12

94 4 0
                                    

"Jadi mau yang mana, ee mas? " Lidah Cici kelu tidak biasanya ia menggunakan kosakata biasa tapi asing itu, Flasback ke chapter sebelumnya saat Gevan bilang ingin menginap refleks Cici menolak mentah - mentah dan  melempar bantal ke wajah Gevan yang membuatnya semakin bete. Merasa bersalah, Cici meminta maaf dan terpaksa menerima syarat yang diajukan Gevan menyuruhnya merubah panggilan dengan sebutan 'bapak' menjadi 'mas'.

"Terserah." Cici mengerutkan dahinya, ia kesal sekaligus bingung. Pagi-pagi sekali saat Cici masih bergelung manja dengan kasurnya tiba - tiba Gevan menelpon menyuruhnya untuk bersiap- siap.

Alhasil dengan mata yang masih mengantuk dan seretan Gevan yang mengajaknya ke salah satu distro di mall, untuk memilihkan kado untuk salah satu temannya kerja di kampus.

"Ko terserah, kan yang punya temen bapa-mas, " ucap Cici hampir keceplosan  dan mendapat tatapan dari Gevan.

"Lagian temen mas Cowo apa Cewe?! " ucap Cici mulai kesal, dari tadi  jalan ke sana ke sini milih kado ga ketemu-ketemu, sekalinya di tanya Gevan selalu menjawab 'terserah'.

"Cewe." Cici mendengus. Ia berjalan ke arah rak outfit khusus perempuan.

"Yaudah ini aja nih, bagus." Cici mengambil asal salah satu outfit  dan berjalan menuju kasir dengan Gevan yang setia mengekor di belakang.

"Mba, saya milih ini, langsung di bungkus kado. Bisa kan, mba? "

"Bisa ka, sebentar ya, " ucap penjaga kasih dengan tersenyum ramah.

Tidak sampai Lima belas menit  kado selesai di bungkus. "Sudah ka, totalnya lima ratus ribu ya ka." Cici melototkan matanya terkejut outfit yang ia ambil asal- asalan ternyata memang  benar-benar bagus 'harganya'.

"Pake ini." Gevan menyodorkan kartu ATM-nya ke penjaga kasir yang di terima dengan senang hati.

Setelah selesai berbelanja kado,  Mereka keluar dari distro dengan Cici berjalan di depan dan Gevan yang masih setia mengikuti Cici di belakang.

Cici tiba-tiba berbelok ke arah restoran cepat saji atau biasa disebuy fast food.  Cici berjalan ke arah meja kosong di pojok.

"Laper! " Cici berucap kala Gevan menatapnya.  Saat Cici ingin memanggil pelayan.

"Ga sehat, " Gevan memegang tangan Cici menghalanginya untuk memanggil pelayan.

"Bodo amat. " Cici tetap memanggil pelayan, Gevan menghembuskan nafas berat, membiarkan Cici memesan makanan tidak sehat itu, ia mengerti  jika Cici kelaparan sejak pagi karena belum sarapan salahnya juga yang tiba tiba mengajak Cici keluar tanpa sarapan lebih dulu.

****

"Diooonn ayo ih, cepetan! " Mia menyeret tangan Dion pacarnya yang dari tadi asik rebahan di sofa ruang tamu rumahnya.

"Males ah, " bales Dion, dia bener-bener mager hari ini pengen rebahan manja-manjaan sama ayang males keluar, mager.

"Ayoooo, boring di rumah terus. " Mia terus membujuk pacarnya ke luar.

"Ih aku itung sampe tiga! Kalo ga bangun aku ngajak Roni aja nih!"

"Satu  ...

Dua  ....

Ti- akhh. "

Dion menarik pergelangan tangan Mia sampai terjatuh  di atasnya, kedua tangan Dion turun kebawah memeluk erat pinggang pacarnya, Wajah Mia memerah berada tepat  kurng lebih satu inci di depan wajah Dion.

"DIIO- cup." Belum selesai Mia berteriak Dion lebih dulu menciumnya di pipi fungsi untuk menghentikan pacarnya berteriak cempreng, dan berhasil.

"Ngapain sih? Mending di rumah, di luar panas nanti kamu item," canda nya.

"Ih lepasin, awas-awass!" Mia mememukul-mukul kecil tangan Dion  untuk melepaskannya tapi emang Dion yang bebal jadi ia malah makin mengeratkan pelukan di pinggang pacarnya sambil menutup mata yang semakin membuat Mia cemberut kesal.

I want you to take me home a~~~

Suara dering ponsel di tangannya berbunyi, " Lepas Diooon, ada telepon nih! " Tidak berkutik.

Mia mengehembuskan nafas pasrah dan mengangkat  panggilan telepon dengan masih di pelukan Dion.

"Halo  .... "

PAK DOSEN!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang