31. Ancaman.

2.3K 259 47
                                    

Hari ini tepat tiga bulan pasangan suami istri terikat tali pernikahan. Banyak batuan terjal yang keduanya hadapi, terkhususnya pada Hilyah. Mulai dari merasa tidak dihargai sebagai seorang istri sampai merasa seperti tidak dijadikan istri yang semestinya.

Sifat cuek dari Gus Adzam padanya sedikit berkurang, mungkin jika dijadikan persen hanya sekitar dua puluh persen perubahan sikap padanya. Hilyah harus bisa mendapatkan delapan puluh persen itu atau yang dua puluh persen itu kembali lagi ke sang pemilik.

Di tiga bulan ini juga ia banyak mengetahui jika suaminya adalah seseorang yang sangat dikagumi bahkan dicintai oleh banyak orang diluaran sana. Entah, ia harus bersyukur karena bisa menjadi seorang istri darinya, atau malah menjadi masalah untuk dirinya.

Ia juga bersyukur pada Allah, karena telah memberikannya kelapangan hati dan bersabar untuk menghadapi sikap suaminya yang berubah-ubah. Memiliki keluarga yang dapat menerima kehadirannya juga menjadikan Hilyah lebih banyak bersyukur dan berterima kasih pada-Nya.

Hilyah dan Gus Adzam duduk di kursi yang berada di balkon kamarnya. Mereka saling berduduk berdampingan ditemani dengan dua gelas teh dan juga cemilan manis.

"Gus?" Gus Adzam menoleh pada istri cantiknya. "Kenapa, Ning?"

"Hari ini tepat tiga bulan pernikahan kita. Terima kasih sudah mau menjadi suami Hilyah. Hilyah nggak tau mau gimana lagi kalau bukan Gus yang jadi suami Hilyah. Selain mendapatkan banyak ilmu agama, Hilyah juga berterima kasih telah mendapatkan sebuah kenyamanan dalam hidup Hilyah."

"Hilyah serasa berada dalam mimpi tau. Sempat berpikir juga, kalau ini mimpi tolong jangan bangunin aku dalam mimpi indah ini. Mimpi bisa menikah dengan mu dan mendapatkan kasih sayang dari keluarga kamu."

Hilyah menatap bintang-bintang dan bulan yang menerangi langit malam.

Dalam pernikahan ini, Hilyah memang sudah mulai merasakan nyaman pada Gus Adzam, tapi terkadang ia juga merasakan sakit hati ditengah rasa nyaman itu.

Dan di tiga bulan ini, alhamdulillah ia sudah bisa khatam iqra, itu semua karena perantara dari suami dan keluarga.

"Semoga kita bisa menjalani pernikahan ini, lebih lama lagi." lanjutnya dalam hati.

Ya Allah Ya Tuhan ku, terima kasih karena Engkau telah menganugerahkan wanita seperti dia. Wanita yang Insya Allah bisa menjadi pendamping hamba di dunia serta di jannah-Mu. Hamba tidak tau jika bukan dia yang menjadi istri hamba, mungkin hamba tidak akan merasakan perasaan ini.

Hamba mohon pada-Mu ya Rabb, jangan pisahkan kami jika disuatu saat akan ada badai besar yang menggoyahkan rumah tangga kami.

Dan untuk mu, ibu dari istriku, terima kasih karena engkau serta karena permintaan mu saya bisa menjadi pendamping hidup dari putri cantik mu.

Dan untuk mu cinta pertama istriku, terima kasih karena engkau sudah memberikannya kasih sayang dan cinta untuk putri mu yang sekarang sudah menjadi cinta untuk ku.

Untuk mu istri cantikku, terima kasih karena engkau telah mengubah duniaku, hatiku, dan mengubah hidupku jadi kebih berwarna lagi. Anna uhibbuki fillah ya Zawjati.

Semua ungkapan itu hanya bisa ia ungkapkan dalam lubuk hatinya saja.

*****

Hilyah kembali setelah mengantarkan masakan buatannya pada Ummi Nabila. Namun, saat ingin melajutkan langkahnya, tangannya segera ditarik oleh seseorang.

"Apaan sih lo! Main narik-narik aja nggak sopan." Hilyah menyentak tangannya sehingga genggaman itu terlepas.

"Saya juga tidak mau memegang bahkan menyentuh tubuh kamu jika saya tidak ada keperluan pada kamu." ucap wanita tersebut.

Our Story (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang