Chapter 34

15 3 1
                                    

Playlist : 至少还有你 by Sandy Lam

I fear the time goes too fast, that I can't watch you enough
I fear the time goes too slow, that I may lose you in the next second

***

Samuel awalnya tidak tahu apa yang janggal. Tapi ia sadar, mengapa rasanya tidak ada orang yang dapat diajak berbincang santai ataupun berdiskusi topik berat lagi. Tidak ada yang benar-benar menyemangatinya saat dia terpuruk, karena 'ribuan' temannya tidak benar-benar ada. Tidak ada yang diajak bercanda gurau, berjalan-jalan, dan makan bareng.

Sangat sering dia kebingungan, mengapa dia tidak perlu mengingatkan 'seseorang' untuk makan. Porsi makanan yang dia masak kerap berlebih, dan berujung masuk kulkas. Atau dia yang terkadang berbicara sendiri saking kehilangannya.

Menoleh ke kiri-kanan, tidak ada siapa pun. Menoleh ke depan, hanya ada waktu yang terbentang dengan panjang.

Tidak ada Lisie. Tiada pelipur laranya lagi. 

Hanya sejenak Samuel mengakui itu. Matanya kembali meredup.

Lalu kenapa kalau tidak ada Lisie? Bukankah lebih bagus, tidak ada yang merebut waktunya lagi? Bukankah menghemat uang dan energi? Bukankah bagus, kehilangan satu benalu?

Yang penting, Samuel's doing fine. Dia janji.

***

"Makasih, Sir! Udah temani piket hari ini, padahal bukan jadwal Sir juga."

"Bukan masalah." Samuel menepuk bahu rekannya sejenak. "Sekarang saya pulang dulu ya, Pak."

"Hati-hati, Sir!"

Pergilah Samuel, melintasi koridor yang sepi dan panjang itu. Langkahnya tidak tergesa seperti biasanya, melainkan pelan. Seakan menanti sesuatu. Dan ketika sampai di ujung, ia berhenti melangkah. "Berhenti ikuti aku."

Seperti dugaan, ada suara menyusul setelahnya. "Kita perlu bicara."

"Tidak mau," ucap Samuel datar. Kakinya kembali berderap.

Lisie melompat, menyusul agar dapat berada di samping Samuel. Berhubung itu mustahil (langkah Samuel terlalu cepat), Lisie segera mengutarakan niatnya, "Aku minta maaf atas apapun yang keluargaku lakukan."

"Tidak berguna." Samuel enggan berbalik, dan tetap pada pandangannya. Lurus. Seiring dengan sepasang mata yang menggelap.

Minta maaf itu tidak berhasil membangkitkan orang yg meninggal. Tidak membuat Samuel memiliki masa kecil yang normal. Tidak mengembalikan figur ayah yang mengayomi.

Tapi dia tidak salah. Lisie tidak bersalah atas kesalahan orang tua.

Diam.

Lisie tidak salah.
Lisie tidak salah.
Lisie tidak salah.

"Bisakah kamu beri aku clue?" tanya Lisie, dengan nada frustrasi yang kentara.

Lisie tidak---

"Diam!" teriak marah Samuel kepada Lisie. Tidak mampu lagi menahan semua bisikkan di hati. "Kamu beruntung aku tidak mempermasalahkan ini lebih lanjut. Yang harus kamu lakukan hanya pergi dari hadapanku, cukup mudah 'kan?"

Standing StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang