Gua tunggangi sepeda ontel di ramainnya jalanan di hari minggu. Melewati pusat alun-alun kota yang tentunya ramai sebab adanya acara Car Free Day. Memang tidak ada mobil ataupun motor disini, namun sudah terasa sesak berkat ribuan insan yang berhamburan di jalanan kota.
Gua terpaksa harus menekan rem sesaat setelah melihat seorang pedagang yang menjajahkan gula kapas berbentuk kucing yang sangat unyu. "Gua wajib memiliki satu yang kayak gitu!" lirih gua.
Gua memutar arah dan mengayuh dengan cepat roda sepeda ontel tersebut. Saat akan sampai, mendadak rantai sepeda gua lepas dan membuat raga ini hampir saja terpental karenanya. Tanpa pikir panjang gua bergegas lari dan menghampiri pedagang dengan topi lusuhnya itu.
"Pak gula kapas yang kucingnya satu!" teriak gua dengan nada bersemangat. Meski harus dibarengi dengan napas yang gelagapan.
"Aduhh sayang sekali neng, yang ntu udah dipesen. Mau mamang buatin lagi neng?" Abang gulali itu sudah siap dan mengambil tusuk bambu sebagai penyangga gulali.
"Nggak usah deh bang, kelamaan. Takut telat nih." Gua melangkahkan kaki dengan lesu, dalam lubuk hati ini masih berat untuk membiarkan gulali tersebut diambil oleh orang lain. Padahal dia bisa memberikan yang lama itu untuk gua dan membuat yang baru.
Gua menunduk dan melihat dengan lesu rantai sepeda tersebut. Untungnya gua bukan seorang gadis feminim yang gak ngerti ginian. Akhirnya setelah beberapa hembusan napas gua selesai juga memperbaiki rantai sepeda itu dan kembali mengayuhnya.
***
Tinggal beberapa centi lagi gua akan sampai di toko tempat gua akan mulai menghasilkan cuan. Mentari sudah mulai meninggi, bisa dilihat bahwa gua akan telat hari ini. Karena tentunya sekarang pasti sudah melebihi pukul 10 pagi. Doakan gua nggak dipecat!!
Dengan lengkah cepat, gua pergi menuju kafe tersebut. Jarak antara tempat parkir sepeda dan kafe sekitar 50 meter. Mungkin kalian akan bertanya mengapa aku tak parkir di kafe saja?
Jawabannya cukup sederhana, gua males kalau harus kena potongan gaji karena parkir sepeda. Tak heran banyak pegawai yang mengeluh sebab gaji mereka yang kecil. Padahal itu salah mereka sendiri, biasalah minus 1 literasi.
Gua membuka ponsel untuk kesekian kalinya. Jam sudah berada di angka 11.23, itu berarti gua telat sekitar 1 jam 23 menit. Jika di kontrak tertulis bahwa setiap terlambat 30 menit akan terkena potongan gaji 50 ribu, maka berapa uang yang udah hangus bulan ini?
Okaay, itu tak penting sekarang. Karena gua udah bisa lihat gedung kafe yang gua tuju itu. Ada seorang perempuan yang tampak akan membuka pintu kafe. Tunggu membuka pintu kafe? Itu artinyaa ...
"Dia pasti pegawai baru itu." Suara perempuan itu masih bisa terdengar samar di telinga gua. Dia menumpukan bahunya pada tembok kafe. "Kau semangat sekali di hari pertamamu bekerja? Sampai kehabisan napas begitu." Ungkapnya setelah langkah gua terhenti.
"Ini semua sebab gua duga tadi masuk keljanya pukul 10,"
"Apakah kau tak membaca surat kontrak?" Dia menghela napas sembari membuka pintu kafe, "Minus satu literasi nih!"
Gua hanya bisa tertunduk dengan rasa malu yang luar biasa di dalam dada. Perasaan baru aja gua nyindir soal literasi yang buruk disini. Eh kok mala di come back?
"Jadi lo disini kelja individu?" tanya gua pada sosok perempuan yang tadi gua temui. Dia memakai pakaian dengan style earth tone. Tak lupa dia juga memakai celemek dengan logo kafe ini. Ciko Jesiko Kafe.
Ia juga menghadiahkan selembar celemek itu pada gua. Sekarang ia asyik meracik minuman padahal belum ada satupun pelanggan yang terlihat. "Nggak juga, kok. Ada Ciko selaku pemilik dan Ryan yang bertugas sebagai pelayan di kafe ini. FYI dia juga siswa di sekolah lo lohh."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sacred Felis Catus {Tahap Revisi}
Science FictionDi Desa Klembangan yang sudah makmur ini, mitos mulai dilupakan itulah yang diketahui Jeck saat ia kembali kesana. Tapi tak tahu mengapa saat ia kembali ke kampung halaman, ayahnya memberi tahu bahwa beberapa mitos adalah sebuah kenyataan. Itu berka...