14. Penyesalanku

94 15 13
                                    

Sojung sedang bergelayut manja sambil mengantar pacarnya sampai ke halaman rumah saat Seokjin kembali dari minimarket. Tanpa mengindahkan keberadaan mahasiswa ayahnya, gadis itu langsung berjinjit dan mengecup pipi Taeyong lalu berkata, "Hati-hati, Baby. Jangan ngebut-ngebut, ya. Nanti kalau udah sampai, langsung kabarin. Jangan lupa makan juga. Tadi ditawarin makan dulu malah nggak mau. Nanti kalau kamu sakit gimana?"

Bibir gadis itu mengerucut manja, pura-pura merajuk, membuat Taeyong terkekeh dan mengusap pelan rambut pacarnya, sedangkan Seokjin mengembangkempiskan hidung, ilfeel sekaligus tidak menyangka Sojung yang galak bak gorila bisa bertingkah sok imut.

"Misi!" Seokjin yang tidak tahan melihat adegan mesra itu langsung menginterupsi, meminta supaya dua sejoli yang menghalangi pintu masuk lekas bergeser.

Sojung langsung melirik sinis sambil beringsut, membiarkan Seokjin yang membawa sekantong besar camilan melewatinya.

Sesi bimbingan laki-laki itu dengan ayahnya sudah selesai sejak tiga puluh menit lalu, tetapi karena dia dekat dengan Jungkook yang sedang keranjingan gim, alhasil Seokjin bertahan lebih lama untuk menjadi kawan perang virtual sang adik. Melihat banyaknya camilan yang dibeli, sepertinya mahasiswa semester akhir itu akan bertahan lama di rumahnya.

Usai memastikan Taeyong benar-benar pulang, Sojung berjalan masuk sambil mengurut leher yang masih linu dan sama sekali belum luwes untuk dipakai menoleh.

"Sojung!"

Suara yang barusan memanggilnya itu sangat familier, tetapi tidak dengan apa yang diucapkannya. Memanggil nama Sojung secara jelas adalah hal yang cukup langka dilakukan laki-laki itu.

Sojung melirik sebentar, tetapi tidak membuatnya mau berhenti dan meladeni Seokjin yang tengah mendekat padanya, meninggalkan Jungkook di ruang tengah bersama gim dan camilan di karpet.

"Sojung," katanya lagi, kali ini sambil menahan tangan gadis itu.

"Apa, sih!" Sojung langsung menarik tangannya, tidak sudi dipegang-pegang oleh pelaku yang sudah membuat lehernya encok. Kalau saja bukan Sojung yang memulai perkelahian lebih dulu, gadis itu pasti sudah mengadu pada orang tuanya supaya Seokjin di-blacklist dari daftar tamu. Sayang, mengadukan Seokjin atas pembantingan itu sama saja mengadukan perbuatannya yang berlaku tidak sopan pada tamu sekaligus calon menantu idaman sang ibu.

"Maaf," kata Seokjin seraya menyodorkan koyo yang tadi dibeli saat ke minimarket. "Gue nggak ngira kalau lo bakal sampe—"

"Nggak butuh!" balas Sojung ketus seraya menepis koyo yang disodorkan Seokjin. "Koyo doang mah gue juga ada banyak dibeliin pacar gue!"

"Banyak koyo aja songong!" celetuk Jungkook tanpa mengalihkan pandangan dari karpet. Sojung langsung menatap sinis sang adik, kalau tidak sedang sakit, kepala bocah SMA itu pasti sudah benjol karena ikut campur sembarangan.

"Ya udah, lo mau apa?" kata Seokjin akhirnya. Dia merasa benar-benar tidak enak hati karena membuat Sojung cedera, tetapi dengan baik hatinya, gadis itu tidak mengatakan apa pun pada kedua orang tuanya.

Bagi Seokjin, tindakan Sojung itu mulia karena tampak berusaha menutupi kesalahan fatal yang mungkin akan bisa memicu kemarahan dosen pembimbingnya. Bagi Sojung, yah, itu hanya tindakan menutupi aib sendiri.

Kening Sojung mengernyit, menatap tidak percaya pada Seokjin yang mendadak lunak, bahkan menawarinya ganti sebagai permintaan maaf.

"Lo belum makan malam, kan?" tanya Seokjin lagi. "Bilang aja mau apa, gue beliin asal lo maafin gue. Gue sama sekali nggak maksud bikin lo sampai begini."

"Bang, jangan digituin, nanti gorilanya ngelunjak!" teriak Jungkook. "Mending lo beliin martabak aja buat gue!"

"Diem, deh, Cantelan Panci!" sembur Sojung kesal.

"Iya, nanti gue sekalian beliin martabak," jawab Seokjin tanpa ragu.

"Eh, beneran?" Jungkook langsung menghentikan permainannya dan menatap Seokjin dari balik sofa. "Wah, nggak salah emang Mama jadiin lo menantu idaman. Bang, gue kasihan kalau lo sampai nikah sama mbak gue, tapi gue setuju banget kalau lo jadi abang ipar gue!"

Kalau mata Sojung bisa mengeluarkan laser, kepala Jungkook pasti sudah bolong dan bau sangit. Mulut anak itu benar-benar menyebalkan,bukan hanya bagi Sojung, tetapi juga Seokjin yang tidak suka karena secara tidak langsung didoakan menjadi suami si gadis barbar.

"Sojung."

Seokjin berusaha mengembalikan fokus Sojung, alhasil gadis itu kembali menatapnya, masih dengan ekspresi tidak suka.

"Gimana? Gue serius mau minta maaf. Lo boleh—"

"Beneran apa aja?"

"Iya."

"Hm ...." Sojung mengetuk-ngetuk dagu sambil berpikir.

"Jangan yang susah juga," imbuh Seokjin, takut tiba-tiba Sojung minta dibelikan mobil atau rumah. "Yang wajar dan sekiranya gue mampu."

"Berisik ah!" protes Sojung, "katanya apa aja, jangan plin plan, dong!"

Benar kata Jungkook. Gorila itu jadi melunjak. Seokjin jadi menyesal.

"Lo jadi ojek gue aja selama seminggu, kebetulan Taeyong bakal pergi lomba jadi nggak bisa antar-jemput gue."

"Hah? Kan gue bilangnya beliin—"

"Katanya apa aja!" sembur Sojung. "Gue maunya itu. Jadi ojek selama seminggu, lagian rutenya cuma kampus rumah. Mau nggak? Kalo nggak, gue aduin—"

"Ya udah iya!" kata Seokjin akhirnya. Benar-benar tidak tahu diri gadis di depannya ini, pandai sekali memanfaatkan kesempatan.

"Good, besok kelas gue jam sepuluh. Jemput gue jam setengah sembilan."

Sojung tersenyum lebar lalu menepuk-nepuk pundak Seokjin sebelum kembali melangkah ke kamar sambil bersenandung riang.

"Nyesel kan lo sekarang!" sembur Jungkook pada sang kakak ipar idaman.

17/2/23

Suara Hati Pak SuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang