Chapter 27

15 2 0
                                    

Playlist: Relieved Happiness by Zyarie Music OAC

***

"Guru sialan." Sinar marah terpancar dari Urijah Sie, saat panggilan teleponnya ditolak. "Bangsat. Entah sudah diapakan, cewek itu."

"Memang kenapa, Sayang?" tanya Karina tidak mengerti. Wajar, separuh fokusnya sedang dalam pengolesan jari kukunya.

"Kenapa tanyamu? Sepuluh hari lagi, aku ada janji pertemuan dengan gubernur. Hari Minggu. Kita sekeluarga lengkap harus muncul."

Karina mengedikkan bahu. "Bilang saja anak itu sedang keluar kota. Atau apalah."

"Kalau aku bilang dia harus ada, ya harus ada," pungkas Urijah tidak senang. "Kalau dipikir-pikir, ini semua gara2 kamu."

"Gara-gara aku?! I'm doing you a favour, Honey. Dia udah nyakitin kamu dan---"

"Dan aku tidak pernah meminta kamu buat melakukan apa-apa. I can handle her by myself." Urijah menggelengkan kepala dan berdecak. "Apa semua perempuan semenyebalkan ini?"

"Jadi aku salah? Lagi?!" Pekikkan Karina bergaung di ruang kerja yang senyap itu. "Semua hal aja kamu salahin aku, dasar mysogynist sialan!"

"Jangan berisik. Selesaikan saja masalahmu." Urijah meminum secangkir kopinya, sebelum dia memerintahkan, "Pilihkan dia gaun dan seret dia kembali, saat hari pentingku datang."

Napas Karina berburu, akibat kekesalannya. Ia lantas berdiri, melenggang keluar, dan tak lupa membanting pintu keras.

***

Entah Samuel yang terbias atau sejak awal ia menginjak kelas satu ini, ada yang berbeda.

Kelas yang teramat ribut. Kelas lain memang ada kasus ini juga. Namun yang satu ini, keributannya terdengar seperti teriakkan toa.

Sudahlah. Tetap harus dijalani juga. Tetap harus mengajar. "Good noon."

Kelas itu belum siap. Masing-masing individu masih sibuk sendiri. Berbincang dengan teman sebelah, tenggelam dalam pencetan gawai, makan ini-itu, bahkan saling melempar pesawat. Layaknya bocah SD.

Samuel mengetuk papan tulis beberapa kali. "Attention!"

Oke, setidaknya mereka mulai menatapnya. "Sudah bisa mulai pembelajarannya?"

Perlahan tapi pasti, murid kelas tersebut meraup kesadaran. Tahu diri. Suara-suara yang bergaung dengan keras pun, memelan.

"Duduk yang benar dulu. Lalu kumpulin PR-nya."

Dari antara dua permintaan Samuel, hanya pertama yang terealisasikan. Duduk dengan benar. Menyangkut mengumpulkan PR, hanya segelintir orang yang maju untuk meletakkan buku tugasnya.

"Cuma 12 dari 37 orang yang kumpul. Bisa jelaskan?"

"Kami belum kerjakan, Sir."

"Kenapa belum?"

Tidak ada balasan, namun tidak ada juga gurat bersalah.

"Bahas bareng aja lah, Sir~"

"Bahas, bahas, bahas!"

"Diam dulu. Daniel, bisa berhenti dulu makannya?" Sedari tadi, Samuel salah fokus dengan suara makan Daniel yang nyaring. Krauk-krauk-krauk itu amat menjengkelkan.

Daniel berhenti makan. Sebagai gantinya, ia menyeruput minuman bobanya keras-keras dan ber'ah' ria.

Cukup. Kesabaran Samuel menipis. "Jangan minum juga!"

"Kan Sir yang bilang boleh makan minum."

Satu kalimat itu membuat Samuel tersudutkan.

Ia masih ingat, membuat peraturan boleh makan-minum. Niat baiknya agar muridnya senyaman mungkin dalam KBM. Kalau Samuel bisa balik ke waktu itu, ia akan memaki diri sendiri 'berpikiran terlalu sempit'. Karena keputusan ini toh, disalahgunakan. 

Samuel mengepalkan tangannya. Lihat, tidak ada rasa hormat lagi. Sedikit pun tidak ada. PR mudah berisi 10 soal saja tidak mereka selesaikan. Asyik makan-minum. Asyik berbincang. Harga dirinya sebagai guru dianggap sebelah mata.

Dan Samuel tidak terima akan itu. "Mulai sekarang, saya cabut kebolehan dalam makan-minum. Tidak boleh barang sebulir atau secuil nasi pun."

"Yahhh, tapi Sir ...."

"Daniel, gara-gara kamu sih!"

Samuel beralih ke meja guru. Melihat nama-nama murid yang kumpul tugas, lantas mencatat sesuatu. 

"Alex."

"Saya, Sir!"

"Keluar."

"A---apa?"

Mata Samuel mendatar. "Kamu tidak kerja tugas, 'kan? Sebagai hukumannya, keluar sekarang. Dilarang ikut pelajaran hari ini."

Mencium aura keseriusan dan bibit-bibit killer dari Samuel, sekelas menghening. Yang tersisa cuma bisikkan, "Untung aja, aku kerja tugasnya," dari sekian persen murid.

"Nama-nama yang saya sebutkan, keluar semua." Samuel mengangkat buku presensi. "Anna Olivia Deana. April Lis---"

Samuel tertegun. "Lisie?"

Buku presensi ia turunkan untuk melirik Lisie. Di saat bersamaan, Lisie yang juga sedang meliriknya, mengerjap.

Dari satu kerjapan itu, Samuel teringat. Bibirnya terbuka tipis.

Sial. Ia kemarin meminjam buku tugas Lisie. Samuel melihat bahwa Lisie sudah selesai mengerjakan, tapi buku itu masih ada di meja kamarnya.

Dan bagaimana dia bisa menjelaskan ini ke kelas?

"Kok sampai Lisie terdiam, Sir? Lisie gak mungkin ya, gak kerja?"

"Jangan-jangan rumor itu benar," gumam yang lain.

"Gak boleh main anak kesayangan atau 'pacar kesayangan' lho, Sir. Harus a---"

Kejulidan siswa itu terpotong karena sebuah aksi. Lisie, yang berjalan lurus keluar dari ruangan. Melewati Samuel.

"---dil."

Melihat keberanian Lisie, siswa-siswi yang turut dipanggil membuntuti keluar. Mumpung ada kawan.

Samuel terdiam beberapa saat. Ia membenarkan kerah kemejanya, lalu berpaling. "Sudah. Berikutnya ...."

***

Somehow aku rada ketriggered dengan chapter ini, but all is well.

Menulis angst Lisie-diusir-keluar ini teruntuk inner child aku, believe me or not. Gegara pernah lihat satu film China tentang guru-murid jua. Jadinya craving bgt dia, sm scene ini---sampe sering kepikiran sebelum tidur upss. Inner child, sekarang udah puas?

___

Senin, 16 Januari 2023
12.27






Standing StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang