Naruto memasang kembali tali simpul di gaun tidur istrinya yang sempat dia lucuti. "Duduklah, aku akan memijat kakimu."
Hinata menggeleng "tidak perlu, terima kasih."
"Baiklah." Naruto membantu wanita itu naik ke atas ranjang selepas membersihkan diri.
"Kau baik-baik saja?" Naruto menarik selimut dan berbaring di samping wanita itu.
Hinata mengangguk. "Tapi rasanya sesak." Bisiknya dengan suara pelan.
"Dia akan segera lahir, mungkin dia tidak senang aku menghampirinya." Naruto mengusap perut Hinata.
Hinata menggeleng. "Tidak mungkin begitu."
Naruto membelai helaian indigo Hinata dengan amat lembut. "Rasanya masih terlalu cepat untuk aku bisa berbaring berdua denganmu di atas ranjang dan memelukmu sepanjang malam tanpa interupsi."
"Kau takut Boruto akan mengganggumu?" Hinata bertanya pada pria itu.
"Dia tidak menggangguku, tapi dia akan merebutmu dariku." Naruto menarik sudut bibirnya.
"Kau cemburu pada putramu bahkan saat dia belum lahir." Hinata terkekeh sambil memukul pelan bahu suaminya.
Naruto menyapu bibir Hinata sekali lagi sebelum mereka benar-benar tertidur dan beristirahat.
"Naruto, berjanjilah padaku." Hinata menyentuh sisi kiri wajah pria itu dan berbisik. "Jangan pergi seperti tou-sama dan juga ibu."
Naruto menatap amethyst istrinya kali ini. Tak seperti perdebatan mereka yang sudah-sudah, malam ini wanita itu memintanya dengan kesungguhan, pancaran mata amethystnya nampak berbeda. "Aku tidak akan meninggalkanmu dan Boruto."
"Berhentilah mengucapkan hal mengerikan soal perpisahan, aku takut." Hinata sebetulnya selalu terngiang dengan ucapan Naruto kemarin bahwa mungkin tak banyak waktu bagi mereka berdua untuk bisa bersama.
"Soal kemarin?" Naruto menatap mata istrinya yang berkaca-kaca seolah akan menangis. "Aku benar-benar minta maaf."
"Aku masih ingat rasanya berbaring di sini seorang diri tepat setelah kembali dari pemakaman tou-sama dan juga ibu." Hinata tidak ingin merasakan hal seperti itu lagi dalam hidupnya. "Malam itu aku ingin menjatuhkan diri dari lantai dua, tapi aku tidak melakukannya, kau tau apa yang menyelamatkanku?"
Naruto ikut merasa sesak kala mendengar Hinata mengucapkan soal masa lalu. "Apa?"
"Aku melihatmu ada di balkon kediamanmu dan menatapku penuh kekhawatiran." Hinata ingat malam mengerikan itu, namun dirinya telah terselamatkan. "Jadi aku, tak melakukannya."
Naruto ingat soal malam itu, dia mendapati Hinata menangis semalaman di balkon kamarnya. Dia lalu membelai belakang kepala Hinata. "Jangan pernah berpikiran begitu lagi."
"Terima kasih sudah menyelamatkanku sembilan tahun lalu." Ucap Hinata dengan tulus. Hal yang tak pernah sempat dia sampaikan pada Naruto selama bertahun-tahun.
...
Kau mendekam di penjara selama hampir sepuluh tahun, kau benar membunuh mereka hm?" Shikamaru bertanya pada seorang pria bertubuh besar yang duduk di ruang besuk penjara.
KAMU SEDANG MEMBACA
If It's Our Fault
FanfictionJika hanya untuk saling mengisi kekosongan, bukankah itu tak bisa disebut cinta? #Naruhina