Hinata membuka pintu apartment milik suaminya. Dia datang ke sini untuk mencaritahu sebenarnya apa yang pria itu ingin tutupi darinya.
Wanita cantik itu mengerutkan kening karena saat melangkah masuk, dia mendapati kekacauan yang belum lama ini dia dapati di sana sudah tidak ada lagi.
Ruang tengah apartment sudah kembali rapi dan bersih, kerusakan di plafon sudah diperbaiki, dinding dicat ulang dengan warna yang sama, sofa besar telah diganti dengan yang baru, dan foto pernikahan mereka yang sempat pecah telah kembali terpajang di dinding seperti sebelumnya.
"Naruto, sebenarnya apa yang kau ingin tutupi dariku." Hinata bergumam, pria itu mengatakan padanya bahwa apartment ini belum diperbaiki dan masih dalam keadaan kacau, tapi nyatanya tidak begitu.
Wanita itu mengamati sekeliling, dia meletakan tas tangannya di atas meja makan dan memeriksa kamar tidur serta ruang lainnya.
Langkahnya terhenti kala berdiri di depan ruang kerja milik suaminya. Pria itu selalu melarangnya untuk masuk ke sana dan mengunci pintu ini. Namun hari ini Hinata ingin mencaritahu soal sesuatu.
Pintu kayu bercat putih itu terbuka saat kenopnya ditekan. Hinata terkejut karena pintu itu tidak terkunci seperti biasanya.
Wanita hamil itu melangkah masuk ke dalam ruang kerja suaminya dan menatap sekeliling. Ada meja kerja di tengah ruangan lengkap dengan kursi besar yang nampak nyaman, sebuah komputer, lemari buku, board kaca besar dan lampu di sudut ruangan.
Hinata melangkah menuju meja kerja di tengah ruangan. Pria itu mengatakan padanya bahwa di meja itu banyak foto korban yang mengerikan maka dirinya tidak diperbolehkan melihat namun entah kenapa sesuatu menariknya untuk ke sana.
Wanita itu terkesiap saat mendapati satu file yang sangat tebal dengan binder tembus pandang di atas meja, di bagian depannya ada beberapa lembar foto tempat dimana ayah dan ibunya meninggal dunia. Mobil dan jalan itu, Hinata benci melihatnya lagi.
Tak ada sepatah katapun terucap dari bibir Hinata pada saat itu.
Hinata melangkah ke sebuah board kaca besar yang diletakan menghadap dinding di sudut ruang kerja itu.
Dengan perasaan yang meneriaki firasat buruk, Hinata membalikan board kaca itu dan mendapati sebuah skema mengerikan soal kasus kematian mendiang ayah dan ibunya.
Potongan koran, kronologis kecelakaan, beberapa nama tersangka, serta tali merah yang menyatukan rentetan mengerikan itu pada satu kesimpulan yang membuat Hinata sangat terkejut. "Pembunuhan berencana?"
Air mata menggenangi pelupuk mata Hinata, perasaannya berkecamuk melihat semua itu. Jadi ini yang sebenarnya Naruto ingin tutupi darinya?
Apa pria itu mencoba menggali kasus mendiang ayahnya kembali?
Pertanyaan itu langsung terjawab saat Hinata kembali ke meja kerja dan mendapati sebuah surat dengan amplop terbuka di atasnya.
Itu adalah surat persetujuan atas pengajuan pembukaan kasus kecelakaan ayah dan ibunya sembilan tahun lalu.
...
Naruto menatap istrinya yang duduk di depan meja rias, entah apa yang mengganggu pikiran wanita itu hingga duduk di sana lebih lama dari biasanya. "Hinata."
Sejak dirinya kembali ke rumah sore tadi, wanita itu mengabaikannya, tak mau bicara, melewatkan makan malam dan semua itu membuatnya kebingungan.
Hinata memejamkan mata sesaat sebelum mulai bicara. "Apartment sudah diperbaiki, kenapa berbohong?"
Naruto mengalihkan pandangan "kau pergi ke sana hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
If It's Our Fault
FanfictionJika hanya untuk saling mengisi kekosongan, bukankah itu tak bisa disebut cinta? #Naruhina