.. " rengeknya masih mencoba membujukku.
Ya, bodoh amat. "...kamu kan tahu kondisinya, dia selalu terlihat memaksakan diri. Semua orang tahu itu, dan aku rasa dia nyaman di dekatmu." bujuk rayu yang amat halus."Tapi aku yang tidak nyaman didekatnya." jelasku lagi.
"Perihal pengumuman cinta pertamamu di radio sekolah itu, bukan Lucky yang sebar. Anak klub siaran lagi beberes, di situ mereka nemuin surat cinta pas ospek, dan mereka gak sadar kalau radio sekolah sedang on dan sialnya surat yang dibaca itu surat kamu."
Sial sekali aku.
Satu hal yang amat sial, kenapa Lucky menyimpan surat cinta urakan itu d ruang siaran sekolah?
Kejutan lain, terlalu pintar bisa membuatmu jadi idiot dimata orang lain.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCKY POWDER
Fanfiction"Cintai dirimu sendiri. Duniamu sudah manis, biar aku tambahkan taburan bubuk keberuntungan untukmu." . . Repost ulang 30 day writing challage di IG tahun 2019..