Nula POV
10 Tahun Kemudian ...
.
.
Angin berhembus pelan mengibarkan helai rambut yang terpintal di kepala gua. Dengan mata sembab gua hanya bisa duduk diam sembari meringkuk di bawah pohon beringin. Air mata tak hentinya mengalir membasahi pipi gua, terhitung sudah satu jam gua berada pada posisi yang tak berubah sama sekali.
Gua mengambil sebuah buku catatan dan menuliskan berbagai rumus matematika. Ini adalah cara gua buat ngehibur diri.
Saat pikiran gua sudah hanyut ke dalam lautan angka, sebuah buah hijau dengan ukuran tergolong kecil dan tekstur yang keras menimpuk kepala gua.
"Ihh ..., buah sialan! Aduh kenapa semua ini datang bebalengan? Gua nggak kuat sumpah! BANG**T," Reflek gua melemparkan semua yang ada dalam genggaman tangan. Otak gua secara langsung memberikan perintah untuk memukulkan kedua tangan ke arah muka dan menjambak rambut yang tak terlalu panjang ini. Gua rasa gua udah gila sekarang.
Kenapa gua lahir dengan banyak banget kekurangan. Itu sangat terasa setelah masalah ini datang. Gua cadel dan hal itu membuat otak gua harus bekerja lebih ekstra untuk seminim mungkin memunculkan huruf 'r' dalam omongan gua dan itu berat. Lalu itu membuat gua menjadi seorang yang mulai gila.
"Astaga Nula! Apa yang kamu lakuin barusan?! Nakal ya sekarang!" seru seorang perempuan. Mendengar hal itu gua seketika mengangkat kepala. Dengan pandangan yang sama gua melihat wanita yang selama ini selalu muncul dimanapun gua berada dah kayak magnet aja nih tubuh gua bisa narik dia terus.
Dia mengembalikan buku yang tadi gua lempar, lalu duduk dan memukul kepala gua sedikit. Disusul dengan senyum lebar setelahnya.
"Aduh, sakit kakak!" Gua arahkan pandangan dengan cemberut ke sosok perempuan tersebut. Dia adalah Geby - bisa disebut Geby adalah 'kakak ketemu gede' gua. Kalian pasti ngertilah apa yang gua maksud, iya kan?
"Kamu kenapa? Masih gegara masalah tadi? Udahlah bapak kamu nggak mungkin marah, palingan berapa sih biaya yang harus kamu ganti?" tanya Geby dengan nada ringan. Tangannya menampis seolah masalah yang tengah gua hadapi ini hanyalah seberat hembusan napasnya saja.
"Kemungkinan bapak untuk nggak ngamuk itu hanya 0,0001% kak! Bayangin aja, pas pulang-pulang tau anaknya buat masalah sampai wajib melakukan ganti lugi dengan nominal 7 juta. Apa nggak langsung jantungan tuh?!" Gua mangusap hidung dengan lengan baju. Huft! Ingus nakal ini selalu saja menetes dan menyumbat hidung!
"7 JUTAA!!!! Astaga! Banyak banget! Perasaan kamu cuma mecahin kaca perpustakaan dah. Itupun gegara temen kamu yang mengidap Ailurophobia, kan? Kok bisa tembus 7 juta biayanya? Ini mah ngemis berkedok bayar biaya ganti rugi. Nggak!! Kamu harus bantah mereka, biaya itu terlalu besar dan tidak masuk akal!" celoteh Geby dengan amarah yang udah menggebu-gebu. Sembari mengangkat raganya dari hijaunya rerumputan.
"Tapi, dia itu ...., anak dari salah satu penyumbang dana di sekolah, kak! Orang tuanya bisa aja nempak kita dengan mudahnya dali sekolah." Gua menatap mata Geby dengan tajam, terlihat jelas nyalinya yang mulai padam dari sana.
"Tapi, tetep aja hal itu nggak boleh jadi alasan buat mereka perlakuin kamu seperti ini. NGGAK ADIL!" Geby masih berusaha buat pertahanin opininya meski sudah terlihat keringat dingin yang keluar dari dahinya sudah tak dapat menyembunyikan ketakutannya.
Astaga nih manusia ngeyel mulu! Capek gua, kalau udah di D.O. aja dali sekolah, pasti nangis tuh. Nah, kini bayangin aja! Gua disuluh ngelawan anak penyumbang dana sekolah, yooo nggak mampu. - Gua layangkan lirikan tajam ke wajah Geby.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sacred Felis Catus {Tahap Revisi}
Science FictionDi Desa Klembangan yang sudah makmur ini, mitos mulai dilupakan itulah yang diketahui Jeck saat ia kembali kesana. Tapi tak tahu mengapa saat ia kembali ke kampung halaman, ayahnya memberi tahu bahwa beberapa mitos adalah sebuah kenyataan. Itu berka...