"Yang memerintahkannya adalah pria bernama Danzo." Pengacara itu memberikan laporan pada kliennya. "Dia menjabat sebagai Hakim Agung, suamimu pasti mengenalnya."
"Danzo?" Hinata terkejut sekali mendengarnya. Tentu saja dirinya juga mengenal Danzo, dia adalah rival ayahnya sejak masih menjabat di Hokkaido, kemudian menangani kasus kecelakaan ayahnya dan menggantikan posisi ayahnya sebagai Hakim Agung.
Meski begitu, sampai saat ini tak pernah ada masalah di antara mereka bahkan Danzo beberapa kali membeli lukisannya di pelelangan. Yang Hinata tahu Danzo memang menyukai lukisan.
Hinata tak pernah berpikir buruk selama ini karena dirinya tak begitu memahami permasalahan internal yang mungkin saja terjadi setelah kecelakaan yang menimpa ayah dan ibunya.
"Kau mengenalnya juga Nyonya?" Pengacara itu mendapati raut yang tak biasa dari kliennya.
"Dia beberapa kali membeli lukisanku di pelelangan." Hinata mengangguk "suamiku sepertinya memang tak terlalu menyukainya. Dia sering mengeluh soal atasannya yang mengesalkan, namun semua sebatas itu saja." Tak dia sangka pria tua itu sampai ingin mencelakai suaminya.
"Apa ada masalah lain di antara mereka?" Pengacara itu menerka-nerka.
"Aku pun tidak tahu, apa mereka bersaing di kantor?" Hinata bergumam lagi.
Pengacara itu menggeleng "rasanya tidak mungkin karena persaingan. Jabatan Danzo lebih tinggi dari suamimu, dia harusnya tak merasa terancam hingga melakukan percobaan pembunuhan."
"Musuhnya bukan suamiku." Hinata berpikir mencari cela dimana dia bisa memahami semua ini. "Tapi ayahku."
Pengacara itu terkesiap dan menjentikan jarinya. "Apa karena suamimu membuka kasus ayahmu lagi?" Ucapnya penuh keyakinan.
Hinata menoleh ke arah pengacaranya dan mengangguk. "semua jadi masuk akal sekarang."
"Kau ingin menyeretnya ke penjara?" Pengacara itu bertanya serius.
"Apa suamiku akan baik-baik saja?" Hinata bergumam pelan, dirinya takut jika pria itu semakin merasa tidak nyaman di kantor jika masalah ini sampai diteruskan ke pengadilan.
"Tanyakan padanya." Pengacara itu mengangguk pasti. "Kenapa harus melindunginya secara diam-diam? Kita bisa membantunya mengusut kasus ayahmu lagi."
Hinata menggeleng "aku tidak mau dia berpikir bahwa aku mendukungnya. Dia akan sangat gegabah nantinya, biar dia terus merasa khawatir seperti ini dan tetap berhati-hati."
Pengacara itu lalu menyesap kopi di cangkirnya, dia mengerti sepenuhnya soal alasan itu.
"Lagipula dia akan sangat marah jika tahu aku melakukan ini semua." Hinata yakin Naruto tidak akan senang. Saat pria itu menggunakan kebenaran untuk mencapai tujuannya, Hinata di sini menggunakan uangnya untuk memudahkan segalanya.
Ya, Hinata membayar dua kali lipat untuk bisa membuat dua orang suruhan Danzo buka suara. Dirinya juga membayar Ko untuk menjaga suaminya.
Sejak kematian tou-sama dan juga Ibu, Hinata menyadari betapa lemahnya seseorang tanpa banyak uang. Dirinya tahu kasus ayahnya berakhir seperti itu karena musuh-musuh ayahnya membayar untuk memuluskan persidangan.
Mulai saat itu Hinata mencari cara untuk menduduki posisi yang sama, di mana semua hal akan berjalan mudah dengan uang yang dia miliki. Dirinya bekerja siang dan malam, membangun relasi, melukis tiap saat, belajar berinvestasi, dan membeli saham untuk bisa jadi seperti sekarang.
Meski sebetulnya dirinya menyembunyikan semua uangnya rapat-rapat dan membiarkan dirinya tetap memiliki image sebagai seorang pelukis, bukan seorang investor atau wanita karir. Tak ada yang tahu, bahkan Naruto sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
If It's Our Fault
FanficJika hanya untuk saling mengisi kekosongan, bukankah itu tak bisa disebut cinta? #Naruhina