29. Perkara Cokelat.

2.2K 273 157
                                    

Bel istirahat sudah berbunyi, di dalam kelas hanya tersisa lima siswi dan juga Gus Adzam yang tengah membereskan buku mata pelajaran sebelum ia meninggalkan kelas ini. Sesekali ia juga mengintip kegiatan sang istri saat belajar tadi.

Seorang gadis hendak melangkahkan kakinya menuju ke kantin, belum sapai keluar kelas, namanya dipanggi oleh seseorang alhasil ia urungkan terlebih dahulu niatnya menuju kantin.

"Hilyah."

Gadis tersebut menoleh dan ternyata Asya yang memanggil namanya. "Kenapa, Sya? Ada yang ketinggalan?"

Asya memberikan beberapa batang cokelat untuknya. "Ini ada cokelat buat kamu."

Hilyah masih belum menerimanya dan mengernyitkan keningnya. Sejak kapan ia memesan cokelat pada Asya?

"Gue nggak beli coklat deh sama lo, kenapa kasih cokelat ke gue"

"Bukan dari aku, Hil. Ini dari santriwan yang nitipin cokelat ini, katanya buat kamu."

"Kenapa mereka kasih ke gue? Ngasihnya juga kenapa lewat lo nggak langsung aja."

Sebenarnya sedari tadi Asya ingin sekali segera pergi dari kelas ini, karena ada sepasang mata yang menatap ia dan Hilyah tajam, dan orang itu berada di depan.

"Eum, kamu tanya sendiri aja sama orangnya, aku nggak tau."

Lantas, Hilyah mengambil semuanya. "Dari kapan mereka ngasih cokelat gini?"

"Dari sebulan lalu Hil. Harusnya aku kasih ke kamu tapi aku lupa, hehehe. Tapi nanti aku ambil kok, ada banyak dilemari aku, lupa kalau mau ngasih ke kamu. Tenang, aku sama Syifa ndak pernah ambil apalagi sampai makan cokelatnya." jawab Asya.

"Kalo banyak gini sih bisa buat jualan." gurau Hilyah.

Hilyah mengambil dua batang cokelat untuk Asya. "Ini buat lo, sama kasih satunya buat Syifa."

Kemudian, Hilyah maju ke meja berikutnya dan memberikan sebatang cokelat untuk orang tersebut. "Buat lo."

"Nggak usah." tolak Indi. "Yakin mau nolak? Biasanya juga lo suka sama yang namanya cokelat. Udah ambil aja cokelatnya gue ikhlas."

Hilyah memberikannya secara paksa dan tidak ada penolakan. "Mega, ini juga buat lo." Hilyah memberikannya pada teman sebangku Indi.

Hilyah melirik pada seseorang didepannya. "Gus, mau juga? Tapi cuma 1. Nanti pulang aja ya." Hilyah dan Asya segera keluar dari kelas.

Hilyah tidak sadar jika Gus Adzam tengah menatapnya kesal. Bagaimana tidak kesal istrinya di minati oleh para santriwan.

Gus Adzam keluar dari kelas, "Gus, mau saya bantu membawakan bukunya?" tanya Ustadzah Fika.

Para siswi yang tersisa melihatnya tidak suka pada Ustadzah Fika yang sangat centil dan caper pada Gusnya. Ada ya Ustadzah yang menyukainya secara terus terang, apalagi dengan sifat sok baik dan sok manisnya.

Lagian ini juga cuma ada dua buku saja ditangannya. Gus Adzam juga tidak lemah apalagi lumpuh sapai tidak bisa membawa buku, kalau bukunya punya raksasa, ia akan memberikannya pada Ustadzah Fika "Tidak perlu." Gus Adzam pergi meninggalkannya.

Raut wajah Ustadzah Fika terlihat sangat kesal setelah kepergian Gus Adzam. Para siswi juga menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak meledakkan tawanya. Jika ada Hi)yah mungkin Ustadzah Fika akan ditertawakannya secara terang-terangan.

*****

Hilyah masuk ke dalam rumahnya dengan membawa beberapa cokelat yang ia ambil dari kamar asrama Asya dan Syifa.

Our Story (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang