27. Zihar.

2.2K 284 281
                                    

Karena hari ini adalah hari minggu dan sekolahnya juga libur serta semua tugas sekolahnya telah selesai ia kerjakan malam tadi. Sekarang adalah waktunya Hilyah untuk membereskan isi rumahnya.

Ia mengerjakannya sendiri tanpa adanya bantuan dari asisten rumah tangga atau yang lainnya. Seharusnya juga Gus Adzam ikut membantunya, tapi, entah kemana perginya sejak sholat berjamaah subuh tadi suaminya belum juga kembali.

Setelah selesai sarapan, ia langsung membersihkan semunya. Mulai dari menyapu, mengepel, sampai mengelap. Bukan hanya lantai, meja dan jendela juga ia bersihkan.

Rumahnya memang lebih kecil dari rumah orang tua aduhnya, Rina dan Reza, tetapi lelah tetaplah lelah. Setiap hari minggu ia akan usahakan membersihkan, tapi untuk hari biasa, ia akan menyapu dan mengepelnya saja.

"Capek. Tapi lebih capek di rumah ibu sih. Udah sendirian, besar juga rumahnya. Tapi nggak papa, Hilyah cewek kuat dan gak manja."

Sudah hampir 2 jam ia mengerjakannya. Tubuhnya juga berkeringat banyak sekali.

Setelah itu, ia akan membersihkan diri, lalu ia akan memasak banyak, karena ia berniat mengirimkan makanan ke ndalem.

"Seger banget." Hilyah memakai baju seperti biasanya, baju oversize dan hotpants, serta rambut basah yang ia tutup menggunakan handuk khusus rambut.

Sebelum ke luar dapur, terlebih dahulu ia memoleskan wajahnya menggunakan pelembab dan sunscreen.

Pintu terbuka menampilkan Gus Adzam yang menggunakan sarung dan baju koko. Dan itu juga yang membuat banyak wanita tergila-gila karenanya, termasuk Hilyah?

"Baru pulang Gus?" Tanya Hilyah.

Hilyah menghampiri dan menyalami tangan Gus Adzam, "Hm."

"Mau makan? Tapi aku baru aja mau masak."

"Tidak usah."

"Gus? Kenapa Gus cuek banget sama aku. Selama 3 bulan nikah Gus nggak pernah berubah. Gus dulu ngajarin Hilyah cara sholat sama ngaji, tapi sekarang nggak, malah nyuruh aku buat belajar sama Ummi atau Abi. Kenapa Gus?"

"Ning, saya lelah. Saya mau istirahat jangan gangggu saya."

Tidak mau menyerah, Hilyah tersenyum manis. "Capek? Mau aku pijitin? Enak loh, aku handal loh, Gus kalo soal pijitin mah, dijamin langsung hilang capeknya."

Senyum manis tak pernah luntur dari bibir Hilyah. Tangannya terangkat dan menyentuh rahang Gus Adzam. Tangannya mulai turun ke sebuah benda menonjol di leher suaminya.

"Ini apa Gus? Kok gerak-gerak sih, Hilyah kok gak punya yah." ucapnya polos, padahal ia sangat tahu betul apakah benda itu.

Gus Adzam menelan ludahnya. "Ning." suaranya tertahan.

"Kenapa sayang?" Senyum manisnya terganti dengan senyuman menggoda.

"Jangan menggoda, Ning."

"Siapa yang goda sih, Gus? Lagian kita juga sudah halal, Gus nggak mau sentuh istri kamu Gus?"

Sebenarnya ia takut sendiri apa lagi saat melihat Gus Adzam yang seperti menahan sesuatu.

Gus Adzam mendorong tubuh Hilyah ke ranjang. Karena tidak siap, Hilyah terjatuh dalam keadaan terlentang dibawah kungkungan Gus Adzam. Ia menahan napas, saat Gus Adzam diatasnya. Kedua tangan Gus Adzam berada disamping bahunya.

Napas Gus Adzam menerpa wajahnya. "G-Gus." Demi apapaun, sekarang Hilyah dalam keadaan yang terancam.

Tangan kanan Gus Adzam menyusuri wajah istrinya dan berhenti di pipi Hilyah. Kemudian, ia mengelus pipi tembam itu secara perlahan.

Our Story (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang