0.5

1K 114 4
                                    

"Berapa umurmu?"

Meskipun hatinya geram, Renjun berusaha untuk tetap bertanya dengan sopan, seperti nasihat orangtuanya yang menyuruhnya untuk tetap ramah terhadap orang yang tidak dikenal.

Sebenarnya tidak terlalu penting mengetahui umur lelaki yang telah melakukan perbuatan gila itu. Namun, ia benar-benar tidak habis pikir bagaimana orang ini bisa melakukan hal seperti ini.

"Tiga puluh tiga."

Begitu rupanya, 33 tahun. Bahkan umurnya 13 tahun lebih tua dari adiknya. Renjun semakin emosi mengingat ia menginginkan adiknya bukan karena cinta, tetapi karena adiknya itu masih muda dan cantik.

"Benar-benar. Bahkan beda umurnya saja 13 tahun. Meskipun wanitanya cantik, masa iya kau sampai berbuat seperti ini? Sampai berbuat memalukan seperti ini. Kau ini cabul ya?"

"Cabul? Aku tidak pernah dipanggil seperti itu sebelumnya. Lagi pula, adikmu itu lulus sampai tahap terakhir. Benar-benar sesuai dengan seleraku."

"Apa?"

Mark sempat berdeham pelan mendengar jawaban Jeno, namun Renjun yang emosi dan amarahnya semakin memuncak sepertinya tidak mendengarnya.

Renjun memandang lelaki yang kelihatannya gila itu dengan tatapan mengerikan. Renjun rasanya hampir gila saat menyadari bahwa orang yang memasang iklan konyol ini ternyata masih bisa mengenali mana perempuan yang cantik dan tidak.

"Kau gila ya. Sudahlah. Awas saja kalau kau berani menghubungi adikku lagi. Akan kulaporkan ke polisi."

"Dengan tuduhan apa?"

"Cabul dan penguntit."

Mendengar tuduhan yang tidak masuk akal itu, Mark kembali terbatuk pelan namun Jeno mengabaikannya dan fokus pada orang yang ada di hadapannya itu.

"Kalau aku merayu adikmu, sepertinya ia akan menurut padaku."

Jeno tentu saja tahu pasti mengenai wanita-wanita seperti itu. Namun, Renjun yang membuat Haechan semakin terekspos itu terpaksa menahan kata makian yang hampir keluar dari mulutnya.

Dia benar-benar kurang ajar. Haechan, kau sadar tidak dengan apa yang kau perbuat?

"Kau mengancamku?"

"Tidak, hanya mengatakan yang sebenarnya saja. Dua puluh tahun itu bukan anak-anak lagi."

Dua belas tahun. Saat itu seorang pengacara membawanya ke Korea dan setelah melakukan pemeriksaan gen berkali-kali, barulah ia diakui sebagai anak. Lalu, 20 tahun. Untuk menjadi calon penerus Dream Group, ia harus melalui serangkaian tes yang sangat ketat. Dan saat itu,
ia sudah menjadi orang dewasa. Namun, ia tidak punya alasan untuk menceritakan masa lalunya pada orang yang sangat ingin menjaga adiknya ini. Toh hubungan mereka juga tidak dekat.

"Tentu saja termasuk anak-anak bagi pria berumur 33 tahun."

Jeno sama sekali tidak terlihat gentar meskipun Renjun menatapnya tajam. Tidak heran juga. Kalau ia masih memiliki perasaan atau rasa malu, ia tidak mungkin memasang iklan seperti itu.

"Berarti lebih mudah bagiku untuk merayunya."

"Tidak akan. Adikku itu bukan orang bodoh."

"Berani bertaruh?"

Wajahnya terlihat penuh percaya diri, sementara Renjun terlihat semakin tegang. Kini masalahnya bertambah serius dari sebelumnya.

Taruhan? Apa dia pikir aku mau bertaruh mengenai adikku sendiri, batin Renjun. Sebenarnya pikiran-pikiran aneh apa lagi yang memenuhi otaknya?

How to get a wife (Noren Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang