15. Mulut Pengundang Bala

146 18 36
                                    

"Ih lama!" sembur Sojung begitu Seokjin menghentikan laju motor tepat di depan gadis itu. "Gue kepanasan tahu nungguin lo!"

"Masih untung dijemput!" balas Seokjin jengkel. Dipikir-pikir, seharusnya Sojung berterima kasih Seokjin bersedia mengantarnya pulang seusai kelas sore, tetapi gadis itu malah mengomel seolah bantuan Seokjin adalah sebuah kewajiban tukang ojek terhadap penumpangnya!

"Kan emang tugas lo jemput gue," kata Sojung tidak mau kalah. Detik berikutnya gadis itu langsung menyambar helm dari tangan Seokjin lalu duduk di jok belakang.

"Langsung balik?" tanya Seokjin.

"Iyalah, mau ke mana lagi!"

"Biasa aja jawabnya," omel Seokjin. "Bisa aja kan ke sekret dulu, makan dulu—"

Kruk!

Ucapan Seokjin terhenti saat tiba-tiba perutnya berbunyi. Seketika hening di antara dua orang itu, dari spion, Sojung bisa melihat pipi Seokjin bersemu merah karena malu.

"U-udah duduk, kan?"

"Iya, buruan jalan," kata Sojung. "Lo tahu sekolah Jungkook nggak?" imbuh gadis itu saat sepeda motor telah melaju membelah jalanan.

"SMA 5?"

"Iya. Mampir ke deket situ dulu."

"Ngapain?"

"Nggak usah kepo!"

Seokjin mendecih jengkel. Baru dua hari jadi sopir pribadi Sojung, rasanya laki-laki itu sudah tidak sanggup. Tersiksa batinnya menghadapi mulut Sojung yang menyebalkan. Benar kata Jungkook, dia akan menyesal telah menyanggupi permintaan Sojung tempo hari.

"Pacar lo aja nggak lo bela-belain jemput, lah ini malah jemput nenek lampir," kata Jungkook waktu itu. Kadang Seokjin lupa kalau Jungkook adik kandung Sojung, pasalnya anak SMA itu suka sekali julid pada kakak sendiri.

"Belok kiri ... stop!"

Setelah Seokjin mengerem mendadak, Sojung langsung turun. "Parkir dulu di situ," katanya sambil menunjuk jejeran motor di samping warung mi ayam. "Kita makan dulu."

"Lo traktir?" celetuk Seokjin. Niat hati hanya ingin menggoda, tetapi saat Sojung mengangguk tanpa pikir panjang, laki-laki itu langsung mengernyit, tidak percaya si nenek lampir bisa berbuat baik.

"Bohong lo ya?"

"Mau apa nggak?" balas Sojung ketus. "Udah sana parkirin dulu motornya!"

Setelah bahunya dipukul dua kali, Seokjin buru-buru memarkirkan motor. Walau Sojung tidak serius memukul, rasanya ternyata cukup sakit. Sekarang Seokjin ragu Sojung adalah nenek lampir. Mungkin saja gadis itu sebenarnya keturunan Hulk.

"Mbak, mi ayam bakso dua, ya."

"Satunya tambah ceker, Mbak," celetuk Seokjin.

"Nggak usah Mbak, mi ayam bakso aja," koreksi Sojung. "Nggak usah minta aneh-aneh lo, gue yang bayar!"

"Lebihnya gue yang bayar—"

"Ugh, bukan masalah duitnya, gue jijik kalau lihat ceker!" sela Sojung sambil bergidik. Alhasil itu membuat Seokjin mengurungkan niat menambah topping.

"Mbak Sojung!"

Sojung memelotot, kepalanya refleks meneleng untuk melihat ke ambang pintu warung di balik bahu lebar Seokjin, memastikan siapa yang barusan memanggilnya dengan suara terengah.

"Mbak, aku juga mau mi ayam."

Brak!

Jungkook mengempaskan bokong di samping Seokjin, peluh bercucuran dari wajah bocah berseragam pramuka itu. "Mbak, mi ayam bakso satu, es jeruknya satu."

Suara Hati Pak SuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang