26. Ning Adiba.

2K 253 139
                                    

2 bulan kemudian.

Sifat Gus Adzam masih sama padanya, cuek dan tidak menghargai dirinya. Padahal setiap pagi, siang dan malam ia sempatkan untuk membuatkannya sarapan, tapi usahanya tetap sia-sia dan percuma, suaminya tak mau makan masakan buatannya.

Apakah rasanya tidak enak? Padahal Gus Adzam selama menikah dengannya tidak pernah memakan masakannya.

Dan selama 2 bulan juga Hilyah selalu mencoba bersikap layaknya seorang istri dan juga berusaha mencairkan sifat dari suaminya itu. Tetapi, perjuangannya belum membuahkan hasil.

Hilyah hanya bisa menghela napasnya dalam dan senantiasa tersenyum pada Gus Adzam, berharap akan luluh padanya.

Setiap sehabis sholat ia luangkan waktu untuk berdoa dan meminta agar diluluhkan hati suaminya. Mungkin Allah ingin melihat kerja kerasnya lagi serta memperkuat doanya.

Sebelum pulang ke rumahnya, ia menyempatkan waktu untuk menemui Asya dan Syifa karena ingin meminjam buku pelajaran, karena kemarin Hilyah absen sekolah dengan alasan pusing.

Saat berjalan, Hilyah tak sengaja berpapasan dengan Indi, salah satu temannya dipondok yang selalu bersikap seolah membenci dirinya. Padahal, jika ia bertemu dengan siapapun memasang wajah biasa saja. Entah masalah besar apa yang membuat Indi seakan-akan membenci dirinya.

Mata keduanya tak sengaja bertemu, "Berubah." Hanya itu yang dapat Hilyah simpulkan pada Indi.

Hilyah melanjutkan jalannya.

Sampailah ia di tempat yang dituju. Bertepatan juga keluarnya Asya dari balik pintu.

"Astaghfirullah, Hilyah. Kaget banget jantung Asya, untung nggak meninggal."

Hilyah terkekeh. "Mau pinjem buku kemaren, Sya."

"Oh iya iya, sebentar ya aku ambil dulu. Ayo masuk ke dalam ada Syifa lagi belajar juga."

"Enggak usah disini aja."

"Ya sudah, aku ambil dulu ya." Asya melenggang pergi masuk ke dalam untuk mencari apa yang dibutuhkan Hilyah.

Hilyah duduk di kursi depan asrama Asya dan Syifa. Pasang matanya dapat melihat jelas dua orang laki-laki dan perempuan berjalan beriringan.

Hilyah berjalan pelan dan bersembunyi di balik tembok untuk melihat suaminya sedang berjalan beriringan dengan seorang wanita yang tak ia kenali.

"Jalan sama siapa ya. Si ceweknya nempel-nempel mulu kayak ulet."

Plak.

"Heh, lagi ngapain, Hil?" karena penasaran, Asya melihat apa yang baru saja Hilyah lihat. Dirinya berdecak.

"Oh dia, sudah dateng ternyata. Aku kira nggak bakalan balik."

Hilyah mengernyitkan dahinya. "Dia siapa sih? Nempel mulu sama Gus Adzam."

"Ning Diba. Dia emang seperti itu dengan Gus Adzam. Maunya nempel-nempel mulu, sudah dihindarin tetep aja."

"Dia juga salah satu orang yang memang terang-terangan nunjukkin rasa ketertarikannya dengan Gus. Sebelas dua belaslah dengan Ustadzah Fika. Sama sama caper."

"Aku saranin sama kamu, Hil, jangan deket-deket dengan dia. Dia ning yang belajar disini, tujuannya bukan menuntut ilmu, tapi mau deket sama Gus. Tapi, itu kata orang orang disini sih, tapi aku juga setuju sih. Padahal Gus Adzam selalu menghidar kalau ada Ning Diba yang coba deketin. Tapi, namanya juga Ning Diba makin di hindarin makin merasa tertantang."

"Aku juga khawatir banget sih kalo mereka udah jodohin. Pupus harapanku kalo Gus Adzam nikah sama Ning Diba."

'Terserah lo lah, Sya. Gak Gus Adzam nikah sama modelan gitu.' Batin Hilyah.

Our Story (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang