Jeno pada dasarnya memang tidak bisa tertidur sampai pulas. Apalagi di tengah lingkungan yang asing dan tidak nyaman seperti ini.
Belum lagi, anak lelaki di sebelahnya yang menendangnya semalaman. Akibatnya, Jeno bangun lebih awal dari biasanya dan langsung membuka laptopnya untuk memberi instruksi melalui laptopnya.
Sambil mendengar suara-suara yang asing di sekitarnya, Jeno memberi instruksi dengan kasar dan kesal sampai lawan bicaranya di laptop sepertinya ingin memutuskan pembicaraan tersebut.
Suara gemerincing, suara tawa anak kecil yang menjerit-jerit, dan suara tawa Haechan yang terbahak-bahak seolah menyatu dan membuat Jeno yang kurang tidur itu merasa kesal.
Tidak lama kemudian, Jisung pun terbangun dan tersenyum padanya sambil mengucek matanya. Lalu, seolah merasa terancam melihat Jeno yang tampak lebih dingin daripada kemarin, ia segera keluar dari kamar diam-diam.
Jeno akhirnya menutup laptop, menyimpan portable hard disk-nya dan menekan-nekan kedua matanya yang sangat kelelahan. Hari ini sepertinya akan lebih panjang daripada kemarin.
"Kau bisa tidur semalam?"
"Tidak."
Begitu Jeno keluar kamar, Renjun menyapanya sambil mengenakan celemek dan memakai sarung tangan plastik bening. Jeno menyahutnya dengan ketus dan mulai berjalan mencari kamar mandi di rumah yang kecil ini.
"Tidak bisa sekarang. Tadi Jisung sudah masuk duluan."
"Lalu, aku bagaimana?"
"Ya kau harus menunggu."
Renjun menyahut dengan mengeryitkan dahinya.
Jeno memejamkan matanya dengan frustrasi. Tidak percaya dengan kenyataan bahwa ia harus menunggu orang lain jika ingin menggunakan kamar mandi di saat yang mendesak seperti ini.
"Sepertinya kau tidak tahan ya? Tapi Jisung biasanya baru keluar setelah selesai membaca satu buku di dalam sana."
Haechan tersenyum ceria padanya, namun Jeno sama sekali tidak ingin tersenyum saat ini. Membaca satu buku di kamar mandi?
"Jisung, cepat baca bukunya dan keluar dalam sepuluh menit ya!"
"Tiga menit!"
"Tiga menit!"
Jeno semakin pucat mendengar kata sepuluh menit yang dilontarkan Renjun sehingga buru-buru meralat ucapannya. Namun, dari dalam kamar mandi itu tidak terdengar suara apa pun.
Kalau sudah seperti ini, keinginan Jeno untuk ke kamar mandi sepertinya semakin tidak tertahankan.
"Kalau memang tidak tahan, mau kuberi pispot?"
"Pispot?"
Melihat wajah Jeno yang terlihat tidak tahan lagi, akhirnya Renjun memberi saran padanya yang membuat mata Jeno mendelik mendengar kata yang asing itu.
"Semacam toilet kecil."
"Tidak usah. Tapi di rumah ini ada benda seperti itu?"
Jeno menggertakkan giginya dan menggelengkan kepalanya. Pispot? Semacam toilet kecil? la tidak bisa membayangkan seperti apa bentuknya.
"Tidak."
Renjun tersenyum lega karena Jeno menolak benda tersebut, namun Jeno sama sekali tidak ingin membalas senyumannya itu.
Suasana pagi di rumah itu benar-benar kacau. Harus berebutan memakai kamar mandi yang hanya ada satu sangatlah tidak nyaman.
Langit-langit rendah yang seolah akan membentur kepala itu juga membuat Jeno merasa tidak tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to get a wife (Noren Ver.)
FanfictionDunia sepertinya sudah semakin gila ketika aku melihat iklan untuk mencari 'istri kontrak' yang terpasang di koran hari itu. Apalagi, adikku sendiri yang baru berumur 20 tahun, yang memiliki perbedaan umur lebih dari 12 tahun dengan lelaki itu. Bena...