Cinta Dalam Hati #14

403 9 0
                                    

Hari pertunangan gue sama Dimas akhirnya tiba, satu persatu para undangan mulai berdatangan. Mulai dari teman bokap dan nyokap, juga teman Clara dan Clarisa, dan beberapa orang teman Dimas. Gue kok nggak lihat Denis? Padahal kan jelas-jelas kemarin Denis diundang sama Dimas didepan mata kepala gue. Apa jangan-jangan Denis nggak jadi datang? Dimas dan keluarganya sampai dirumah gue dan acara pertunangan gue pun dimulai.

"Selamat malam para hadirin sekalian, saya ucapkan terimakasih sudah hadir pada malam hari ini diacara pertunangan anak saya Nadya Natasya dengan calon tunangannya Dimas Prasetyo. Untuk mempersingkat waktu langsung saja kita mulai acara ini, Dimas silahkan kamu pakaikan cincin dijari manis Nadya dan Nadya nanti kamu juga pakaikan cincin dijari manis Dimas ya." Ucap Bokap yang buka acara sekaligus memulai acara pertunangan gue sama Dimas.

Waktu cincin itu masuk dijari manis gue, gue ngelihat kalau yang pasangin cincin itu adalah Denis dan dia cium kening gue. Akhirnya gue rasain juga dicium sama Denis, Semua tamu yang datang tepuk tangan lihat gue sama Denis udah resmi tunangan.

"Makasih ya sayang, akhirnya sekarang kita udah resmi tunangan."

"Sama-sama." Jawaban dan suara itu bikin gue sadar kalau gue sebenarnya tunangan sama Dimas bukan Denis. Mata gue tertuju sama satu cowok, diantara tamu yang datang gue lihat ada Denis yang juga ikut tepuk tangan sambil mengacungkan dua jempol untuk pertunangan gue. Ternyata Denis datang, nggak terasa air mata basahi pipi gue dan make up gue jadi luntur. Para tamu undangan ambil makanan yang udah disediain, gue jalan menghampiri Denis yang lagi sendiri.

"Hai, Nad selamat ya. Akhirnya kamu tunangan juga sama Dimas." Ucap Denis sambil ulurin tangannya ke gue.

"Selama ini kamu ke mana?" Tanya gue dengan terima uluran tangan Denis yang ngucapin selamat sama gue.

"Aku nggak ke mana-mana disini-sini aja. Kenapa?"

"Nggak apa-apa cuma tanya aja."

"Terus, kapan ni nikahnya?"

"Secepatnya dong." Jawab Dimas yang tiba-tiba aja udah ada disebelah gue sambil ngerangkul gue.

Perlahan rumah gue mulai terasa sepi karena satu per satu tamu-tamu udah mulai pada pulang, tinggal Dimas dan Denis yang masih ada dirumah gue.

"Sayang, aku sama Denis pulang dulu ya. Besok aku ke sini lagi, untuk ngomongin pernikahan kita."

Ngomongin pernikahan? Secepat itu? Semuanya kan butuh persiapan karena buat gue pernikahan itu sakral dan sekali seumur hidup. Kalau gue cepat-cepat nikah nanti dikira gue hamil duluan.

Tiga hari setelah tunangan Dimas datang ke rumah gue, selama ini gue nggak tahu Dimas ke mana karena nggak ada kabar yang gue terima dari dia.

"Gimana kabar kamu?" Tanya Dimas yang langsung masuk ke rumah gue dan duduk disamping gue.

"Baik, kamu ke mana aja? Kemarin katanya habis acara itu kamu mau datang, kok nggak datang-datang? Baru sekarang datangnya."

"Maaf ya, kemarin aku sibuk banget. Jadi nggak sempat hubungi kamu."

Apa Dimas sesibuk itu sampai dia nggak bisa hubungi gue sama sekali? Biasanya dia telepon gue biarpun itu nggak penting sama sekali.

"Sebagai pemintaan maaf aku sama kamu, aku serahin semua konsep, tanggal, undangan, baju dan lain sebagainya sama kamu. Terserah kamu maunya gimana, sisanya biar aku yang urus."

"Ok, aku pikir dulu semuanya nanti aku kabarin kamu ya."

Dimas nyerahin semua konsepnya sama gue, gue ambil kertas kosong dikertas itu gue gambar konsep undangan dan pernikahan yang ada diotak gue. Dalam gambar itu gue tulis tanggal pernikahan, diluar sadar gue tulis nama gue dan nama Denis dalam desain undangan yang gue buat. Kenapa yang gue tulis nama Denis? Gue kan mau nikah sama Dimas bukan sama Denis. Untung kertasnya belum sampai ke tangan Dimas, nggak kebayang kalau kertas itu udah sampai ditangan Dimas dan dia lihat nama Denis dalam desain undangan yang gue buat.

Hari ini Dimas mau datang ke rumah gue buat ambil semua konsep dan desain undangan yang udah gue buat. Semua konsep yang gue pakai nggak susah, karena gue mau semua yang simple dan nggak pake ribet.

"Ini konsep dan desain undangan yang udah aku buat." Kata gue sambil nyerahin kertas itu sama Dimas.

"Cepat juga kamu buat ini semua, gambar kamu bagus ternyata kamu pintar gambar ya." Kata Dimas pas dia udah terima semuanya dari gue.

"Gimana kalau sekarang kamu temani aku ke percetakkan terus ke wedding organizer?"

Gue pergi ke rumah temannya Dimas yang punya wedding organizer. "Lo pake konsep apa Mas?"

"Gue mau pakai konsep yang udah dibuat sama tunangan gue." Kata Dimas sambil serahin konsep yang udah gue buat sama temannya.

"Simpel. Kapan acarnya?"

"Sesuai dengan tanggal yang tertera dikertas itu."

"Wah bentar lagi dong."

Dimas tersenyum. "Ok deh kalau gitu gue cabut dulu ya, mau cetak undangan."

Gue sama Dimas pergi ke percetakkan undangan, tempatnya nggak terlalu jauh sih dari rumah temannya Dimas. Sampai ditempat itu gue lihat tempatnya asyik banget, orang-orang yang kerja disitu juga nyantai banget nggak ada tekanan. Seorang laki-laki seumuran bokap gue datang nyamperin kami.

"Siang Mas, ada yang bisa dibantu?"

"Kami mau cetak undangan buat pernikahan kami."

"Undangannya mau yang gimana Mas? Kita punya banyak contoh kalau Mas sama mbak mau lihat."

"Kami udah punya desain sendiri." Kata Dimas sambil nyerahin desain undangan yang udah gue buat.

"Acaranya tanggal berapa mas?"

"Tanggalnya seperti yang udah tertera dikertas itu."

"Kira-kira selesainya kapan ya Pak?"

"Satu minggu lagi."

"Ok Pak, kalau gitu kami permisi dulu nanti satu minggu lagi kami ke sini."

Gue sama Dimas pergi ninggalin tempat percetakan undangan tanpa mampir ke sana kemari lagi. Mobil Dimas berhenti didepan rumah gue, gue lihat muka Dimas yang sekilas sama sekali nggak kelihatan capek, tapi gue tahu kalau Dimas sebenarnya udah capek banget dan dia nyembunyiin rasa capeknya dari gue.

"Sayang, aku langsung pulang ya."

"Kamu nggak turun dulu?"

"Nggak deh, aku masih ada urusan lain lagi."

"Urusan apa?"

"Aku mau cari gedung buat acara nikah kita nanti, kan kamu maunya gitu."

"Besok aja deh cari gedungnya sama aku aja, kamu kan udah capek banget hari ini."

"Nggak ada kata capek buat kamu, sayang."

"Ya udah deh kalau gitu hati-hati ya." Gue masuk ke dalam rumah, sejenak merebahkan badan diatas tempat tidur gue yang lumayan empuk.

Cinta Dalam HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang