"Mbak, bantuin Mama anter ini, ya." Youngeun meletakkan piring berisi bolu ke nampan, berdampingan dengan teko berisi sirup jeruk, lalu menggesernya pada Sojung yang baru saja menandaskan air dingin di gelas.
Sojung memanyun, paling malas kalau disuruh mengantar camilan untuk tamu-tamu ayahnya yang seorang mahasiswa. Rasanya malu kalau harus jadi pusat perhatian meski sesaat
"Jungkook aja."
"Masa Mama harus panggil dia ke sekolah?" Youngeun memelotot sambil berkacak pinggang.
"Emangnya dia belum pulang?"
"Mbak, ini baru jam dua belas, loh!" sahut Youngeun yang mulai habis kesabaran. "Buruan anter!"
Menyesal Sojung keluar kamar, ujung-ujungnya jadi pesuruh sang mama. "Kenapa harus aku, sih? Mama mending suruh aku yang lain aja, aku bakal nurut asal—"
"Di depan ada mahasiswa Papa yang ganteng, loh, Mbak. Badannya tinggi, kayak model, senyumnya manis banget, sopan juga, loh. Siapa tahu jodoh, cobalah caper-caper dikit. Kali aja belum punya pacar dia."
"Is, Mama, aku kan udah punya pacar!" protes Sojung.
"Mama nggak srek, mukanya mirip mantan Mama." Youngeun bersungut-sungut.
Sojung mendesah kasar dan memutar kedua mata.
"Udah, Mbak, sana anter. Calon mantu idaman Mama yang duduk di deket Papa, ya. Jangan lupa disapa, senyumin. Jangan cembe—"
"Iya iya," potong Sojung cepat. Gadis itu terpaksa mengambil nampan dan melangkah malas ke ruang tamu, tempat yang menjadi ruang bimbingan para mahasiswa bersama ayahnya yang seorang dosen.
Begitu jaraknya makin dekat dengan sofa tamu, salah seorang mahasiswa yang sedang bimbingan memberi kode pada teman di sampingnya seraya melirik Sojung. Dari samping, gerak mulutnya terbaca agar temannya yang membelakangi Sojung itu lekas menyambut nampan yang dibawa putri dosen mereka, sementara mahasiswa lain di depannya hanya bergumam senang dengan mata berbinar melihat es jeruk yang menjadi pemuas dahaga di siang yang terik ini.
Begitu orang yang diberi kode menoleh, langkah Sojung sontak terhenti, matanya memelotot dan mulutnya otomatis mengeluarkan bunyi, "Lo?" bersamaan dengan laki-laki jangkung yang telah berdiri berhadapan dengannya.
"Kenapa? Ada apa?" Hyunjae dan mahasiswa lain langsung menoleh ke sumber suara, menyaksikan baik Sojung maupun manusia jangkung di depannya saling tatap seolah tengah adu kekuatan laser yang dipancarkan mata.
"Sowon?" Salah satu yang masih duduk di sofa menceletuk. Sojung refleks menatap padanya dan kembali dibuat membelalak.
"Nama anak saya Sojung," koreksi Hyunjae.
"Eh, iya, Sojung, tapi nama penanya kan Sowon, Pak," sahut laki-laki itu diikuti kikikan. "BTW, Sojung beneran anak Bapak?"
"Ya masa anak tetangga?" jawab Hyunjae.
"Wah ...." Hoseok memandang takjub dan bertepuk tangan pada Sojung yang melangkah kikuk menuju meja tamu, melewati laki-laki yang mendadak jadi batu, untuk meletakkan camilan yang ia bawa.
"Pak, tahu nggak kenapa muka Seokjin bonyok pas bimbingan minggu lalu?" tanya Hoseok tiba-tiba setelah Sojung berbalik badan.
"Hoseok!" Laki-laki jangkung tadi langsung menoleh dan memelotot pada temannya di sofa ujung.
"Kenapa?" sahut Hyunjae seraya memandang penasaran pada anak didiknya. Pasalnya, minggu lalu anak itu memang datang dalam keadaan kening benjol, bibir luka, dan kaki agak pincang, katanya terkilir.
"Berantem sama anak bapak," jawab Hoseok tanpa rasa bersalah.
Kalimat yang hanya terdiri dari empat kata itu berhasil membuat seisi ruangan heboh, ada yang syok, ada yang refleks tertawa, ada juga yang mukanya mendadak jadi semerah udang rebus, berbanding terbalik dengan punggung yang terasa dingin seperti dialiri air es—Sojung dan si pria jangkung, Seokjin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati Pak Su
RomanceMemangnya cuma istri yang punya suara hati? Suami juga punya!