Winter dan Jeno memasuki ruang rawat Giselle yang dijaga ketat oleh dua orang berjas hitam. Saat pintu terbuka, terlihat beberapa orang sedang duduk mengelilingi gadis itu. Ruangan itu cukup besar jika dihuni oleh satu orang saja. Giselle tampak belum sepenuhnya sadar. Selang bening terlihat disekeliling hidungnya. Kakinya yang tak terbungkus selimut terbalut sesuatu berwarna biru.
Winter melihat orang-orang itu, dan saat matanya menangkap seseorang didekat Giselle, ia langsung tertegun. Orang itu lantas berdiri dan pergi karena ia tahu bahwa Winter tidak akan nyaman.
"Jika kau keluar, media akan tahu," ucap Winter saat Haechan berpapasan dengannya.
Haechan berhenti tanpa menoleh. "Kalau begitu, aku akan tetap disini. Kuharap kau baik-baik saja dengan itu." ia lalu duduk agak jauh dari mereka.
Winter menghampiri Jeno, Karina, dan Ningning yang sedang bertatapan mendengar percakapan tadi. Jeno lalu mengalihkan topik dengan menanyakan kronologi kecelakaan Giselle.
"Dia tertabrak mobil saat hendak menyebrang jalan. Untung saja jalanan sedang sepi, jadi pelakunya langsung membawa Giselle ke rumah sakit," tutur Karina.
"Siapa yang menabraknya?" Ekspresi Winter penuh tanya.
Karina dan Ningning saling tatap.
"Aku."
Suara itu muncul dari belakang mereka. Winter dan Jeno refleks menoleh.
"Haechan?" alis Winter berkerut.
Ekspresi Jeno berubah mendengar pengakuan itu. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju Haechan. Darahnya seketika mendidih. Entah kenapa ia ingin sekali melampiaskan amarahnya pada pria itu.
"Kau tahu akibat dari perbuatanmu itu, hah?!" Jeno meninggikan suaranya dan meletakkan telunjuknya didepan wajah Haechan.
"Aku tahu dan aku akan bertanggungjawab atas itu," ujar Haechan.
"Kau mau bertanggung jawab? Apa kau yakin kaki Giselle bisa sembuh dalam waktu sehari saja?" Jeno mencengkeram kerah baju Haechan. "Dia bahkan tidak bisa menari dengan kakinya sekarang. SADARLAH HAECHAN!"
"Kau pikir hanya kau yang menghawatirkannya? Apa aku pernah menginginkan kecelakaan itu? TIDAK!" Haechan bersikeras.
"HENTIKAN!" Winter maju untuk menengahi mereka. "Ini rumah sakit, bukan arena gulat!"
Jeno melepas cengkeramannya dengan kasar. "Jika sampai terjadi sesuatu padanya, kau adalah orang pertama yang akan aku salahkan. Mengerti?"
Haechan mendekat ke telinga Jeno dan membisikkan sesuatu, "Jangan terlalu perhatian pada sahabatmu itu. Kau tahu, Karina bisa saja salah paham dengan apa yang kau lakukan hari ini."
Jeno mengangkat satu alisnya. "Jangan berani-berani untuk mengancamku. Berkacalah pada dirimu sendiri, Haechan Lee. Kau lupa dengan apa yang kau lakukan pada Winter tempo hari?"
Jeno pun melangkah mundur. Ia kembali dan meninggalkan Haechan di tengah ruangan.
"Tidak bisakah kau menjauh dari kami? Kuharap Kak Giselle bisa menerima akibat dari perbuatanmu ini, Haechan Lee." Winter lalu pergi menyusul Jeno.
Haechan mengacak rambutnya frustasi. "Apa kalian pikir aku bahagia? Aku juga sedih dan menyesal, sama seperti kalian! Apa kalian tahu detail kejadiannya seperti apa?"
Haechan mengatur napasnya yang tersenggal. "Dia tidak sadarkan diri saat hendak menyebrang. Dia... dia tampak kacau. Apa kalian pernah bertanya tentang masalah yang dihadapi Giselle? Mungkin saja hubungannya dengan keluarga atau bahkan pertemanan diantara kalian sendiri sedang tidak baik baik saja. Aku tahu kalian berpikir bahwa aku berengsek atau bahkan lebih dari itu. Tapi, kalian harus tahu bahwa aku masih mempunyai rasa kemanusiaan, hati nurani, dan rasa untuk mencintai. Cinta yang tidak dipaksakan..."
Winter menghentikan langkahnya mendengar kalimat panjang yang menggema di ruangan. Ia berbalik dan berkata, "Cinta yang tidak dipaksakan? Apa kau pikir dahulu aku memaksamu untuk jatuh cinta? Apa kau pikir aku ini egois karena meminta berkencan lebih dulu denganmu? Lalu mengapa kau menerimanya? Dan jika kau memiliki sedikit saja hati nurani, seharusnya kau sudahi saja hubungan kita dulu baru mengejar wanita lain! Bukan main mata dibelakangku seperti itu!"
"Winter, cukup!" Karina menggandeng tangan Winter. "Jangan membuat dirimu semakin terluka. Kau hanya membuat luka baru jika bicara dengannya."
"Tidak, Kak. Justru aku harus menyelesaikan ini." Winter bersikeras.
"Jika saja kau tahu, Winter. Jika saja saat itu Giselle..." Haechan menghentikan perkataannya.
Seketika, Ningning maju dengan gemetar sambil membawa ponselnya. "Kak... kau harus lihat ini," Ningning memberikan ponsel itu pada Karina. Mata Karina sontak membulat dan tangannya menutupi mulut. Ia lalu menatap Winter dan Jeno bergantian.
Winter menaikkan alis. "Ada apa?"
"Winter... apa kau sadar? Masalah yang kau ciptakan ini jauh lebih besar!" Karina menunjukkan ponsel Ningning ke hadapan wajah Winter.
Winter melihat foto dirinya dan Jeno saat hendak masuk kedalam mobil. Itu adalah mobil yang dipakai untuk perjalanan menuju ke rumah sakit ini. Ia juga bahkan tidak menggandeng tangan Jeno sama sekali. Mungkin saja foto itu ditangkap saat ia hendak menghentikan Jeno yang berlari terlalu cepat. Saat itu, ia memang mencegah Jeno dengan memegang lengannya.
"Kabar mengejutkan! Winter Aespa dan Jeno NCT Dream diduga melakukan kencan rahasia setelah keduanya menjadi pembawa acara di salah satu stasiun TV -Discatch News."
"Wah, apakah acara itu hanya alasan agar mereka tetap bersama? ㄱㄱㄱㄱ."
"Padahal dia baru saja debut, tapi sudah terkena skandal seperti ini. Heol... memalukan."
"Hal yang paling tidak berguna adalah mengkhawatirkan selebriti. Jadi, biarkan saja dia. Semua orang berhak mencintai."
"Jika mereka hanya berteman, mengapa harus berpegangan tangan saat hendak masuk ke mobil seperti itu? Aku yakin mereka berkencan."
"Pihak agensi harus mengonfirmasi kebenarannya atau rumor yang beredar akan semakin parah!"
Winter melihat ke arah Jeno dan menggeleng-gelengkan kepala. Matanya sudah sembab saat membaca komentar-komentar itu. Ia lalu menatap Karina. "Kau tahu bahwa semua itu tidak benar kan? Mana mungkin aku mengencani pacar temanku sendiri?"
Jeno yang belum mengerti tentang situasi ini pun mengerutkan alis lalu merebut ponsel itu dan membaca beritanya sekilas. Ia meremas bagian bawah bajunya. "Kita harus mengklaim bahwa berita ini tidak benar!"
"Lalu, bukti itu bagaimana? Kau mau bilang seperti apa pada media? Bahwa kau ingin menjenguk Giselle dan menyeret namanya dalam keadaan seperti ini? Pada akhirnya, media akan bertanya-tanya tentang hubunganmu dengan Giselle dan tentang kecelakaan yang Giselle alami. Kau mau mengungkap bahwa Haechan, rekan agensinya sendiri yang telah menabrak gadis itu? Tidak, Jeno..." Karina menggelengkan kepalanya.
"Bukankah itu bagus bahwa Haechan pada akhirnya akan dihukum? Pria dihadapan kita ini memang tidak pantas berada diantara kita," ujar Jeno.
"Kak Jeno!" Winter meninggikan suaranya. "Kak, kumohon... masalah ini bukan tentang kita saja, tapi juga tentang agensi. Bayangkan jika salah satu artisnya mencoreng nama baik, apa itu tidak berpengaruh juga terhadap yang lain? Cobalah berpikir lebih jauh, Kak."
"Jika itu yang dia mau, biarkan saja. Aku akan keluar dari agensi bila perlu." Haechan menyanggah Winter.
"Tidak. Tidak ada yang akan keluar. Jangan coba-coba akhiri mimpi kalian dengan satu masalah ini saja." Winter menarik napas panjang. "Aespa akan hiatus sampai keadaan membaik."
Tiba-tiba, keadaan Giselle memburuk. Terdengar suara monitor yang yang menunjukkan keadaan Giselle tidak stabil. Haechan pun berlari menghampiri Giselle lalu menekan tombol darurat disamping ranjang. Beberapa saat kemudian, dokter dan perawat berhambur ke ruangan itu. Semua orang panik. Karina terjatuh kedalam dinginnya lantai rumah sakit. Jeno menghampirinya dan segera membawa gadis itu keluar.[]
Terima kasih yang udah mau vote dan komen dan mendukung cerita ini supaya lebih baik ♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
B(L)ACKSTAGE
FanfictionAda yang berusaha menutupi rahasia demi keadaan yang berjalan sesuai rencana. Ada yang berusaha menutupi rasa cinta demi karir yang melonjak sempurna. Ada juga yang berusaha menghibur orang lain tanpa tahu cara menghibur diri sendiri. Ini adalah sis...