16. Pindah rumah.

2.2K 236 35
                                    

Keluarga dari Gus Adzam tengah menyiapkan sarapan untuk makan bersama. Hanya tiga orang wanita yang memasak disini. Bisa saja mereka menyuruh beberapa para santriwati untuk membantu mereka. Tapi, karena keinginan menantunya supaya tidak aaa yang tau siapa dirinya, jadilah hanya mereka yang memasak.

Hilyah masuk ke ruang makan dengan wajah yang tertekuk. Sungguh gerah sekali harus memakai seperti ini, yang biasanya ia memakai pakaian kurang bahan, sekarang dengan terpaksa harus memakai baju panjang dan menurup aurat.

"Mukanya kenapa cemberut terus, nduk?" tanya Nyai Fara.

"Nggak papa, Oma." jawab Hilyah.

"Maaf ya, Hilyah tadi kesiangan bangun tidur jadi nggak bisa bantuin kalian buat sarapan." ucap tak enak keluar dari mulut Hilyah.

Sungguh ia lupa waktu tadi, pasalnya sangat enak sekali tidur dikamar itu. Mungkin juga karena perjalanan mereka yang membutuhkan waktu yang panjang yang membuat dirinya sangat lelap tertidur.

Ketiga wanita didepannya tersenyum. "Ndak papa. Kamu pasti lelah banget, semalam saja kamu tidur terus." ucap Ummi Nabila.

Padahal urusan tidur Hilyah lah yang paling banyak. Di mobil saja tidurnya sudah seperti mayat.

"Ya sudah. Ayo makan dulu. Adnan, panggil yang lain supaya kita makan bersama." ujar Hawa, ibu dari Adnan.

Gus Adnan mengangguk. "Baik Ummi, Assalamualaikum." Gus Adnan sedikit canggung jika bertemu dengan Hilyah, apalagi saat kejadian beberapa menit yang lalu saat tak sengaja melihat Hilyah hanya memakai baju pendek.

Apakah Hilyah merasa malu dengan Gus Adnan? Dia malah asik melihat makanan yang sudah tertata didepannya.

"Waalaikumsalam."

Beberapa saat kemudian...

Para istri menuangkan nasi dipiring para suami. Dan Hilyah hanya menuangkan di piringnya saja, sudah tidak sabar apalagi saat melihat aneka lauk yang sangat menggoda.

Saat Hilyah hendak menyuapkan makanan kedalam mulutnya, Gus Adzam berdehem.

"Kalo haus minum, Gus."

Ummi Nabila tersenyum tipis. "Tuangin nasinya dong, Hilyah."

Hilyah menoleh pada sang mertua. "Gus Adzam punya tangan Ummi." ucapnya polos.

"Minta dituangin sama istri, Hilyah." goda Ning Hawa.

Hilyah mengerjap-ngerjapkan matanya. "Oh gitu." lantas ia langsung menuangkan nasi beserta semua menu lauk hari ini.

"Kurang gak porsinya." Tanyanya. Gus Adzam menggeleng. "Cukup. Terima kasih."

"Mau sekalian Hilyah suapin nggak?" tanyanya dengan raut wajah yang biasa saja dan sedikit polos.

"Tidak." Hilyah cemberut di tolak. "Oke." 

Hanya ada suara sendok bertabrakkan dengan piring. Beberapa saat kemudian mereka telah selesai makan.

"Nanti kalau ada yang tau hilyah disini gimana? Hilyah nggak mau." cicitnya.

"Kamu ndak perlu khawatirin itu. Biar jadi urusan kami. Kamu hanya perlu menuruti ucapan suami dan belajar disini."

*****

"Ini rumah siapa, Gus Adzam?" tanya Hilyah pada sang suami.

"Masuk saja." Jawabnya dingin.

"Dingin banget." Gumamnya.

Gus Adzam mendahului jalannnya untuk masuk ke dalam rumah berlantai 2. Rumah yang dulunya ditempati oleh sepasang suami istri. Namun, sekarang keduanya sudah tiada.

Our Story (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang