Hinata berdiri di sisi Selatan ranjang, menatap suaminya yang nampak sangat kacau. Ini jam sembilan pagi, pria itu masih tertidur lengkap dengan kemeja kerjanya yang kusut dan surai berantakan.
Wanita itu melangkah ke sudut kamar dan menyibak tirai jendela. Ini akhir pekan jadi pria itu bisa beristirahat lebih lama.
Naruto mengerutkan kening dengan kelopak mata yang bergerak tidak nyaman saat cahaya silau membayangi wajahnya hingga perlahan-lahan kesadaran membawanya membuka mata.
Kepala Naruto terasa pening, ini rasa pengar yang khas setelah mabuk berat. Sepertinya semalam dirinya agak berlebihan untuk minum.
"Hinata.." Pria itu meraba sisi ranjang dengan mata masih separuh terpejam.
"Aku di sini." Hinata berucap tanpa menoleh, dia sedang menatap ke arah luar jendela. Meski sedang memunggungi, dia yakin pria itu sedang mengumpulkan kesadarannya di atas ranjang.
Naruto menoleh ke arah kiri dan mendapati istrinya berdiri di depan jendela. "Kenapa kau di sana?"
"Mabukmu belum hilang?" Tanya Hinata seraya memutar tubuhnya untuk menatap suaminya.
Naruto mengerutkan kening dan beranjak duduk di tepi ranjang kala mendapati istrinya dengan raut tak biasa. "Jangan salah paham, aku tidak terlalu mabuk."
Hinata menatap Naruto dari ujung kaki hingga kepala. Bagaimana bisa pria itu menyebut dirinya tidak terlalu mabuk saat semalaman ini dia mengenakan kemeja kerjanya dan membuat ranjang mereka dipenuhi bau alkohol sekarang. "Minum di mana semalam?"
Naruto mengalihkan pandangan seraya melepaskan satu kancing kemeja di dadanya sekedar untuk menghilangkan kecanggungan.
"Ibu memberitahuku bahwa Paman Nagato tidak kembali ke Jepang tahun ini karena baru membuka bisnis di Paris. Jadi dengan siapa semalam kau minum?" Hinata bertanya ke intinya.
Naruto memijat pelipisnya yang terasa pening setelah diserang dengan pertanyaan itu. "Maaf aku tak bermaksud berbohong."
"Kau pergi ke club, aku tahu." Hinata bukan berdiri di sana untuk menghakimi suaminya, dia hanya ingin mendapati kejujuran.
Naruto tidak tahu dari mana istrinya mendengar hal ini namun dirinya tidak bisa mengelak. "Aku pergi bersama Sasuke dan Shikamaru, maaf tak memberitahumu."
"Untuk bersenang-senang?" Hinata bertanya lagi, namun kali ini dengan raut yang sulit diartikan.
Naruto menatap istrinya kali ini dan berucap serius. "Jangan salah paham, kami hanya minum."
"Kau bosan di rumah? Lebih menyenangkan pergi ke club?" Hinata ingin tahu semendesak apa keinginan pria itu untuk bersenang-senang hingga berbohong padanya.
"Hinata, aku minta maaf." Naruto tak ingin mendebat istrinya lebih dari ini. "Kita sudahi perdebatan ini, aku tidak akan pergi ke club lagi."
Keheningan terjadi setelah itu, Hinata tak melontarkan apapun saat suaminya minta berhenti, kemudian dirinya pergi keluar kamar meninggalkan suaminya yang masih duduk di tepi ranjang sambil memijat pelipisnya sendiri.
...
Naruto membawa segelas susu hangat ke studio istrinya. Wanita itu seharian ini ada di sana, Naruto pikir sedang melukis, namun ternyata wanita itu sedang duduk di sofa sandar sambil mengusap perutnya. Entah sejak kapan wanita itu termenung di sana.
Hinata tak terkejut saat pria itu melangkah masuk, justru dirinya sedang menunggu diberikan penjelasan karena pagi tadi pria itu menolak perdebatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
If It's Our Fault
FanfictionJika hanya untuk saling mengisi kekosongan, bukankah itu tak bisa disebut cinta? #Naruhina