7. Jarak

1.2K 100 6
                                    

Jeno menghampiri Karina yang sedang berdiri di rooftop rumah sakit dengan menggunakan topi, masker, dan jaket, sama seperti yang dikenakan Jeno. Ia melihat gadis itu memandangi Kota Seoul dengan tatapan kosong. Jeno pun berdiri menyejajari gadis itu.

"Kadang, aku berpikir bagaimana rasanya keluar tanpa menutupi wajah seperti orang-orang itu." Jeno menunjuk ke arah trotoar yang terlihat kecil.

"Sejak umurku enam belas tahun, aku sudah mulai memasuki dunia hiburan ini. Menjadi trainee di agensi kita. Aku juga sudah lupa bagaimana rasanya menjadi orang biasa. Mempunyai kehidupan yang tidak mudah terekspos, berkencan dengan orang yang kau cintai di tempat umum, rasanya pasti menyenangkan." Karina tersenyum membayangkan itu.

"Kau mau melakukan apa jika tidak menjadi dirimu yang sekarang?" Tanya Jeno.

"Aku mau menjalani kehidupan di SMA Seni Seoul, mengambil khursus bahasa inggris, menghabiskan waktu bersama teman-temanku di akhir pekan dan... ke taman hiburan bersamamu," tutur Karina yang menyembunyikan rona pipinya dibalik masker.

"Kalau begitu, kau harus berhati-hati karena berkencan dengan artis sepertiku. Tapi kau tahu, aku senang bahwa orang-orang bisa mengenal namaku." Jeno tersenyum.

"Jadi, kau senang menjadi orang terkenal?" Tanya Karina.

Jeno mengangguk. "Meskipun terkadang aku juga merasa lelah dengan semua ini."

Karina memandang Jeno. Ia menatap wajah itu dari samping. Senyumnya yang menyembunyikan mata kecil itu perlahan pudar.

Karina menghembuskan napasnya sampai terdengar di telinga Jeno. "Kapan Giselle akan sembuh, Jen?"

Jeno balas menatap tatapan itu. "Dia pasti akan sembuh secepatnya. Aku yakin."

"Aku tidak membayangkan grup kami akan mendapat masalah bertubi-tubi seperti ini. Apalagi soal skandalmu dengan Winter..."

"Agensi akan mengurusnya. Mereka pasti melindungi kita."

Karina mengangguk pelan. Ia merekatkan jaketnya. Udara semakin dingin dari atas sini. Ia menatap sekeliling kalau-kalau ada seseorang selain mereka. Topi dan masker hitam masih menutupi wajahnya dengan baik.

"Jeno, aku belum pernah melihat kau sangat peduli dengan Giselle hari ini," ujar Karina. "Kau dan Giselle pasti berteman baik sebelumnya."

"Iya, kami berteman baik." Pandangan Jeno berbaik menatap atap-atap gedung.

"Apa kau... pernah menyukainya?" Karina bertanya dengan takut.

Jeno menarik sudut bibirnya sedikit. "Dahulu saat dia pertama kali datang ke agensi kita, aku melihatnya seperti gadis lugu yang tidak tahu apa-apa. Jadi, aku mengajarinya beberapa hal dan menghabiskan waktu di ruang latihan bersama Winter dan Haechan juga."

"Dan kau tahu, perasaanku pada Giselle jauh berbeda seperti yang aku rasakan padamu. Aku menyukainya, tetapi itu bukan perasaan cinta. Aku menyukainya sebagai sahabat, tidak lebih," sambung Jeno.

Karina mengangguk paham. Ada binar kelegaan di matanya.

"Kenapa tiba-tiba bertanya soal ini? Kau cemburu, ya?" goda jeno.

"Tidak." Karina menatap ke arah lain.

"Benarkah? coba kulihat." Jeno memegang pipi Karina dengan kedua tangannya dan menatap wajah itu. "Ternyata Rina-ku ini tidak pandai berbohong. Lihatlah, wajahmu sendiri seperti kepiting rebus." Jeno lalu tertawa.

"Kau yang berbohong, Jeno! Kau bahkan tidak bisa melihat wajahku dibalik masker hitam ini." Karina mengibaskan tangan Jeno dan berlari menjauh sambil memegang pipinya.

B(L)ACKSTAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang