7. Jangan Pernah Berubah, Jenar

1.2K 174 5
                                    

Oriana merasakan sikap Jenar berubah sejak kejadian mabuknya di klub malam. Jenar lebih menjaga jarak dengan Oriana, dan terkesan menghindarinya selama Jenar melihat kesempatan. Entah apa yang terjadi ketika dia mabuk di klub malam waktu itu. Tapi yang jelas, ketika ia bangun tidur, Oriana melihat sudah ada sarapan di kamarnya dan dia sudah berganti pakaian dengan baju tidur. Jenar tak ada di kamar tidur Oriana. Mungkin saja dia yang mengganti pakaian Oriana ketika mabuk berat. Dia tak dapat mengingat apa pun. Yang dia ingat terakhir kali secara samar adalah dia mengajak Jenar ke lantai dansa.

Oriana pun mengetik pesan di ponselnya, menanyakan keberadaan Jenar, yang segera dibalas bahwa dia ada di dalam kamar tidurnya. Oriana meminta Jenar untuk ke kamarnya, menemaninya sarapan. Tak lama, terdengar bel di kamarnya. Dengan sangat tertatih karena kepalanya sakit luar biasa, Oriana berjalan ke pintu dan membukakan pintu kamarnya. Tampak Jenar yang sudah berdiri di depan pintu, dan Oriana pun mempersilakan dia masuk. Dengan sopan Jenar berterima kasih dan masuk ke dalam kamar Oriana.

Sang pemilik kamar pun berjalan menuju kasurnya, lalu melemparkan tubuhnya di kasur. "Kepalaku pusing banget, Nar," keluh Oriana. Jenar hanya diam saja tak mengatakan sepatah kata pun. Dia pun hanya berjalan menuju meja makanan dan mengambil segelas air putih, lalu dia memberikan gelas itu kepada Oriana. Tangannya yang sebelah memberikan sebungkus parasetamol. "Makasih ya. Ini kamu yang bawa sarapanku ke sini? Sekarang jam berapa, sih?" tanya Oriana sambil menerima obat dan air, lalu meminumnya. "Jam sepuluh pagi. Saya buka tirainya, ya, Bu," kata Jenar, lalu dia membuka tirai jendela kamar Oriana. Segera saja cahaya matahari menyeruak masuk.

Jenar lalu duduk di sofa samping jendela, mengeluarkan ponsel dan memakai earpiece, lalu dia berkutat dengan ponselnya. Oriana berjalan ke arah sofa dan duduk di sebelah Jenar, sambil mengambil sepiring makanan yang ada di hadapannya. Jenar menggeser sedikit tempat duduknya, memperbesar jarak di antara mereka berdua. Melirik apa yang sedang didengar oleh Jenar, Oriana menganggukkan kepalanya sedikit. Ternyata Jenar sedang menonton video tutorial krav maga, seni bela diri dari Israel. Oriana membiarkan Jenar menonton video tutorial, dan dia melanjutkan sarapannya yang terlambat itu.

Setelah selesai sarapan, Oriana lalu melenggang menuju kamar mandi. Dia sangat menginginkan mandi dengan air panas sekarang. Setelah selesai mandi dengan air panas yang sangat menyegarkan, dia memakai jubah mandinya dan keluar dari kamar mandi. Jenar masih duduk dan sangat serius menonton video. Di depan lemari pakaian, Oriana memilih-milih pakaian apa yang akan dia pakai hari ini. Nanti malam mereka akan terbang kembali ke Jakarta. Dan setelah itu, Oriana akan melanjutkan penerbangannya ke Jogjakarta, menginap semalam di Jogjakarta, sebelum akhirnya menempuh perjalanan ke Solo. Dia akan mengambil cuti selama dua hari untuk pulang dan bertemu dengan kedua orang tuanya. "Nar, kamu jadi, kan, ikut aku ke Solo?" tanya Oriana, namun tak ada tanggapan dari Jenar.

Dengan sedikit kesal, Oriana memanggil nama Jenar dengan sedikit keras, dan Jenar tersadar, melepas sebelah earpiece-nya. "Kenapa, Bu?" tanya Jenar dengan mata bingung. "Kamu jadi, kan, ikut aku ke Solo?" Oriana mengulangi pertanyaannya. Jenar tampak berpikir. "Saya kembali aja ke Jakarta, Bu. Kan, Bu Oriana mau cuti dan ketemu orang tua. Saya gak mau ganggu," jawab Jenar, lalu dia memasang kembali earpiece-nya dan menonton video lagi. Oriana menghela napas kesal.

Dia lalu akhirnya memilih sebuah baju kaus berkerah dan celana jeans. Dia akan berjalan-jalan hari ini, mungkin berbelanja beberapa makanan kecil. Setelah memakai pakaiannya, dia lalu mulai memoles wajahnya dengan dandanan sangat ringan dan menyisir rambutnya.

Setelah menyemprotkan parfum di tubuhnya, Oriana menghampiri Jenar. "Jalan-jalan, yuk," ajak Oriana sambil tersenyum. Jenar melepaskan kedua earpiece-nya dan menganggukkan kepalanya. Tak ada senyuman sama sekali, melainkan ia segera berdiri dan berjalan menuju pintu.

A Soul Called HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang