2. Pertemuan Di Hutan Beton

1.7K 214 5
                                    

Pagi-pagi benar Jenar sudah berada di dalam bus yang membawa dirinya serta puluhan orang ke pusat bisnis di tengah kota. Dia cukup beruntung bisa duduk di dalam bus itu, karena dia naik dari halte pertama. Beraneka ragam manusia ada di dalam bus itu. Ada yang masih terkantuk-kantuk karena harus bangun dan berangkat kerja sebelum matahari terbit, ada yang sudah sibuk dengan menundukkan kepala dan tenggelam di ponselnya, ada yang sekedar melihat pemandangan jalanan di luar, yang begitu-begitu saja, dan ada juga yang mendengarkan musik melalui perangkat earphonenya. Jenar adalah salah satu yang mendengarkan musik melalui ponselnya, sembari matanya terus melihat pemandangan sekitar. Kewaspadaannya terus terjaga, karena kesialan tidak mengenal waktu dan tanggal.

Jam baru saja menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tapi kemacetan sudah mulai terjadi. Ketika bus berhenti di sebuah halte yang lumayan besar, entah berapa banyak orang berusaha masuk ke dalam bus yang dinaiki oleh Jenar, berhimpit-himpitan dan berdorong-dorongan.

Bus kembali berjalan membelah kemacetan di pagi hari. AC yang tadinya terasa dingin, sekarang tak terasa sama sekali. Pemberhentiannya tinggal dua halte lagi. Segera saja Jenar berdiri dari tempat duduknya, dan sekitar lima orang berusaha berebut tempat duduk yang tadinya Jenar duduki. Dengan penuh perjuangan, Jenar berjalan menuju pintu bus, entah berapa banyak kaki yang sudah dia injak dan tubuh yang ia dorong. Keringat sudah mulai menuruni pelipisnya. Bus berhenti kembali di sebuah halte, tak ada yang turun tapi banyak orang-orang yang terlihat kecewa karena bus sudah penuh dan tidak bisa dinaiki. Pintu bus tertutup kembali. Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga menit, bus kembali berhenti di pusat bisnis dan hampir tiga per empat penumpang bus turun, termasuk Jenar.

Ia sudah tahu harus pergi ke gedung mana, karena temannya sudah memberi info dengan lengkap kemarin malam. Jenar lalu masuk ke halaman sebuah gedung perkantoran yang luar biasa tinggi. Dia lalu menekan kontak temannya itu, yang bernama Asti. Tiga deringan tunggu, tak lama teleponnya diangkat. "Halo? Kenapa?" tanya Asti dari seberang, dengan suara angin berderu sebagai latar belakangnya. "Ti, gue udah sampai di kantor lo, nih. Gue langsung masuk atau gimana?" tanya Jenar. "Lo tunggu aja di taman depan. Gue sebentar lagi sampai. Dah!" jawab Asti singkat. Jenar segera mematikan telepon dan dia lalu duduk di sebuah kursi di taman depan.

Banyak orang-orang yang datang ke gedung itu untuk bekerja. Ada rasa iri dari Jenar yang menginginkan mendapat pekerjaan yang bisa memberikannya uang tiap bulan, jadi dia tidak perlu pusing untuk membayar berbagai kebutuhannya. Tapi apa daya, dia selama ini tidak pernah memiliki keberuntungan untuk bisa bekerja tetap. Sekitar tujuh menit menunggu, Asti datang menghampiri Jenar, dengan sebuah helm di tangannya, tas ransel di punggungnya, dan jaket bertudung melindungi tubuhnya. "Macet banget ya hari ini," keluh Asti. Jenar mengerenyit melihat temannya itu. "Pagi-pagi bukannya disapa malahan ngeluh. Kasih sarapan buat gue, kek," tegur Jenar sambil berdiri di sebelah Asti, yang tertawa mendengar protes dari Jenar. "Iya iya, di atas ada kok sarapan buat karyawan. Eh, tapi gak apa-apa, kan, kalau kerjanya cuma sehari aja?" kembali Asti bertanya kepada Jenar. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam gedung.

"Ya gak apa-apa, sih. Yang penting gue dapat duit dulu, deh. Eh gue harus tuker KTP atau gak?" tanya Jenar ketika mereka masuk ke dalam gedung. Asti mengangguk. "Oh iya, gue lupa lo gak punya kartu akses. Ya udah, lo titip KTP aja. Nanti gue bilang sama sekuritinya kalau lo kerja harian di sini," kata Asti sambil mengeluarkan sebuah kartu akses ke lift. Setelah menukarkan KTP-nya dengan sebuah kartu akses, Jenar menyusul Asti dan mereka lalu masuk ke sebuah lift, yang membawa mereka ke lantai dua puluh satu.

Mereka sampai di sebuah kantor yang sudah dihias. Rupanya hari ini adalah hari untuk sebuah acara ulang tahun kantor tempat Asti bekerja. Belum banyak karyawan yang datang, tapi ada beberapa orang dari perusahaan katering mempersiapkan makanan. "Nah, lo ikut sama gue dulu ke loker. Nanti lo dikasih seragam, sekaliah ketemu sama SPV gue," kata Asti, dan Jenar menganggukkan kepalanya.

A Soul Called HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang