0.3

1.1K 117 5
                                    

Terik matahari menyinari kantin mahasiswa yang terletak di sebelah timur kampus itu, yang saat jam makan siang benar-benar mirip seperti arena perang.

Di tengah arena perang itu tampak Park Renjun, seorang ahli nutrisi yang sedang tersenyum ramah.

Tugasnya adalah mengatur porsi dan menu makanan agar nutrisinya seimbang untuk mahasiswa dan membuat laporan membosankan yang diminta oleh kantor administrasi. Namun, ia juga tidak menolak jika diminta untuk membantu menyendokkan nasi atau mengatur barisan antrean saat kantin benar-benar sedang penuh.

"Ibu Kim, tahunya sudah hampir habis."

Sebelah tangan Renjun memegang sendok nasi, sementara tangan lainnya memegang penjepit untuk mengambil paha ayam. Sambil tetap memasang senyum di wajahnya, ia kembali mengisi piring-piring lauk yang hampir kosong.

Seorang ajumma berbadan tegap yang tadi ia panggil Ibu Kim itu segera datang membawa nampan baru penuh dengan piring-piring kecil berisi tau. Sementara ajumma itu mengganti nampan yang kosong, Renjun menghentikan sejenak antrean mahasiswa yang membawa nampan mereka.

Lalu, selama beberapa detik ia menatap wajah kelaparan mahasiswa-mahasiswa yang sebaya dengan adiknya itu dengan kagum. Cantik-cantik sekali.

Para mahasiswa baru ini terlihat seperti anak-anak kecil yang akan pergi piknik untuk menikmati cahaya matahari musim semi. Anak kecil yang ceria dan tidak sabar menantikan perjalanan mereka.

"Eonni, tambahkan sedikit lagi, dong."

"Bibi, minta paha ayam yang besar ya."

"Aku Guanlin dari fakultas ekonomi. Aku mencintaimu. Mau tidak menjadi pacarku?"

Mahasiswa kelas atas yang sedang diet, mahasiswa yang baru kembali masuk kampus dengan selera makan yang tinggi, lalu mahasiswa baru yang mash terlihat polos. Tetapi, tunggu, apa katanya barusan?

Renjun bisa saja menambahkan nasi sedikit lebih banyak atau memberikan satu paha ayam ekstra.

Tetapi... apa?! Kenapa anak itu tiba-tiba berkata ngaco seperti itu?

Renjun yang hendak menyendok nasi lantas menatap mahasiswa yang berdiri di hadapannya. Melihat wajahnya yang masih sangat muda, sepertinya ia bukan mahasiswa lama. Atau jangan-jangan, mahasiswa baru?

Mendengar pengakuan cinta yang lantang di tengah-tengah kantin itu, semua mahasiswa yang sedang menunggu antrean langsung memperhatikan Renjun yang mengenakan celemek putih dengan membawa sendok nasi dan penjepit paha ayam di tiap-tiap tangannya.

Sementara, ajumma-ajumma lain yang sedang menyendokkan sup berusaha menahan tawa. Wajah wanita ahli nutrisi yang sejak tahun lalu mulai bekerja di kantin ini memang terlihat relatif muda dibandingkan dengan pegawai yang lain.

la sering membantu menyendokkan nasi dan biasanya tidak ada yang memperhatikannya secara khusus, namun kadang-kadang ia mengalami hal yang tidak terduga seperti ini. Saat hari Valentine, ia pernah mendapat cokelat yang diberikan oleh seorang mahasiswa dengan malu-malu.

Tetapi kalau terang-terangan seperti ini, ia cukup panik juga menghadapinya. Namun, seolah tidak peduli dengan dirinya yang panik, kejadian ini malah menjadi tontonan bagi para mahasiswa yang mengantre sambil kelelahan dan kelaparan.

"Lebih baik katakan saja terus terang kalau kau mau paha ayam ekstra."

"Aku bisa membeli ayam sendiri. Aku akan lebih berterima kasih kalau kau memberikan hatimu."

"Kalau kau seperti itu terus, tidak akan kuberi paha ayam atau apa pun untukmu. Orang-orang di belakang semakin lama menunggu gara-gara kau."

Tangan kanan Renjun menyendokkan nasi dan tangan kirinya meletakkan satu paha ayam di nampan makanan putih itu lalu ia berkata dengan tegas "berikutnya!".

How to get a wife (Noren Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang