"Maaf ya, Ibu tidak bisa datang." Kushina meraih tangan lentik wanita muda yang duduk di sampingnya.
Hinata tersenyum tulus, tangan kirinya merangkul sebuah buket lavender besar, sedangkan tangan kanan balas menggenggam tangan Bibi Kushina, namun dia lebih senang memanggil wanita itu dengan sebutan Ibu. "Tidak apa-apa, Bu. Pasti sulit untuk mendapatkan penerbangan ke sana di akhir tahun seperti ini."
"Iya, semua orang berpergian ke luar negeri." Kushina mengeluh setelah itu. Kemudian dia mengamati wajah cantik wanita muda di sampingnya. "di pameranmu yang selanjutnya, Ibu janji akan datang ya."
"Terima kasih ya, Bu." Hinata berujar lembut.
"Naruto juga akan datang bersama Ibu." Kushina ikut menjanjikan kehadiran anak itu. Meski dia tidak tahu apa lagi alasan yang akan dilontarkannya.
Naruto meletakan dua piring steak di atas meja untuk dua wanita berpaut usia puluhan tahun tersebut. "Jangan janjikan yang tidak-tidak, aku banyak pekerjaan di kantor tahun depan."
Hinata diam-diam menghapus senyum dari wajahnya kala mendengar ucapan pria itu yang seolah langsung menolak untuk datang ke pameran berikutnya.
"Kau selalu sibuk, seolah kau adalah Hakim paling terkenal di pengadilan." Kushina menatap putranya dengan mata menyipit.
"Aku akan segera naik ke kantor pusat." Naruto menyesap air dingin di gelasnya, sambil diam-diam melirik ke arah Hinata, seolah menunggu reaksi wanita itu.
Hinata tersenyum tipis dan menatap pria itu dengan kekaguman yang tersirat "selamat atas kesuksesanmu." Ujarnya dengan tulus.
Naruto hanya mengangguk sekilas sambil mengamati wajah wanita itu. Hinata selalu mampu membuatnya terkesima meski hanya memandanginya.
Benaknya tak pernah berubah, Hinata adalah wanita paling cantik yang pernah ia temui, bagi Naruto begitu.
Kushina lalu mengambil alih bunga yang Naruto berikan untuk Hinata dan meletakannya di kursi. "Ayo mulai makan malamnya."
Ketiganya lalu memasang serbet di atas pangkuan dan bersiap untuk menyantap makan malam spesial untuk menyambut kepulangan Hinata dari Swiss kemarin malam.
Wanita muda bersurai indigo itu adalah seorang pelukis berbakat yang memiliki segudang prestasi. Dia bahkan terus saja menggelar pameran dan lelang lukisan di negara-negara Asia dan Eropa. Namanya cukup dikenal di kalangan seniman dengan aliran realisme.
Makan malam spesial itu berlangsung hangat dan menyenangkan. Hinata selalu merasa senang tiap kali dia pulang dari luar negeri dan selalu disambut pulang meski bukan di rumahnya sendiri.
Hal ini selalu membuatnya merasa memiliki keluarga lagi.
...
"Biar Naruto yang membawanya, ini berat sekali." Kushina memberikan sebuah bingkai lukisan besar yang otentik dengan ukiran rumit di tiap sisinya. Dia mendapati bingkai raksasa itu dari perjalanannya ke Kyoto dua minggu lalu dan begitu melihatnya, dia teringat dengan Hinata, kemudian membelinya sebagai hadiah.
Naruto membawa kotak berukuran besar itu dengan sangat hati-hati dengan Hinata yang juga berjalan di sampingnya menuju mansion besar di seberang jalan, itu kediaman keluarga Hyuuga yang tepat bersebrangan dengan kediaman keluarga Uzumaki.
"Hati-hatilah." Hinata membuka pagar pintu rumahnya dan mempersilakan Naruto masuk lebih dulu selepas ia membukakan kunci di pintu utama.
Yang Naruto dapati begitu dia melangkah masuk di mansion besar itu adalah kegelapan dan kesunyian.
KAMU SEDANG MEMBACA
If It's Our Fault
FanfictionJika hanya untuk saling mengisi kekosongan, bukankah itu tak bisa disebut cinta? #Naruhina