11. Pulang

944 80 2
                                    

"Winter!" Ucap suara yang mencegah Winter melangkah lebih jauh dari depan gedung.

Winter menghentikan langkah tanpa menoleh.

"Winter, kumohon. Kembalilah ke rumah," mohon suara yang terdengar seperti putus asa.

Winter terdiam lalu berbalik menghadap ke arahnya. "Kak Giselle, kau tahu mengapa aku tidak ingin kembali?"

Giselle termenung. Ia menunggu kata-kata selanjutnya yang keluar dari mulut Winter.

"Aku kesal padamu, Kak," ujar Winter. "Mengapa kau membiarkan aku bahagia di atas penderitaanmu? Mengapa kau tidak pernah sekalipun cerita tentang Haechan?"

Giselle menggeleng. Ia merengkuh bahu Winter yang mulai bergetar. Gadis itu mengeluarkan air mata dari balik topengnya. Giselle menghapusnya dan mencoba menenangkan Winter.

"Aku egois bukan?" Ujar Winter dalam isaknya.

Giselle memeluknya dan menepuk-nepuk bagian belakang gadis itu. "Aku menyayangimu, Winter. Itu sebabnya aku melakukan semua itu."

"Tapi Kak, adik macam apa yang-"

"Kau belum mengerti juga? Jangan menyalakan dirimu atas apa yang terjadi," potong Giselle.

Winter pun membalas pelukan hangat yang Giselle berikan. Betapa beruntungnya ia memiliki seorang kakak yang begitu menyayangi dirinya seperti keluarga. Ia berhutang banyak pada Giselle.

"Ayo kita pulang. Banyak hal yang menunggu kita di rumah," ajak Giselle

Winter menyeka air matanya dan memandang ke belakang punggung Giselle. Ia mendapati seorang pria yang mendekat ke arahnya. Tampaknya, ada seseorang yang sedang menunggu potongan kalimat yang sempat terpotong tadi.

Winter melepas pelukan Giselle. Giselle ikut menatap ke arah pria berjas itu. Winter mendekatinya dan mendongak untuk menatap wajah yang tertutup topeng.

"Winter," ucap Jaemin. "Kau belum memberiku jawaban pasti. Kau pergi begitu saja."

Winter menatap Jaemin lalu beralih pada Giselle. "Izinkan aku, Kak."

Giselle terdiam menatap Jaemin dan Winter bergantian. Ia lalu mulai memahami apa yang sedang terjadi. "Aku akan mendukung semua yang kau lakukan asal itu membuatmu bahagia."

Jaemin berdeham. "Apa itu artinya kau bersedia menerimaku?"

Winter diam sejenak lalu mengangguk pada Jaemin. Jaemin tersenyum lega mendengarnya. Senyum manis Jaemin seperti biasa. Ia mengeratkan genggaman tangannya pada Winter. Jaemin tidak tahu lagi bagaimana menyalurkan rasa bahagia yang ada dalam benaknya.

Tidak lama kemudian, suara kembang api menggema di langit Kota Seoul. Itu adalah puncak pesta malam ini. Para tamu yang hadir bergerombol memenuhi area sekitar gedung. Mereka menyaksikan pertunjukan kembang api di bawah indahnya taman air mancur. Suara bising pun terdengar memenuhi area itu.

Jaemin membisikkan sesuatu di telinga Winter membuat rona menjalar ke pipinya. Ia tersenyum malu pada Jaemin dan berusaha menyembunyikan tingkahnya yang kikuk karena mantra itu.

Giselle yang melihat tingkah Winter dan Jaemin hanya bisa menggelengkan kepala. Selama sebulan ini, ia belum pernah melihat senyum Winter yang terlukis lebar mencurahkan semua kebahagiaannya.

Jaemin membawa Winter menjauhi kerumunan. Mereka berlari menuju jalanan yang menanjak menyapu hangatnya sinar rembulan. Winter melepas sepatu hak tingginya sambil mengangkat gaun yang ia kenakan agar tidak menyentuh tanah. Jaemin tidak melepas tangan Winter selama mereka berlari di jalanan sepi itu. Sesekali Jaemin menoleh pada Winter dan memberikan senyuman manisnya.

B(L)ACKSTAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang