28. Talak?

2.5K 281 166
                                    

Laki-laki tersebut masuk dalam rumahnya dan melihat sang istri yang tengah duduk dikursi. Ia segera menghampiri gadis tersebut.

"Ning?"

Gadis tersebut menoleh, "kenapa Gus? Ada yang ketinggalan?"

Gus Adzam menggeleng, "ada yang ingin saya bicarakan sama kamu. Ayo ke kamar."

Hati Hilyah bertanya 'ada apa, kok tumben.' Gus Adzam segera mendahului dan dilanjut dengan Hilyah yang mengekorinya.

Keduanya duduk berdampingan di ranjang, bukannya saling membuka obrolan kembali, keduanya malah diam dengan pikirannya masing-masing.

Tiga menit berlalu, masih saja tidak ada yang memulai perbincangan. Karena, disini Gus Adzamlah yang meminta Hilyah mengikutinya, alhasil, Gus Adzam membuka obrolan.

"Apa selama ini Ning menikah saya merasa bahagia? Atau... malah Ning menderita."

Hilyah mencoba menghela napasnya, "seharusnya Gus lebih paham bagaimana kondisi hati saya. Saya sakit hati, Gus." Hilyah menundukkan kepalanya sembari menahan air mata. "Maaf, Ning. Bukan maksud saya membuat Ning sakit hati, saya ada alasan mengapa saya melakukan itu pada kamu."

"Apa ada anjuran dalam islam untuk menyakiti hati seorang istri, Gus? Ada? Hilyah tau Hilyah bukan datang dari keluarga yang paham akan agama. Tapi, Hilyah nggak ikhlas kalau Hilyah diperlakukan seperti ini sama, Gus."

"Kalau semakin lama, aku Bisa gila. Air mata aku juga akan kering kalau buat nangisin laki-laki jahat, brengsek seperti kamu. Lebih baik kita hidup berpisah, mungkin cara itu yang akan mengobati luka hati aku."

Hilyah sudah tidak bisa menahan air matanya lagi, sudah sering ia menangis bahkan dikala kesendiriaannya. Apa semua akan berubah dengan tangisannya? Ataukah dengan cara ia mengemis meminta agar sang suami merubah sikap pada dirinya.

"Saya paham dengan sakit hati kamu. Dan hari ini juga, saya Adzam Aflahul Dhiaulhaq, laki-laki berengsek yang selalu menyakiti hati seorang istri yang sangat luar biasa, wanita hebat."

Gus Adzam menoleh pada Hilyah yang sudah menangis, Gus Adzam mendekat dan segera mencium kening serta kepala wanita yang sudah tiga bulan menemani hidupnya.

"Terima kasih dan maaf karena pernikahan ini kamu harus merelakan cita-cita kamu. Kamu berhak bahagia, kamu harus tetap tersenyum. Mungkin bukan dengan saya, tapi dengan laki-laki yang bisa menghargai kamu, membahagiakan kamu, dan bisa membuat kamu tersenyum serta tertawa lagi."

"Saya harap laki-laki itu lebih baik dari saya dan bisa membawamu ke jannah. Maaf saya cuma bisa sampai tiga bulan bersamamu, saya juga tidak bisa menepati amanah dari kakek untuk bersama kamu ke surga-Nya Allah."

"Izinkan saya untuk menciummu yang terakhir kali."

Cup.

Hilyah kembali merasakan benda kenyal mengenai keningnya dan mungkin ini ciuman terakhir dari laki-laki didepannya. Gus Adzam membawa Hilyah dalam dekapannya, dekapan pertama dan juga terakhir untuk keduanya.

Hanya sebentar, Gus Adzam melepaskannya. Hilyah menunduk. "Bismillahirrahmanirrahim. Saya Adzam Aflahul Dhiaulhaq menalak kamu Hilyah Nailatul Fairuzah binti Bagas Radja Hadiutomo. Detik ini juga kamu bukan lagi istri sah saya dihadapan Allah."

Brugh.

Hanya mimpi.

Dan ternyata setelah kembali dari ndalem, Gus Adzam tidak langsung pulang menemui sqng istri dikarenakan adzan sebentar lagi berkumandang, dan setelah sholat ia tidak sengaja tertidur dan bermimpi tersebut.

Gus Adzam mulai terbangun untuk pulang menemui Hilyah. Rasa bersalah sangat mengganjal di benaknya. Ia juga tidak sempat memikirkan jika sedang berada diposisi sang istri. Hanya karena suatu hal yang membuat dirinya menjauhi bahkan mendiamkannya.

Our Story (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang