Waktu istirahat dimanfaatkan dengan berbagai cara. Untuk konteks para Rekan Guru Terkeren, ada yang minum kopi; Pak Dono. Pak Jerry sibuk melanjutkan bacaan buku astronominya. Samuel ... nanti saja. Sedangkan Bu Sonya, begitu dia masuk ruang guru, melompat kecil dan duduk di bangkunya.
Yang namanya Sonya Darwati, tidak dapat duduk diam sedetik pun. Paling tidak tahan dengan keheningan yang meja itu tawarkan.
Maka dia berusaha berkontak mata dan melirik sana-sini. Sampai ....
"Astaga!" Bu Sonya menutup mulutnya dengan kedua tangan.
Kesiapan itu jelas memancing perhatian para RGK. Samuel duluan berujar, "Eh, Bu Sonya. Kagetin."
"Sir Sam!"
Samuel mengunci bibirnya rapat-rapat, menahan kecenderungannya untuk meralat. Pasalnya sudah beberapa kali dia memperbaiki, namun Bu Sonya masih nyaman saja dengan panggilan Sir Sam.
Alhasil Samuel hanya bergumam, "Hmm?"
Jari telunjuk Bu Sonya mengarah ke buku-buku yang tengah Samuel koreksi. Matanya membulat dramatis. "Saya kirain kamu ngapain, kok lama bener koreksi tugas satu murid. Ternyata kamu ... perbaiki kesalahan mereka juga toh?!"
Gelak bingung meluncur dari bibir Sam. Jujur tidak tahu bagaimana bereaksi. Karena apa yang mesti dihebohkan dari caranya mengoreksi?
Bagaimana pun, Samuel mengangguk. "Iya, Bu. Biar mereka bisa belajar dari kesalahan dan bisa menjawab soal ini dengan tepat ke depannya."
Bu Sonya bernapas tidak percaya, yang diikuti dengan kibasan tangan dan gelengan kepala. "Dah, coret-coret, terus kasih nilai aja. Gitu lebih bagus, Sir Sam. Biar mereka yang cari tahu sendiri salahnya di mana, belajar mandiri. Lalu apa lagi yang kamu tuliskan?" Bu Sonya mendekatkan tubuhnya ke arah Samuel, memicingkan mata. "'Yang semangat belajarnya'? Kamu tuliskan ke setiap lembar jawab murid?"
"Sudah, sudah. Nanti dulu koreksinya." Pak Dono meletakkan cangkir kopinya. Seiring dengan gerakannya meraih sesuatu, mata tua itu tahu-tahu berbinar. "Sekarang cabut undi dulu yuk!"
"Undi apaan?" Lepas sudah fokus Bu Sonya dari Samuel. Dia bergegas memelototi gulungan kertas kecil di meja Pak Dono. "Undian berhadiah ya?"
Pak Dono membuat gerakan mengusir. "Kamu gak usah ikutan."
"Hah? Kok gitu sih, Pak?!
"Karena kamu wali kelas, Bu Sonyaaa. Ini buat kami-kami yang bukan wali kelas aja."
"Ooh ...." Bu Sonya mulai mengaitkan hal. "Buat retret kelas 12 toh."
Samuel, di sisi lain meletakkan pulpennya. Menggosok tangannya bersemangat. "Semoga undian ini, hadiahnya 5 milyar."
"Ya kaliii!" seru Bu Sonya sambil menoyor Samuel jenaka. "Halu!"
"Ya gak mungkin juga saya harap dapat lego, 'kan?" kilah Samuel.
Pak Dono tertawa renyah. "Tapi semakin kita besar, yang kita mau menjadi lebih sempit ya. Kalo pas kecil maunya boneka dan mobil-mobilan. Sekarang : uang."
Bu Sonya manggut-manggut, sedang Samuel mengerutkan kening. "Kok kelam?"
"Dah, ambil. Sam dulu."
Para RGK memelototi Samuel yang memilih satu gulungan.
Lantas Samuel memamerkan kertasnya dengan senyum bangga. "1A. Memang saya itu nomor 1 dalam segala hal."
"Idih!"
Giliran Pak Jerry.
"Saya juga 1A." Pak Jerry ikut menunjukkan kertasnya, yang membuat kepala Samuel kembali ditoyor oleh Bu Sonya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Standing Still
RomanceHal terakhir yang diinginkan Samuel Zhang, yaitu: dekat dengan orang pesimis dan pemurung. Namun, demi menjalankan tugasnya sebagai guru yang perhatian-dan tekanan lainnya, dia pun harus mentransformasi si murid terkelam, April Lisie agar menjadi le...