Biasanya Seokjin akan dibangunkan oleh suara alarm atau kecupan manja sang istri. Namun, beberapa hari terakhir, morning sickness istrinya itu makin parah dan jadilah suara muntah-muntah bumil yang memaksanya bangkit dari kasur.
Dengan langkah lunglai, setengah mengantuk, mengingat jam masih menunjukkan puku setengah lima, Seokjin menghampiri istrinya di kamar mandi, Perempuan itu berjongkok di depan wastafel, memuntahkan sisa makanan yang semalam dia santap.
Seokjin ikut berjongkok di samping sang istri lalu memijit-mijit tengkuknya selagi wanita itu berusaha menuntaskan rasa mual yang kerap kali menghampiri tanpa kenal waktu. Namanya saja morning sickness, nyatanya mual dan muntah bisa terjadi kapan pun.
"Udah?" tanya Seokjin dengan suara yang masih serak.
Sojung mengangguk. Detik berikutnya pria itu langsung menekan flush closet, kemudian membantu istrinya berdiri untuk berkumur. Setelahnya, digendongnya sang istri kembali ke kamar.
"Mau air lemon?" tawar Seokjin.
"Air anget biasa aja, Mas," jawab Sojung seraya menyandar ke punggung ranjang.
Sekembalinya dari dapur dan menyerahkan segelas air hangat pada sang istri, Seokjin mengoleskan minyak kayu putih ke perut Sojung yang mulai menonjol. Pria itu selalu takjub kalau mengingat di dalam sana ada buah hatinya dengan Sojung, tetapi di saat bersamaan juga merasa sedih karena kehamilan istrinya tidak mudah.
Sojung termasuk orang yang mengalami morning sickness parah, mudah mual sehingga makanan yang hanya sedikit masuk ke perut bisa terbuang sia-sia melalui muntah. Kadang wanita itu juga tidak berselera makan hingga tubuhnya menjadi lemah. Berat badan Sojung menurun sejak terakhir kali menimbang bulan lalu.
Bagi Seokjin, lebih baik Sojung mengidam makanan yang aneh-aneh di tengah malam ketimbang menolak semua santapan lezat yang disodorkan padanya.
"Ih, kok nangis lagi, sih, Mas." Sojung langsung panik saat melihat linangan air mata di pipi suaminya. Laki-laki itu jadi cengeng akhir-akhir ini kalau melihat Sojung sakit sedikit saja.
"Aku kelilipan doang, Yang," kata Seokjin sambil menyedot ingus.
"Jangan nangis, dong," bujuk Sojung sembari mengusap air mata di pipi sang suami. "Malu sama Park Haejin."
Mendengar nama Park Haejin, Seokjin benar-benar berhenti menangis. Kesedihannya langsung menguap, berganti dengan rasa kesal yang mendarah daging. Bibir tebal pria itu langsung mengerucut, merajuk.
"Namanya Honey, Honey, lebih manis dan unisex!"
"Aku maunya Park Haejin, biar sekalian jadi doa anaknya ganteng kayak Park Haejin!"
"Harus banget pake nama artis favorit? Kalau gitu aku mau kasih nama Kim Jiwon!"
Sojung langsung memelotot. "Oh, sekarang mainnya pake nama mantan?" Wanita itu berkacak pinggang, seperti menantang.
Seokjin langsung membeku, diam-diam menelan ludah karena gugup sebab telah salah bicara. Kim Jiwon memang nama artis yang sedang naik daun, kalau sekadar artis favorit, mungkin Sojung tidak akan marah sampai seluruh mukanya merah padam, masalahnya Kim Jiwon yang satu angkatan dengan Seokjin semasa kuliah juga mantan pacarnya sebelum jadian dengan Sojung.
"Masih suka sama Jiwon-Jiwon itu?" imbuh Sojung. "Mantan terindah yang indah banget, ya, sampai anaknya mau dinamain pake nama Mbak Mantan!"
"B-bukan gitu, Yang, aku cuma—"
"Ah, udahlah, males ngomong sama kamu. Keceplosan atau nggak, intinya kamu masih mengenang mantan padahal udah bertahun-tahun sama aku!"
Buk!
Satu bantal melayang menimpa kepala Seokjin sebelum Sojung berjalan cepat meninggalkan kamar sambil membawa seluruh kemarahan dan kekecewaannya, sementara Seokjin mendesah frustrasi karena telah asal bicara hingga berujung pada istrinya yang merajuk.
"Padahal dia duluan yang mulai, kenapa ujung-ujungnya tetep gue yang salah dan harus minta maaf?" Pria itu bersungut-sungut sambil memandang jengkel pada pintu yang terbuka lebar.
Otak dan hati pria itu bergelut, menimbang-nimbang, turuti hati untuk memohon maaf dan membujuk istrinya sekarang juga atau diamkan saja dulu, kalau bisa sampai Sojung duluan yang meminta maaf karena memang perempuan itu yang lebih dulu ingin menamai bayinya dengan nama laki-laki lain.
"Yang, aku ngalahnya next time aja, ya, capek!" kata Seokjin sambil membanting tubuh ke kasur lalu menutupi kepala dengan bantal. Pria itu sudah bertekad untuk tidak menjadi yang pertama meminta maaf. Kalau Sojung masih merajuk seharian, Seokjin tidak akan mau peduli. Kalau wanita itu mengajak bicara sebelum terlebih dulu meminta maaf, Seokjin akan mengabaikannya.
Belum ada sepuluh menit sang istri keluar kamar dan Seokjin meneguhkan tekad, wanita itu sudah kembali masuk untuk mengambil dompet dan kunci motor di nakas.
Awalnya Seokjin benar-benar abai dan tetap pura-pura tidur, tetapi saat terdengar suara motor dipanaskan dari garasi, laki-laki itu langsung lompat dari kasur dan lari terbirit-birit ke depan.
"Mau ke mana?" tanya Seokjin, masih ketus. "Kabur ke rumah Mama?"
"Sejak kapan aku jadi istri tukang kabur ke rumah orang tua?" Sojung membalas tidak kalah ketus.
"Jadi mau ke mana? Masih di luar masih gelap."
"Aku sebut juga kamu pasti nggak bakal peduli."
"Mau ke mana, Sojung?" Kali ini Seokjin melunak setelah mendesah kasar.
"Nyari sate Padang. Park Haejin pengin!"
Astaga! Seokjin tepuk kening lalu memijitnya pelan. Cari sate Padang ke mana di pagi buta seperti ini? Kalau nasi uduk, bubur ayam atau pecel lele, mungkin ada, tetapi sate padang?
Sojung tidak mengindahkan wajah frustrasi suaminya dan segera memakai helm, bersiap naik ke motor saat tiba-tiba Seokjin menahannya.
"Aku anter, pakai mobil. Jangan pakai motor." Pria itu melepas helm dari kepala Sojung, mematikan mesin motor dan mencabut kuncinya supaya sang istri tidak tiba-tiba kabur saat dia mengambil jaket dan kunci mobil ke dalam.
"Pakai jaket, Yang, dingin." Walaupun ucapan masih terdengar ketus, pria itu tetap memakaikan jaket pada Sojung, padahal dia punya pilihan untuk langsung menyerahkannya pada sang istri dan membiarkan wanita itu memakainya sendiri.
"Makasih," kata Sojung lirih, disusul kecupan cepat di bibir sang suami.
Seokjin bergeming sambil menatap lamat istrinya yang malu-malu. Senyum tipis lantas terbit di bibir Seokjin, pria itu pun memberi kecupan balasan di bibir dan kening.
Yah, misi gagal total. Kapan coba aku bisa marah lama-lama sama kamu, Yang?
12/11/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati Pak Su
RomanceMemangnya cuma istri yang punya suara hati? Suami juga punya!