25. Harus Apa?

1.9K 263 173
                                    

Sekarang Hilyah berada si kamar asrama yang ditempati oleh kedua temannya, Asya dan Syifa. Ketiganya sedang menikmati brownis cokelat buatan Hilyah.

"Enak banget buatan kamu, Hil. Lain kali bawa kesininya agak banyakan ya." ucap kurang ajar Asya.

Paha Asya langsung dicubit oleh Syifa. "Bercanda Hilyah."

Asya cemberut pada Syifa sembari mengelus pahanya yang lumayan sakit akibat cubitan dari teman sekamarnya ini.

"Kalo gue buatin banyak, enak di lo gak enak di gue, dikira uangnya daun apa tinggal metik doang."

"Emang kayak gitu si Asya, agak kurang ajar. Dia suka banget sama yang manis-manis. Kalo ada kunjungan dari orang tuanya, makanan atau minuman manisnya paling banyak. Untung anaknya nggak pelit, coba kalo pelit udah aku tendang dari kamar."

"Kamu juga suka ya."

"Ya suka dong, apalagi kalau gratis, banyak lagi."

"Jangan berantem mulu."

Ketiganya kembali melanjutkan makan dengan lahap seperti manusia yang tidak diberikan makan selama 1 tahun.

Mereka juga tak menghiraukan mulutnya yang blepotan dengan coklat.

Setelah habis, ketiganya mencuci tangan di kamar mandi luar, dikarenakan didalam asrama tidak ada kamar mandi dalam. Jika mereka ingin mandipun harus mengantri dengan santriwati lainnya.

Selesai mencuci tangan, mereka melihat ada beberapa santiwati yang terlihat berjalan cepat.

Karena penasaran, ketiganya segera menghadang jalan salah satu santriwati tersebut. "Maaf mbak, ada apa ya lari-lari?" tanya sopan Syifa.

"Oh itu mbak, ada santriwan dan santriwati yang ketahuan pacaran di area pesantren. Saya duluan ya soalnya mau lihat."

"Oh, makasih ya."

"Kalau gitu saya permisi dulu, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Hanya Hilyah yang kebingungan, kalau ada yang pacaran lantas kenapa, manusiawi bukan dan juga tidak ada yang salah apalagi mereka masih muda. Pikirnya.

"Kenapa sih?" tanya Hilyah.

"Udah, ayo lihat aja. Tontonan gratis."

Keduanya menarik tangan Hilyah dan berlari untuk segera ke lapangan untuk melihat proses hukuman para pelaku pelanggar peraturan pesantren tersebut.

Dilapangan banyak sekali santriwati yang menonton. Masing-masing dari mereka akan dihukum dengan cara disiram menggunakan air comberan yang baunya sangatlah busuk. Hukuman antara laki-laki dan perempuan dipisah agar tidak menimbulkan fitnah. Karena, tubuh keduanya akan basah nanti.

Bukan hanya itu saja, sang laki-laki juga akan digundul, serta pelaku wanita akan didorong dengan gerobak pengangkut pasir oleh sang pelaku laki-laki.

"Air apa sih bau banget, item lagi?" tanya Hilyah saat tak tahan mencium bau air dalam ember tersebut.

"Itu air dari selokan, Hil. Nanti dua-duanya akan disiram pake itu."

"Bau banget dong. Ada itunya ga sih."

"Untuk itu aku nggak tau."

Hilyah saja tak sanggup membayangkan hukuman itu, tubuhnya basah sekaligus bau. Ia juga teringat bagaimana jika ada benda kuning yang mengambang.

Hukumam pertama yang akan keduanya terima adalah dengan gerobak. Sang wanita menahan malu saat tatapan serta tawaan dari santri disekitarnya.

"Gila, malu banget pasti. Bisa diinget sampe lulus pesantren."

Our Story (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang