NULA POV
Mata gua terbuka perlahan, suasana menjadi sangat sepi. Hanya terdengar rintihan jangkrik yang menderu serta denting jam yang menggebu-gebu. Gua lirikkan mata ke arah jam yang duduk santai di atas nakas.
12.00, itulah yang tertulis disana. Dengan kilatan cahaya merah yang sejenak mampu merusak pengelihatan. Entah mengapa itu juga berimbas pada kepala gua yang mulai pening. Mungkin ini efek samping dari obat yang gua minum tadi.
Tubuh gua benar-benar terasa lemas. Sesaat ingatan dalam kepala ini mencoba memunculkan kembali gambaran mimpi yang baru saja menghampiri tidur yang bisa dibilang tak sempurna ini. Verina?!
Gua masih belum ngerti kenapa semenjak balik dari psikolog itu kepala gua terus saja berdenyut. Ditambah dengan kemunculan sosok Verina yang terasa sangat janggal. Gua merasakan jantung gua berdetak dengan tidak normal.
Pertanyaan akan, apakah Verina itu benar-benar nyata masih menjadi misteri yang coba gua ungkap. Bagaimana tidak, ibu gua nggak memberikan feedback apapun. Gua merasa hidup dalam dunia paralel lain dan itu cukup menyebalkan.
Tetapi, fakta bahwa ibu dan bapak tak bisa melihatnya membuat gua juga semakin yakin dia tuh hanyalah ilusi semata. Namun, disisi lain kenyataan yang gua rasain sendiri mengatakan bahwa Verina adalah benar adanya. Dia bisa gua pegang, peluk, bahkan melakukan kontak sosial. Meski orang itu tidak banyak memberikan feedbak secara langsung.
Gua udah gila, ya? - Mendadak otak gua memunculkan kata-kata kuran enak didengar itu. Saat gua keluar dari kamar tersebut. Gua melihat cahaya putih tepat di salah satu sudut ruangan.
Gua mendekat ke sana, ternyata itu adalah ponsel degan case bergambar kucing. Ponsel yang berisi berbagai rahasia dalam hidup gua. Termasuk foto terakhir yang diabadikan saat gua dengan sengaja mendorong robot itu ke atas lumpur.
Orang tua gua masih belum mengetahui insiden ini, yang mereka tahu hanyalah dia jatuh tanpa sengaja ke atas lumpur itu karena kehilangan daya waktu bermain bersama gua. Cuma gua belum bisa berani bertanggung jawab, maka dari itu gua bekerja dengan keras untuk bisa membuat robot yang sama sepertinya.
Sesaat kemudian gua mendengar suara pintu yang terbuka perlahan. Bukan karena telinga gua yang tajam, akan tetapi memang keheningan yang menyelimuti malam itu begitu pekat.
Gua segera berlari dan bersembunyi di balik lemari tempat bapak menyimpan sekumpulan buku. Dari sana ada sebuah lubang kecil yang memang sengaja gua buat untuk saat-saat genting seperti ini.
"Aku lupa tidak memberikan obat ini kepadanya. Biarlah, ku letakkan saja di nakas kamarnya. Lalu memberikan surat agar dia meminum obat ini besok pagi." Ungkap ibu gua bebarengan dengan suara langkah kaki yang menggema.
Gawat gua bisa ketahuan menggelandang di sini kalau tak segera kembali. Lagian napa sih ibu nggak memberikannya besok pagi aja!
"Andai saja dia tidak selalu mengurung diri saat hari minggu pasti akan lebih mudah memberikan obat ini! Dasar anak nolep."
Lohh kok! Waw langsung dibales .., eh tunggu itu adalah sebuah petunjuk yang menandakan gua harus ...,
Segera berlari menuju kamar tidur. Namun, sialnya kaki gua justru tersandung oleh sebuah kursi laknat, entah siapa yang menaruhnya disini.
Dengan langkah yang pincang akhirnya gua sampai. Saat masuk kamar mata gua justru disambut oleh pemandangan Verina yang tengah tertidur lelap di ranjang gua.
"Velinaa bangun! Lo jangan bobok disini anjirtt! Cepetan bangun!" Sekuat apapun usaha gua buat bangunin Verina tetap aja si kebo ini tak mau bangkit dari mimpinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sacred Felis Catus {Tahap Revisi}
Science FictionDi Desa Klembangan yang sudah makmur ini, mitos mulai dilupakan itulah yang diketahui Jeck saat ia kembali kesana. Tapi tak tahu mengapa saat ia kembali ke kampung halaman, ayahnya memberi tahu bahwa beberapa mitos adalah sebuah kenyataan. Itu berka...