16. Hanya Milikku

1K 125 6
                                    

Makan siang dengan Jenar adalah sesuatu yang sangat ditunggu oleh Oriana. Mereka biasanya akan makan bersama di dalam ruangan kerja Oriana, entah makan bekal bersama atau membeli dari luar. Hari ini, Oriana membawa bekal dan Jenar sudah berjanji akan makan bersama. Lima belas menit setelah dia menelepon Jenar, sang kekasih sudah datang dan mengetuk pintu ruang kerjanya. Dia tampak sangat mempesona, terlebih dengan senyum sumringah di wajahnya. "Wah, wah. Ada yang dapat kontrak kerja sama, nih," tebak Oriana menyambut Jenar yang sedang menutup pintu ruangan kerjanya.

Jenar berjalan sambil bergoyang, membuat Oriana tertawa dan dia ikut berdiri, mendekati kekasihnya dan ikut bergoyang. Dengan cepat Jenar menarik Oriana ke pelukannya, dan mengecup dahi Oriana. Mereka berdua tertawa dan Oriana memeluk tubuh Jenar dengan erat. "Nanti malam, kita makan malam di luar, yuk. Kamu yang pilih, aku yang traktir. Gimana?" pertanyaan dari Jenar membuat Oriana mengangkat alisnya. "Beneran, nih? Oke! Tapi, sekarang kita makan siang dulu, yuk. Aku laper banget," pinta Oriana sambil mengelus lembut pipi Jenar yang disambut oleh anggukan antusias.

Mereka makan siang dengan bekal yang sudah di bawa oleh Oriana. "Yang, cewek yang kamu jealous setengah mati waktu kita ke Magelang itu, ternyata anaknya Jenderal Umar," kata Jenar sambil menyuap makanan ke mulutnya. Pandangan mata Oriana langsung waspada, tapi dia tetap tersenyum. "Bagus dong, kamu jadi sering ketemu sama dia. Kok, kamu bisa tau, Yang?" tanyanya penuh dengan sarkasme. "Ngapain ketemu sering-sering sama dia? Aku gak ada urusan sama dia. Urusanku sama bapaknya. Ya tau, dong. Dia tadi ikut sama Jenderal Umar. Kaget aku ada yang ikut dengan beliau. Aku sempet kira si Indira itu wanita simpanan Jenderal Umar," dan dia terkekeh dengan ucapannya sendiri.

Tanggapan dari Oriana hanya senyum singkat. "Si Indira itu gak ada urusan apa-apa, kan, sama kamu? Beneran?" untuk memastikan, Oriana menanyakan itu kepada Jenar yang menganggukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh. "Hmm, bener," tapi Oriana tak puas dengan jawaban dari Jenar. "Dia akan sering ketemu kamu?" Kali ini bahu Jenar terangkat. "Gak tau. Tapi nanti Jenderal Umar mau ke kantor selepas makan siang," informasi dari Jenar ini membuat Oriana menarik napas dan menganggukkan kepalanya. Mereka melanjutkan makan dan setelahnya Jenar berdiri. "Aku mau balik dulu ke kantor. Nanti jam lima, aku udah di sini menjemput Orianaku," senyuman besar mengembang di wajahnya. Oriana menatapnya sambil tersenyum. "Iya, Baby. See you!" dan Jenar mengecup bibir Oriana dan keluar dari ruangan kerjanya sambil bersenandung kecil.

Senyuman di wajah Oriana memudar namun matanya tetap melihat tajam sosok Jenar yang berjalan keluar dari kantornya. Sebuah keputusan sudah dibuat.

***************

Jenderal Umar, Indira, dan Jenar sedang berbincang di dalam ruangan kerja Jenar. Mereka membahas strategi selanjutnya untuk enam bulan ke depan. Mereka berdiskusi di sofa di ruangan kerja Jenar. Jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. "Jadi, saya kira pelatihan-pelatihan ini penting, Pak. Tapi, memang akan makan biaya yang besar. Positifnya adalah kita bisa menaikkan harga jasanya ke klien karena para petugas sudah mendapatkan sertifikasi," Jenar memberikan idenya. Tampak Jenderal Umar berpikir. "Tapi, kalau biaya naik, apakah nanti kita gak ditinggal pergi sama klien?" pertanyaan dari Jenderal Umar membuat Jenar berpikir.

"Kalau gitu, jangan semua petugas ikut pelatihan itu. Hanya yang terbaik dari yang terbaik. Anggaplah mereka jadi special force kita, dan hanya bisa disewa untuk klien VIP atau VVIP," usul dari Indira rupanya cukup bagus. Jenar menatap Jenderal Umar dan dia tampak sepakat. "Boleh juga. Berarti, kalau kita ambil lima sampai-," ucapan Jenar terhenti ketika ada yang mengetuk pintu ruangan kerjanya, dan ketika pintu dibuka, Oriana sudah berdiri di ambang pintu sambil tersenyum.

Jenar segera berdiri, begitu pun dengan Jenderal Umar yang terlihat sangat senang dengan kedatangan Oriana yang mengejutkan itu. "Oriana! Kok gak bilang-bilang mau ke sini?" tanya Jenar sambil berjalan menghampiri kekasihnya itu, lalu menempelkan pipinya di pipi Oriana. Tersenyum, Oriana menatap Jenar. "Aku mau ketemu Pak Umar, kok, bukan ketemu kamu," selorohnya dan mereka semua tertawa. Oriana lalu menjabat tangan Jenderal Umar. "Bapak, makin gagah aja! Apa kabar, Pak Umar?" tanya Oriana ramah. Tawa menggelegar Jenderal Umar membahana. "Kamu bisa aja, Ri. Kamu yang tambah cantik. Oh iya, kenalkan, ini anak saya, Indira, adik dari Mahendra. Kamu kenal Mahendra, kan?" dan Oriana pun menjabat tangan Indira yang tersenyum. "Kenal, dong. Kan, waktu itu Pak Umar pernah ajak saya bertemu dengan Mahendra ketika main golf di Senayan," Oriana mengingatkan dengan ramah.

A Soul Called HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang