Begitu Jeno tiba di pusat pelatihan elektronik Dream Group, para karyawan yang menunggu kedatangannya langsung membungkuk hormat. Setiap orang di sana langsung menyingkir memberinya jalan dan pintu lift pun langsung terbuka seolah sudah menunggunya sejak tadi.
Seperti biasa, orang-orang masih merasa segan dan takut padanya.
Kalau seperti ini caranya, aku jadi merasa mempunyai tanduk setan di kepalaku, pikir Jeno.
Meskipun ia sudah terbiasa dengan hal ini, hari ini ia merasa terlalu diperlakukan seperti monster atau sejenisnya.
Ia hanya mengangguk singkat menanggapi salam hormat yang diberikan oleh para karyawan yang tidak berani menatap matanya dan membuka pintu ruang rapat tempat Mark sudah menunggunya.
Di atas meja rapat yang lebar itu terletak beberapa folder penuh berisi kertas putih yang disusun dengan rapi. Rasanya ia tidak pernah meminta dokumen itu dan ia bahkan tidak tahu dokumen apa itu. Kunjungannya ke tempat itu pun hanya karena panggilan Mark semata dan tidak ada di dalam agendanya.
"Apa ini?"
"CV dari para wanita yang ingin menjadi istrimu. Wawancaranya hari ini. Jadi, bagaimana?"
Mark bertanya sambil melirik ke tumpukan dokumen itu dengan wajah semangat. Hebat juga minat orang-orang terhadap iklan istri kontrak itu.
"Padahal iklan itu hanya dipasang satu hari, tapi yang mendaftar sudah puluhan ribu orang seperti ini. Di antara puluhan ribu itu, yang berhasil lulus persyaratan saja hampir 1.000 orang."
"Bagaimana apanya?"
"Kan kau yang mulai menyebarkan iklan ini. Jadi, kau juga yang harus bertanggung jawab. Aku pun jelas tidak bisa tidak terlibat dalam pemilihan pacar, atau calon istrimu ini."
Mark menyodorkan dokumen-dokumen it dengan tidak sabar kepada Jeno yang mengerutkan dahinya.
"Terserah kau saja. Toh di antara orang-orang ini pasti tidak ada juga orang yang waras. Aku tidak peduli."
"Jadi, standar utamamu apa? Penampilan? Pendidikan? Atau random saja?"
"Sudahlah, aku pusing. Apa gunanya penampilan atau pendidikan dari perempuan yang mau mengirim CV dari klan seperti itu?"
Jeno mendorong kotak berisi dokumen yang telah disusun rapi di atas meja hingga terjatuh ke lantai. Terdengar suara berdebam yang cukup keras dan seketika kertas-kertas it berserakan berantakan di lantai.
"Singkirkan saja yang di bawah itu. Pilih saja salah satu dari yang tersisa."
Tadinya ia ingin menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin, namun rupanya terlalu banyak wanita yang sudah gila di dunia ini. Padahal tadinya ia hanya perlu menunjukkan kalau ia sudah memiliki kekasih dan akan menikah. Sebenarnya bukan hal yang sulit.
Namun rupanya, hal ini juga bukan hal yang mudah. Mencari orang yang bisa dijadikan istri sementara, yang bisa diajak berkompromi untuk berpura-pura saling jatuh cinta, dan mudah untuk diajak berpisah nantinya ternyata tidak mudah. Yang pasti, ia paling tidak suka dengan wanita yang hanya mengincar status nyonya dari Dream Group.
"Hah. Sepertinya aku ini sudah sama gilanya denganmu."
"Sudahlah, jangan banyak mengeluh. Aku tahu kau senang mengerjakan hal ini."
Jeno yang tahu pasti ada nada senang dalam gerutuan Mark itu menyahut dengan ketus.
"Yah, lumayan. Rasanya seperti menyaksikan pemilihan supermodel secara langsung. Reality show."
Mark yang mengangguk-angguk menyetujui ucapan Jeno itu terkikik pelan sambil merapikan kembali kertas-kertas yang berserakan di lantai. Toh masalahnya sudah terlanjur seperti ini, ia benar-benar ingin mencarikan wanita yang baik untuk Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to get a wife (Noren Ver.)
Fiksi PenggemarDunia sepertinya sudah semakin gila ketika aku melihat iklan untuk mencari 'istri kontrak' yang terpasang di koran hari itu. Apalagi, adikku sendiri yang baru berumur 20 tahun, yang memiliki perbedaan umur lebih dari 12 tahun dengan lelaki itu. Bena...