Chapter 33

607 70 0
                                    

"Kalian berhutang penjelasan padaku, sepertinya."

Seminggu lebih setelah kepergian kedua orang tuanya, Charlotte akhirnya bisa bertemu kembali dengan mereka yang sedang berjalan memasuki halaman.

Baru saja membukakan pintu, Wiliam dan Laurence disambut dengan tatapan dingin oleh putrinya yang berdiri sambil melipat kedua tangannya.

Mereka berdua saling memandang sejenak, Laurence mendekat, merangkul pundak Charlotte pelan dan memeluknya.

"Mom merindukanmu," pelukannya mengerat. "Rasanya sudah berpisah lama." Katanya lirih membuat Charlotte sedikit tertegun.

Usapan kecil muncul pada punggung Laurence. Ia tersenyum dan melepaskan pelukannya sembari menatap Charlotte. "Sudah makan?"

"Belum," jawabnya pelan, ia menatap ibunya. "Aku menunggu kalian. Rumah terasa sangat sepi."

Wiliam mendekat dan memeluk kedua wanita yang berharga baginya. Helaan nafas terdengar sembari mengecup kedua kepala mereka sayang. "Baiklah, ayo makan. Dad sudah sangat merindukan masakan rumah." Ucapnya tersenyum dan menarik Laurence dan Charlotte.

Suasana makan malam sangat sunyi, ini pertama kalinya mereka tidak berbicara saat makan malam. Terdengar hanya dentingan sendok dan piring.

"Setelah ini, ikut aku ke ruang kerja. Ayah ingin membicarakan sesuatu denganmu." Kata Wiliam menoleh menatap Charlotte.

Ayah? Tidak biasanya. Charlotte mengangguk mengerti dan menghabiskan makan malamnya.

Pintu ruangan bernuansa tua tersebut terbuka memperlihatkan Wiliam yang sedang duduk di kursi kerjanya dan menatap keluar jendela. Charlotte menutup pintu tersebut dan berdiri tepat di hadapan meja sang ayah.

"Tell me the truth,"

"Sorry?"

Charlotte termangu. Kursi tersebut berputar memperlihatkan ayahnya yang menatapnya dengan sangat dingin dan penuh tekanan. Iris mata senada dengannya itu terlihat bercahaya di bawah gelapnya malam membuatnya sedikit gemetar.

"Kau tidak pernah bisa berbohong pada ayah, Charlotte." Ucapnya dingin dan mengangkat wajahnya angkuh. "Katakan yang sebenarnya atau aku sendiri yang memberitahumu."

Karena gugup, Charlotte mengepalkan tangannya erat. Sama seperti ayahnya, dengan angkuh ia menatap Wiliam. "Aku tidak tau kau sudah sangat tua, Dad."

Tekanan Wiliam semakin kuat dan memenuhi seluruh ruangan membuat Charlotte serasa ingin berlutut.

"Jujurlah, Charlotte." Perintah Wiliam.

"Aku tidak tau maksudmu!" Balas Charlotte tak kalah keras.

Cukup. Kesabaran Wiliam menipis. Segera ia bangkit berdiri dan berdiri tepat dihadapan putrinya. Dicengkeramnya tangan Charlotte dengan kuat hingga membuatnya meringis.

Matanya membulat terkejut setelah terpampang jelas tangan kirinya yang menghitam. Wiliam menatap putrinya tanpa ekspresi dan menunjukkan tangan itu tepat di depan wajahnya. "Kalau begitu, apa ini?"

Charlotte diam membisu, bagaimana bisa..?

"Bagaimana bisa?" William terkekeh geli namun terdengar sangat menyeramkan. "Sudah ayah katakan, kau tidak pernah bisa berbohong pada ayah, Charlotte. Tidak akan pernah bisa."

"Apa yang sudah kau lakukan, Dad?" Lirih Charlotte menatap ayahnya kecewa.

"Harusnya aku yang mengatakan itu," tatapan Wiliam berubah penuh intimidasi. Iris ungu tersebut bersinar terang. "Apa yang sebenarnya sudah kau lakukan, Charlotte?" William menghempaskan tangan Charlotte darinya.

𝐓𝐇𝐄 𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 | 𝐒𝐞𝐯𝐞𝐫𝐮𝐬 𝐒𝐧𝐚𝐩𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang