1.0

894 106 1
                                    

"Aku serius. Aku mohon, jangan mengucapkan sepatah kata pun. Jangan mempermalukan dirimu sendiri dengan ucapan yang tidak perlu."

Mendengar permintaannya yang tidak masuk akal itu, Renjun memandangnya dengan kesal. Sementara itu, Jeno terlihat tidak peduli dengan reaksi Renjun.

Ada sesuatu yang memang menjadi bakat sejak lahir dan ada juga sesuatu yang tidak bisa disembunyikan. Meskipun Renjun sudah dibungkus dengan gaun dan make up yang mewah, Jeno tidak berani berharap Renjun bisa bersikap dengan mewah seperti Karina.

Namun, sebagai gantinya, Renjun memiliki keberanian dan ketegaran yang bahkan sulit dikalahkan oleh Jeno. Harga dirinya yang tidak bisa diremehkan di dunia ini. Satu hal itu saja cukup untuk membuatnya bertahan di situasi ini. Mudah-mudahan.

"Baiklah, kalau kau memohon padaku."

"Aku mohon."

Huh, baiklah. Pasti sebenarnya ia malu padaku kan?

Renjun berdecak melihat wajah Jeno yang semakin tegang dan memperingatkannya dengan nada dingin.

Bukan kau saja yang malu padaku, aku juga sama sekali tidak bangga dengan sifatmu yang seperti itu.

Sebelum Jeno sempat mengucapkan apa-apa lagi pada Renjun, tiba-tiba ibu tirinya dan para bibinya menghampiri mereka. Merasakan tangan yang memeluk pinggang Renjun semakin kuat, Renjun bergantian menatap Jeno dan wanita yang datang menghampiri mereka.

Seorang wanita separuh baya menatap Renjun dengan tajam. Ia terlihat cantik namun dingin. Gaunnya yang berwarna perak terlihat mewah namun terasa kaku.

"Jadi, ini kekasihmu?"

"Ini ibuku. Dan ini bibi-bibiku. Cepat beri salam."

Jeno memperkenalkan keluarganya secara singkat dan sebelum Renjun sempat membuka mulutnya mengucapkan salam, salah seorang bibinya kembali mengkritiknya.

"Masa perempuan seperti ini bisa menjadi pacarmu?"

"Lama-lama kau mirip sekali dengan ayahmu, tidak tahu aturan."

Renjun berdiri dalam diam sementara penilaian para bibi Jeno semakin tajam. Meskipun Jeno tidak melarangnya berkata sepatah kata pun, sepertinya ia juga memang tidak akan memiliki kesempatan untuk membuka mulutnya. Seperti kata Jeno tadi, Renjun benar-benar diserang dengan tatapan dingin dan komentar tajam mereka.

"Keluarganya kerja apa?"

"Tidak perlu tahu."

Jeno menyahut singkat mendengar pertanyaan Ten yang sejak tadi memperhatikan Renjun sambil menyembunyikan senyum puasnya.

Identitas Renjun yang sesungguhnya mungkin memang bisa terbongkar dalam sekejap. Namun, orang-orang itu belum mengetahui keberanian yang tersembunyi dalam diri Renjun. Senjata rahasia. Pasti Renjun yang akan menang dalam pertarungan ini.

"Aku tidak bertanya padamu. Lalu, kau tidak punya mulut ya?"

"Kau tidak tahu bagaimana cara mengucapkan salam? Masa kau hanya mengangguk-angguk seperti itu di depan orang tua."

Kali ini, bibi-bibi yang lain kembali mengkritik Renjun yang hanya tersenyum menanggapinya.

Berdasarkan pengalamannya terjun di masyarakat sosial selama ini, Renjun tahu betul bahwa senyuman merupakan bentuk ucapan salam yang paling baik saat lawan bicaranya tidak memberinya kesempatan untuk berbicara.

Para bibi yang selalu memotong pembicaraan setiap Renjun hendak berkata sesuatu itu beberapa saat kemudian pergi meninggalkan mereka. Benar-benar sebuah sikap yang kasar dan tidak menghargai orang lain.

How to get a wife (Noren Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang