Haechan berdiri di dekat pintu rumah Jeno saat Jeno pulang. Ia melipat tangannya di depan dada dan menatap Jeno dingin. Malam sudah semakin naik tapi Jeno baru pulang selarut ini. Pikiran Haechan semakin berkelebat. Udara dingin terasa lebih pekat jika melihat raut wajah Haechan yang kelam.
Haechan terus berusaha menepis pikiran buruk itu. Ia hanya ingin mendengar bahwa apa yang ada dalam pikirannya itu hanya suatu kesalahpahaman.
Jeno melihat Haechan berdiri di samping rumahnya dengan alis bertaut. Ia memandangi Haechan dari atas sampai bawah namun seperti ada yang berbeda. Mengejutkan sekali jika Haechan datang tanpa alasan. Padahal seharusnya, mereka bersiap untuk penerbangan esok hari.
Jeno melihat wajah Haechan yang tanpa ekspresi. Ada sesuatu yang terlihat ganjil dalam garis wajah itu. Tidak ada senyuman atau tegur sapa saat ia datang. Haechan terus menatapnya bagai memiliki sihir yang menusuk pikiran.
"Jeno Lee, apa kau benar-benar ingin mempermainkan dua gadis sekaligus?" ujar Haechan dingin.
Jeno mengangkat kedua alisnya. "Dua gadis? Apa maksudmu?"
Haechan menelengkan kepalanya. "Seharusnya kau menjadi aktor saja daripada idol."
Jeno mengerang. "Bicara yang jelas, Haechan!"
Haechan melangkah maju. Ia sebenarnya lebih takut jika Jeno mengatakan hal yang sama sekali tidak ingin didengarnya. Ia mencoba untuk tidak lepas kendali dan mengatur napasnya.
"Apa kau bisa menjelaskan padaku tentang kejadian siang tadi? Tentang Giselle lebih tepatnya," Ujar Haechan.
Jeno menyapu rambutnya dan menghembuskan napas kasar. "Kau hanya ingin bertanya tentang itu?"
"Aku harap aku salah. Aku hanya tidak bisa berhenti memikirkannya sejak siang tadi." Haechan meremas ujung bajunya.
"Apa yang kau pikirkan, Chan? Kau pikir aku bisa menduakan Karina?" Jeno berkata dengan menekankan suaranya.
Haechan menggigit bibir. Ia memalingkan wajah dan mencoba mengambil udara segar. "Bisa kau jelaskan?"
"Aku benar-benar tidak menyangka bahwa kau bisa berprasangka buruk seperti itu padaku." Jeno masih menatap Haechan kesal. "Aku hanya ingin membeli hadiah ulang tahun untuk Karina dengannya. Apa ini cukup?" Ia lalu memperlihatkan sebuah kantung belanja yang digenggamnya sedaritadi.
Haechan menatap kantung belanja itu lalu beralih lagi pada Jeno. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri lantaran stigma konyol yang ia lontarkan pada Jeno. "Ada apa denganku, Jen?"
Jeno menepuk bahu Haechan. "Kau hanya sedang lelah lantaran jadwal kita yang padat akhir-akhir ini. Dan kau juga belum bertemu dengan Giselle sebelum kita berangkat ke Amerika besok."
Itu benar. Emosi Haechan tidak stabil sejak kemarin. Ditambah kesalahpahaman yang ditimbulkan karena spekulasinya sendiri membuat pikiran Haechan semakin kacau.
Sebelum Haechan membuka mulutnya lagi, Jeno mengajak Haechan masuk ke dalam rumah karena udara semakin dingin. Jeno lalu memberikan secangkir cokelat panas untuk Haechan yang duduk di ruang tamu. Ada koper dan beberapa tas jinjing yang teronggok bisu di samping sofa. Ia sudah bersiap untuk penerbangan ke Amerika sejak beberapa hari lalu.
Haechan menyesap kopinya sebelum mulai berbicara lagi. "Apa kau bersama Giselle tadi? Dia bahkan belum menghubungiku sejak pagi."
Jeno mengangkat alis. "Tidak. Aku berpisah dengannya sehabis dari toko pernak-pernik itu. Aku tidak melihatnya lagi setelahnya."
Haechan meletakkan cangkir di atas meja. "Aneh. Dia juga tidak mengangkat teleponku."
Jeno mengangkat bahu. "Mungkin baterainya habis."
Haechan menyilangkan kakinya sambil mengusap dagu. Giselle pasti sudah tahu dari Jeno bahwa mereka akan pergi besok. Namun, mengapa Giselle tidak sekalipun memberikan salam perpisahan padanya?
•••
Giselle sudah duduk berjam-jam di kafe itu. Kelip lampu jalanan Seoul menjadi pemandangan yang ia lihat sejak satu jam lalu. Baterai ponselnya habis sejak siang tadi. Ia tahu pasti saat ini ada banyak panggilan masuk dari teman-temannya. Tapi ia tidak yakin Haechan akan menghubunginya atau tidak.
Pikirannya masih melayang pada apa yang dilihatnya siang tadi. Ryujin, ia pernah berpapasan dengannya saat Masquarade Party. Haechan bahkan tidak terlihat dekat dengannya. Tapi, apa yang dilihatnya di restoran itu tidak mungkin salah kan?
Ia menyendok sesuap waffle yang belum habis sedaritadi. Ia mengingat perkataan Jeno bahwa Jeno dan teman-temannya akan pergi ke Amerika esok hari. Tapi Haechan bahkan tidak membicarakan apapun sejak kemarin. Giselle ingin sekali melihat Haechan untuk terakhir kali. Namun sepertinya, lelaki itu tidak peduli. Alih-alih menemui Giselle, Haechan justru menemui gadis lain sebelum penerbangannya besok.
Di antara teman-temannya yang lain, hanya dia yang masih terjebak dalam cinta semu ini. Giselle meringis. Ia bahkan bukan siapa-siapa bagi Haechan. Mengapa ia berharap lebih pada lelaki itu?
Suara dehaman di depannya membuat ia tersadar kembali. "Karina?"
"Ya, ini aku. Orang yang mencari seorang gadis yang tidak bisa dihubungi sejak siang. Tidak juga kunjung pulang sampai hampir larut malam." Karina berdecak.
Giselle melihat jam di dinding. "Astaga! Jadi sudah lama sekali aku disini?"
Karina memutar bola matanya lalu berkata, "jika kau ingin tidur di depan toko seperti gelandangan, aku akan pulang sekarang."
Giselle cemberut dan menatap Karina sinis. "Pulanglah. Aku juga tidak mau pulang dengan orang yang setengah hati membantuku."
"Aish, Giselle! Jangan bercanda kau ya," ujar Karina kesal. "Ada apa memangnya?"
Giselle menyeruput minumannya sebelum bersiap untuk sesi curhat. "Bagaimana jika Jeno-mu bertemu dengan wanita lain alih-alih dirimu sebelum ia berangkat ke luar negeri?"
Karina membuka kacamata hitamnya dan memajukan wajahnya ke depan. "Oh, begitu. Jadi yang membuatmu begini adalah Haechan Lee?"
"T-tidak! Kapan aku berkata begitu?"
Karina menyipitkan matanya. "Baiklah jika tidak mau mengaku. Tapi aku akan menjawab pertanyaan konyolmu itu."
Giselle memutar bola matanya sebelum Karina melanjutkan.
"Pertama, akulah yang akan ditemui oleh Jeno alih-alih wanita lain itu. Kedua, dia tidak mungkin bertemu dengan wanita lain selama ada aku." Karina menjawab dengan pasti.
Giselle berdecak kesal. "Kau tidak mengerti, Karina."
"Apa dia tidak menemuimu?" Tanya Karina.
"Tidak."
Karina menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. "Sulit, sulit."
Kedatangan Karina bukannya membuat Giselle bangkit, malah membuatnya semakin kesal. Giselle lalu berjalan keluar dan meninggalkan Karina yang berlari kecil mengejarnya.[]
Terimakasih untuk vote dan komennya♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
B(L)ACKSTAGE
FanfictionAda yang berusaha menutupi rahasia demi keadaan yang berjalan sesuai rencana. Ada yang berusaha menutupi rasa cinta demi karir yang melonjak sempurna. Ada juga yang berusaha menghibur orang lain tanpa tahu cara menghibur diri sendiri. Ini adalah sis...