Belum berganti hari ketika Zemira menerima telepon dari Nora. Gadis itu bahkan masih bersantai dengan niatan beristirahat di rumah barunya. Demi ketenangan, Zemira pada awalnya ingin abai. Namun, jemarinya malah menggeser icon hijau, lalu menempelkan layar di telinga.
"Apa yang sudah kau lakukan, Zemira?! Kau sengaja melakukan ini, hah?! Kau ingin mempermalukan Zafira!"
"Bu, apakah Ibu tidak bisa menghabiskan waktu sehari saja untuk merenungi apa yang telah Ibu lakukan? Ibu yang mendukung sikap buruk Zafiralah yang menjadi alasan mengapa kejadian buruk hari ini terjadi." Begitu tenang, Zemira menjawab ucapan bernada tinggi dari Nora tadi.
"Aku tidak mau tahu, Zemira! Kau pulang ke rumah! Persetan dengan pekerjaanmu dan sejenisnya! Aku ingin kau muncul di rumah jika kau memang masih punya akal sehat!"
Zemira diam sesaat, dengan bibir menipis serta mata yang bergerak seolah menimbang permintaan Nora. Tidak buruk juga. Sebab Zemira ingin mempertegas sikapnya sekarang ini.
"Baik, Bu. Aku akan segera menyusul kalian," kata Zemira. "Sampai jumpa di rumah."
"Kau semakin kurang ajar, Zemira!"
"Sejak kapan 'sampai jumpa' menjadi terdengar kurang ajar, Bu? Aku penuh penghormatan berbicara denganmu sekarang." Zemira bangkit dari posisi duduknya, mengambil tas dari meja, serta mengumpulkan semua lembaran foto yang terhambur di meja untuk dimasukkan ke dalam amplop cokelat. Beberapa foto tergeletak di lantai, dan Zemira memungut untuk menatapnya lamat. "Bukankah lebih penting bagi Ibu untuk mempermasalahkan sikap murahan Zafira dibandingkan kalimat kurang ajarku? Zafira yang murahan ... sangat jelas kekurangan ajaran baik darimu."
"Kau ... sial-"
Sambungan telepon dimatikan oleh Zemira. Ia tidak butuh mendengar makian lagi sekarang. Akan lebih baik jika mereka berhadapan langsung, sehingga Zemira bisa menunjukkan bahwa dirinya bukanlah yang dulu.
Berdiri dari posisi berlutut, Zemira memasukkan amplop ke dalam tas. Ia naik ke lantai dua untuk memastikan semua jendela terkunci, lalu turun lagi di lantai dasar. Kunci pintu utama sudah berada di tempatnya, sehingga Zemira tidak perlu pusing mencari. Melangkah sembari mengusap bawah mata dari jejak air mata yang sudah mengering, Zemira tersenyum penuh kemenangan.
Menghubungi taksi langganannya untuk memastikan posisi, Zemira bergegas menyelesaikan semua urusannya hari ini.
Zemira baru saja mencapai ruang tengah ketika ia disambut dingin oleh Nora yang melipat tangan depan dada penuh intimidasi. Jika dahulu Zemira akan menunduk penuh penyesalan sembari meringis penuh ketakutan, dan mengucap maaf berulang kali-maka sekarang gadis itu berani menatap langsung mata Nora. Bukan dengan maksud menantang, hanya untuk menyamakan status. Ia bukan lagi gadis tertindas di sini. Zemira sudah menemukan cara untuk memerdekakan dirinya sendiri.
"Wah, Zemira. Kau sepertinya sudah sangat berani terhadap kami sekarang. Kau kacang lupa kulit! Apa kau lupa bahwa aku memungutmu dari panti asuhan? Aku me-mu-ngutmu! Jika bukan atas kebaikan hatiku, kau pasti tidak akan sesukses ini, dan tidak akan mengenal Atlas!" ucap Nora dengan nada tinggi hingga urat-urat lehernya terlihat jelas menonjol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rare Cinderella
Lãng mạn15+ | ROMANSA || SEDANG BERLANGSUNG Di mata kedua orang tuanya, Zemira hanyalah mesin penghasil uang. Kehidupannya selama ini adalah neraka yang tak pernah berhenti membakar Zemira. Gadis itu berdoa agar seorang pangeran mau menyelamatkannya. Lalu...