Prolog

5.8K 448 13
                                    

"Mama, aku mau beli mainan yang banyak seperti temanku!" Seorang anak berumur 3 tahun menatap ibunya dengan tatapan menyedihkan. Sepertinya anak itu bosan bermain dengan boneka macan, yang menjadi satu-satunya mainan yang ia miliki.

"Iya nanti kalau kue Mama laris ya?" Salvia mencium putranya dengan penuh kasih sayang.

"Nanti kalau laris, Mama beliin mainan yang banyak!" Lanjut Salvia yang membuat senyuman sang anak kembali terukir.

"Beneran ya?"

"Iyaa..!!!" Salvia menciumnya.

"Lalu Ma.... Papa Sean kemana? Semua anak kecil punya Papa! Kok aku nggak?"

Salvia menghembuskan nafas kasar saat pertanyaan itu kembali ia dengar. Sudah kesekian kali Sean bertanya tentang sang ayah. Bahkan meski ia sudah menceritakan berbagai kisah palsu tentang kematian ayah biologisnya.

Ini semua salahnya karena dulu terlalu murahan dan percaya dengan lelaki yang menjanjikannya hal-hal manis. Kekasih yang berjanji akan menikahinya kabur begitu mengetahui dirinya hamil.

Bahkan saat ia mendatangi keluarganya, mereka malah menghinanya, dan tak percaya jika Sean adalah anak dari putra di keluarga mereka. Orang-orang itu menganggapnya sampah dan sangat rendah.

Karena masalah tersebut, ia menjadi sebatang kara. Sang ayah meninggal terkena serangan jantung menyusul ibunya yang telah lama berpulang. Kuliahnya juga terpaksa harus berhenti. Dan sekarang yang bisa ia lakukan hanyalah mengelola sisa uang peninggalan ayahnya untuk membuka usaha kue.

"Papanya Sean sudah meninggal. Mama sudah menceritakannya berkali-kali bukan?" Salvia kembali mengarang cerita bohongnya.

"Tapi kok tidak ada kuburannya?"

"Papa meninggal karena tsunami. Jadi...."

"Jadi hanyut dan hilang ya Ma?" Tanya Sean dengan mata berkaca-kaca.

"Jangan menangis ya sayang? Kan ada Mama yang akan selalu ada disamping Sean!" Salvia memeluk putranya erat-erat. Salvia menyesali semua kebodohannya. Ia telah membuat hidupnya sendiri hancur tak bersisa. Salvia berharap mantan kekasihnya itu benar-benar tergulung tsunami dimanapun ia berada.

Tapi meski saat ini semua mimpinya terbuang, Salvia bahagia dapat memiliki Sean di hidupnya. Sean adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan. Salvia tidak pernah menyesal meski ia harus menjadi ibu tunggal di umur dua puluh lima tahun.

Ditengah percakapan keduanya, tiba-tiba seorang pria datang dengan ekspresi yang kelihatan kikuk. Sebenarnya pria tersebut sudah datang sejak tadi, namun segan untuk mengganggu kebersamaan Salvia dan Sean.

"A-ada yang bisa saya bantu?" Salvia menyambutnya dengan senyuman yang canggung.

"Saya mau beli kue untuk acara kantor. Saya bisa pesan seribu cupcake?" Pria itu berujar dengan entengnya.

"Se-seribu?"

"Dan tiga kue ulang tahun besar. Perusahaan keluargaku akan berulang tahun yang ke 50 tahun."

"Tapi ini untuk kapan?"

"Lusa."

"Lusa?" Mata Salvia membola sempurna. Bagaimana cara dia mengerjakan pesanan itu dalam waktu singkat? Tapi melihat anaknya berjingkrak heboh karena tahu jika kuenya laris, membuat rasa pesimis Salvia memudar.

"Saya akan bayar 3 kali lipat dari harga asli karena memesan secara dadakan."

"Tidak perlu seperti itu Pak..."

"Anggap saja saya berikan sisa uangnya untuk anakmu membeli mainan. Maaf jika saya menguping pembicaraan kalian..."

"Wahhhh Om sangat baik! Asyikkkk...!!! Ayo mama kita tutup toko, lalu pergi membeli mainan!" Sean melompat-lompat dan dengan spontan memeluk pria yang ada di hadapannya.

Suddenly Married The CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang