Chapter 26

19 4 0
                                    

"Kadang ya, sukses itu berkat power of kepepet." Pak Dono bercerita di depan kelas. "Kayak cerita itu, lho, bakar kapal sebagai taktik perang. Jadi antara menang atau mati, dan siapa sih yang mau mati?"

Secara mengejutkan, suara kecil Lisie tidak lagi menjawab, "Saya".

"Tokoh sejarah itu siapa namanya?"

Napoleon, jawab Lisie dalam hati. Pasti ada yang tahu kan? Ah, biar mereka jawab aja.

Hanya saja, kenyataan dari kelas itu;

Krik, krik ....

Murid-murid memandang satu sama lain bingung.

"Lah, malah hening. Tokoh sejarah yang terkenal itu, lho. Kelas 12 IPA 1! Kalian lulus SD, nyogok ya?"

Teriakkan itu tidak mengubah keheningan. Tidak secara ajaib membuat para murid mengetahui jawabannya.

Angkat tangan, angkat tangan! minta batin terdalam Lisie. Kamu kan tahu, jawabannya.

Tapi aku takut. Lisie menggenggam tangan kanannya yang sedikit bergetar. Aku gak pernah angkat tangan sebelumnya.

Tentu. Tapi ingat saja, there's nothing to lose.

Fine. Sisi malaikatnya menang.

"Ayo, Lisie!" Pak Dono berbinar senang. "Akhirnya kamu bisa bicara."

Ya, berkat misi yang Bapak berikan ke Samuel. "Napoleon Bonaparte, Pak."

"Bener sekali! Diam-diam pintar juga kamu. Tuh kelas, dengar. Napoleon."

Setelah itu, Pak Dono melanjutkan materinya. Hanya Lisie belum bisa move on. Masih dalam efek terpesona.

Apa begini, perasaan didengarkan dan opini pribadi yang tersampaikan? Coz it feels so good.

Lisie tergelak tanpa suara. Jadi ini, yang selama ini Samuel gembar-gemborkan.

***

Harris meletakkan nampan makanan di depan meja. Sepasang matanya sudah siap mengungkit satu hal ini. "On what earth, seorang April Lisie angkat tangan pas ditanya? On what earth?!"

"Planet earth," balas Lisie tidak acuh. Sekarang, prioritasnya semangkok bakso yang tengah mengepul ini.

"I'm serious, kamu kesambet apa sih? Ketimpa pohon mangga? Kejatuhan buah kelapa? Kepentok tiang listrik? Apa?!"

Lisie mengangkat bahu. "Pengin coba hal baru aja."

Tidak ada angin, tidak ada hujan, Eve ikut nimbrung.

Ya, Eve mengata-ngatai dan mengajak Lisie kelahi. Everrine yang itu.

"Hi, guys!" Eve duduk tepat di samping Lisie. "Asyik ngobrolin apa nih, ikut dong."

Lisie melayangkan pandang sejenak, sebelum matanya mendatar.

Sedangkan Harris, tidak kalah bingungnya. Tentu aja ia telah tahu perihal perkelahian mereka tempo hari. Memar di tubuh Lisie dan mata bengkak Eve menjelaskan semuanya.

Pertanyaannya, apa mereka sudah berdamai?

"Yuk, Harris, pindah bangku. Di sini ada setan."

Oh. Harris mengikuti dengan linglung. Berarti belum.

Selesai pindah bangku pun, Eve masih ikut. Selayaknya dia turut diajak. Ia masih berceloteh panjang lebar, tentang followers-nya yang menyusut, rambutnya yang kusut, dan ... God knows what.

Standing StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang