Author POV
______________"Sialan .., Sialan! Kenapaa sih tadi ujan? Astagaaa padahal gua pengen bareng sama Nula. Cuma keknya dunia nggak ngizinin deh. Hadeuhh, persertan! Kenapa gua harus terjebak di dalam perangkat keras yang tak bisa kena air?!"
Cleo terus mengebut motornya. Padahal ia tahu kondisi jalan masi licin bekas air hujan tadi. "Lihat saja!! Suatu saat nanti pasti gua bisa kebal terhadap hidrogen. Gua harus melaju lebih kencang lagi, siapa tahu bisa nyusul taxi-nya."
Cleo menambah laju kendaraannya hingga bisa terasa angin mulai membawa raganya untuk mundur. Untung saja jalanan sepi, atau siapa yang akan tahu kapan maut akan menyapa Cleo. Bagaimana tidak, dia sudah berara di titik maksimal laju kendaraannya. 600 km/jam.
Saat hampir sampai di Desa Klembangan, motornya mendadak berhenti. Tubuhnya mulai merasakan tekanan yang dirasa bisa merusak mesin di otaknya. Cara kerja yang mulai pasif, lemas dan akhirnya tumbang. Dalam posisi ini Cleo hanya bisa terbaring dengan tubuh yang penuh luka lecet.
Sepertinya raga gua ini terbuat dari besi. Dimana dia kuat saat berada di tempat kering dan akan tumbang karena karat di tempat yang lembab dan basah - dengusnya.
Kaki Cleo dan sekujur tubuhnya benar-benar sudah kaku. Ia melihat sekitar dengan pandangan kabur. Seperti ada sebuah peringatan dari otaknya.
Tak berselang lama hujan turun kembali membasahi raga Cleo. Memubuatnya makin kesakitan. Arghh! Ini sungguh menyiksa - batin Cleo sebelum sistemnya benar-benar mati.
***
Nula berjalan dengan tergesa-gesa, kondisi jalan depan yang lumayan sempit membuat taxi-nya tak bisa masuk lebih dalam. Sebenarnya Nula sudah membawa sebuah mantel kresek kecil. Namun ia justru memasangkannya pada kandang Miko, dengan alasan agar kucingnya itu tak kedinginan.
Betapa terkejutnya gadis itu saat mendapati kampung halaman bapaknya yang bisa dibilang tak terlalu maju itu kini menampilkan sebuah penampakan yang berbeda.
Kondisi jalan yang sudah di aspal, beberapa gedung tinggi serta pencahayaan yang sungguh menyilaukan mata.
"Meski kondisi jalan masih belum sebagus di kota, namun suasana disini sangat berbeda dari yang terakhir gua ingat. Kondisinya cukup ramai, penerangan sudah ada dimana-mana. Padahal dulu sangat sulit menemukan sumber listrik. Orang-orang hanya memanfaatkan lilin serta lampu minyak untuk penerangan. Bahkan sudah lumayan banyak mobil dan motor yang berlalu lalang. Dulu gua hanya bisa melihat petani dan jarang sekali menemui motor dan mobil seperti sekarang." Nula terus melemparkan pandangan kesana-kemari dan tak hentinya merasa takjub.
Akhirnya dia sampai juga di sebuah rumah kecil. Tangannya mengetuk pintu kediaman bapaknya itu. Kondisinya masih basah kuyup akibat gerimis di perjalanan tadi.
"Kenapa kau basah kuyup begituu? Tak bisakah kau gunakan mantel yang tergantung di tanganmu?" geram Geby. Wajahnya memerah, dengan cepat ia menyahut mantel yang ada di tangan Nula. Namun hal itu justru membuat tangannya lupa jika tengah memegang sebuah kandang kucing.
"Kakakkkk!!!" Nula menghentakkan kaki. Dia menyunggingkan alisnya dan hendak berbalik. Namun langkahnya di cegah oleh Geby.
"Gua mau pergi cari Miko dahulu!" Nula memalingkan raganya, namun belum sempat melangkah, tangannya sudah digenggam erat oleh Geby.
Geby menggelengkan kepala, "Hujan deras akan tiba, kaka nggak izinin kamu buat pergi!"
"Tapi, kak ...gimana kalau Miko ilang? Gimana kalau dia diambil orang? Atau bagaimana jika dia tertabrak mobil?" Nula tetap menyangga perkataan Geby dan berusaha melepaskan genggaman tangan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sacred Felis Catus {Tahap Revisi}
Science FictionDi Desa Klembangan yang sudah makmur ini, mitos mulai dilupakan itulah yang diketahui Jeck saat ia kembali kesana. Tapi tak tahu mengapa saat ia kembali ke kampung halaman, ayahnya memberi tahu bahwa beberapa mitos adalah sebuah kenyataan. Itu berka...