12. Between us

959 78 5
                                    

Haechan terus melirik jam tangannya. Ia hanya memandang tembok kosong di ruangan tertutup itu. Makanan yang dihidangkan pelayan tadi sudah mulai dingin. Ia berpaling ke arah jendela transparan yang menampilkan pemandangan trotoar dengan sederet toko di sana.

Haechan hanya mendengar suara detik jam sejak satu jam lalu. Ia menopangkan tangannya di dagu berharap seseorang yang ditunggunya segera datang. Haechan menyeruput minumannya untuk mengusir rasa bosan lalu menatap ke arah jendela lagi. Hari itu cuaca memang sedang bagus untuk sekadar berjalan di jalanan Seoul.

Suara pintu bergeser di ruangan kecil itu membuat Haechan refleks menoleh. Seorang gadis masuk dengan baju kasual dan tas yang tergantung di bahunya. Ia membungkukkan badan sekilas lalu mengambil tempat tepat di hadapan Haechan.

"Sudah menunggu lama?" Ucap gadis itu.

Alis Haechan bertaut. Ia menatap bingung seseorang di hadapannya. "Ryujin?"

"Maaf membuatmu menunggu. Aku sudah berusaha datang tepat waktu tapi ternyata ada pekerjaan mendesak." Ryujin menaruh tas kecilnya di samping. "Jadi, untuk apa kau mengundangku?"

Haechan semakin bingung dibuatnya. "Sejak kapan aku memintamu datang?"

Kini giliran Ryujin yang memasang ekspresi yang sama seperti Haechan. "Kak, kau yang menghubungiku lewat pesan singkat." Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan mencari pesan yang Haechan kirimkan. "Lihat. Apa aku terlihat mengada-ngada?"

Haechan menyipitkan matanya saat melihat ke arah ponsel yang ditunjukkan Ryujin. Ia menepuk pelan dahinya sendiri. Apa dia yang salah mengirim pesan itu? Pantas saja Giselle tidak kunjung datang sedaritadi.

"Sebelumnya, aku minta maaf karena telah salah mengirim pesan itu padamu. Aku tidak tahu kenapa tapi sepertinya aku yang ceroboh disini. Aku tidak bermaksud mengundangmu atau mengusik kehidupanmu. Sekali lagi, aku minta maaf." Haechan mengucap itu dengan rasa bersalah.

"Ah, aku mengerti." Ujar Ryujin lalu beranjak dari tempatnya. "Sebaiknya aku pulang."

"Tunggu dulu," cegah Haechan. Ryujin pun duduk kembali. "Makanlah ini sebagai permintaan maafku. Aku tidak bisa menghabiskan makanan sebanyak ini kalau sendirian."

Ryujin tersenyum singkat dan mengangguk. "Baiklah."

Haechan menggigit bibirnya. Suasana dalam ruangan itu sangat sepi dan untuk selanjutnya hanya ada dentingan alat makan yang beradu. Haechan pernah beberapa kali bertemu Ryujin di backstage. Mereka pernah mengobrol, namun rasanya tidak pernah secanggung seperti hari ini.

Ryujin memulai pembicaraan untuk mencoba mencairkan suasana. "Apa kau sedang menunggu seseorang selain aku tadi? Maksudku, seseorang yang seharusnya datang jika kau tidak salah mengirim pesan."

Haechan mengangguk. "Harusnya aku menemuinya hari ini karena besok aku ada jadwal penerbangan ke Amerika bersama member lain."

Ryujin mengangguk-angguk. "Sepertinya dia orang penting dalam hidupmu karena kau ingin berpamitan dulu dengannya."

"Mm-hm. Dia sangat penting bagi hidupku, Ryu," ujar Haechan.

Ryujin tersenyum tipis. Sangat tipis sehingga hampir tidak bisa terlihat oleh Haechan. Ryujin lalu mengalihkan pandangan ke arah makanannya. Ia menghembuskan napas pelan. Menemui Haechan Lee sama saja dengan membuka kembali hati yang sudah ia perjuangan untuk terkunci rapat-rapat.

Haechan kembali menatap keluar jendela. Ia melihat orang-orang yang berlalu lalang dan keluar masuk toko pernak-pernik di seberang sana. Namun, netranya seketika menangkap sesuatu yang tidak asing memasuki toko itu. Seorang pria dan wanita baru saja memasuki toko tersebut dengan tertawa-tawa. Mereka terlihat bahagia sekali sehingga orang bisa mengira mereka adalah sepasang pasangan yang sedang berkencan.

B(L)ACKSTAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang