92. Bab 31-Bagian 1: Drama, Cheers, dan Faktanya

63 58 43
                                    

***

DILARANG KERAS MELAKUKAN SEGALA BENTUK TINDAKAN PLAGIARISME KARYA DARI PENULIS SEPERTI MENYALIN/MENJIPLAK, MENGUBAH, MENGEDIT, DAN LAIN-LAIN.

CERITA INI SUDAH MENDAPATKAN SERTIFIKAT HAK CIPTA DAN SUDAH DILINDUNGI SESUAI KETENTUAN PERATURAN PER-UNDANG-UNDANGAN. 

***

"SUMPAH, ELO BIKIN GUE IRI!" Seru Vivien melalui video call. Suaranya lantang dan ada nada tidak terima dari kalimatnya itu.

"Apaan sih? Salah lagi nih gue?" Cindy menyahut sambil menggaruk-garuk belakang telinga kanannya. Keringatnya bercucuran membasahi wajahnya, ia pun menyekanya dengan handuk putih kecil yang ia lingkari di lehernya. Saat ini, jam menunjukkan pukul 16.32 sore, dan Cindy kini sedang berjalan pada koridor luar dari ruangan latihan. Ia menyeka keringatnya dengan handuk.

"Lo bisa main bareng Ardian, Athan, Alby, Elang, Daniel? Lo main sama anak-anak yang paling hitz di sekolah kita tau! Anak-anak yang paling berpengaruh! Kesel gue.....Kesellll!!"

Cindy tertawa. "Lu tau gak, mereka baik banget loh." Ucap Cindy.

"Ihhhhhh....." Respon Vivien sambil mengigit sarung bantal gulingnya. "Seandainya gue bisa kesana ya, jalan-jalan. Jenguk Lo juga." Kata Vivien penuh harap.

Cindy lalu duduk di tepi koridor dan menyandarkan dirinya pada tembok. Nafasnya terengah-engah, suhu badannya juga masih panas. Sinar matahari sore menembus dinding kaca yang tebal, tempatnya ia berada sekarang. Sinar tersebut dengan lembut menyinari Cindy dan memperlihatkan iris mata Cindy yang berwarna cokelat gelap. "Jadi gimana dramanya Vi? Ada progress?"

"Drama tadi ada sedikit perbaikan sama improvisasi. Besok Lo bisa datang latihan ke sekolah?" Tanyanya. Ada jeda sejenak pada pertanyaannya itu. "Ya kalo Lo bisa." Katanya lagi dengan nada yang tidak meyakinkan.

Cindy berpikir sejenak dan menghembuskan nafasnya dengan berat. "Gue kangen keluar dari sini." Respon Cindy yang tidak menjawab pertanyaan dari Vivien.

"Cind? Lo baik-baik aja kah?" Kata Vivien khawatir. "Elo....keliatan lebih kurus."

Cindy tersenyum. "Gue capek." Balasnya.

Vivien terdiam sejenak mengamati temannya itu, tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Melihat Vivien yang tampak khawatir pada dirinya, Cindy kemudian tersenyum lagi dan tertawa. "Gue capek doang, gak kenapa-kenapa. Asli, pengen liburan, pengen makan banyak, pengen makanan berlemak, Indomie, kulit ayam McD, bakso,..., pasti enak banget dimakan sebelum jam tidur." Celoteh Cindy dan kemudian menghembuskan nafas panjang lagi. Ia sadar apa yang dikatakannya saat ini, hanya sebatas mimpi di langit yang tidak bisa ia raih.

"Tenang, tenang. Gue kirimin Lo makanan ya kesana." Katanya.

"Thanks Vi. Tapi sayangnya ga boleh." Kata Cindy.

"Lha, tapi Lo bisa makan sama anak-anak basket karena mereka pesenin Lo pake ojek online?"

"Iya, aku bisa sama mereka karena mereka punya kenalan disini. Dan kebetulan cuma hari itu doang gue ketemu mereka waktu acara bebas. Hari-hari selanjutnya, kita udah nggak ada ketemu lagi. Latihan semakin intensif, dan kita harus fokus buat menang." Jelasnya.

"Ya ampun, semangat ya kalian buat menangin sekolah kita. Cup cup cup..." Ucap Vivien memberi dukungan dengan ekspresi sedih melihat Cindy yang tampak kelelahan dan lebih kurus.

"Siap bosque." Balas Cindy sambil berpose hormat. Setelah itu ia tertawa akan tingkahnya sendiri. Meskipun tertawa, wajah Cindy terlihat layu. Vivien pun memerhatikan temannya itu.

"Udah gih, istirahat dulu." Jawab Vivien.

***

Para senior cheers yakni Nadia, Miki dan Dona berkumpul di kamarnya usai latihan. Padahal, jam latihan memang harus sudah dilanjutkan karena waktu masih sore, dan jarak waktu menjelang jam makan malam bersama juga masih terbilang cukup lama. Saat ini mereka mengambil waktu istirahat lebih lama dari yang biasanya, yaitu satu jam.

Dan seperti inilah situasi beberapa saat yang lalu.

Miki saat itu membuka suara setelah selesai delapan kali latihan, "Temen-temen semuanya, kita istirahat kira-kira satu sampai satu setengah jam ya. Kami sebagai pengurus meminta permaklumannya karena ada hal yang harus kami diskusikan secara internal. Selama jam tersebut, kalian bisa pakai waktu istirahat kalian buat latihan mandiri, kuasain gerakan-gerakan yang menurut kalian pribadi memang perlu dipermulus. And the most important, jangan ada yang kembali ke kamar masing-masing." Kata Miki memberikan instruksi dan menekankan kalimat di bagian akhir. "Gue tunjuk Farrah yang koordinir dibantu Angel. Siap ya." Lanjut Miki lagi.

Farrah dan Angel mengangguk serta menyanggupi tugas yang diberikan senior kepada mereka. Semua junior (anggota) cheers tidak ada yang bertanya-tanya mengapa para senior cheers mengambil waktu istirahat selama itu. Lagipula, latihan yang sudah mereka jalankan selama satu minggu, menginjak satu minggu satu hari memang sudah benar-benar seperti di neraka. Tiga hari pertama latihan, mereka masih bisa asik diberikan kelonggaran dengan melihat latihan para tim basket. Selain itu, mereka masih bisa bermain ke kamar teman-teman yang berbeda ruangan, berkeliling gedung asrama dan merekamnya ke sosial media, bahkan mereka pun masih bisa bergosip.

Tapi, menginjak hari keempat, semua anggota cheers ditekan oleh para senior agar lebih professional. Latihan pemanasan dengan berlari, stretching, yoga atur pola makan, punishment bagi mereka yang melanggar seperti tidak mencapai target latihan serta gerakan yang benar, dll. Latihan-latihan seperti itu memang sangat menguras tenaga fisik, konsentrasi, ingatan, kerja sama tim, dan bagaimana kekompakan gerakan mereka diuji satu sama lain saat diiringi irama musik yang berbeda-beda. Sebenarnya, waktu yang diperlukan untuk menguasai itu semua normalnya adalah satu bulan, mereka ringkas menjadi dua minggu!

Bahkan harus bisa dari dua minggu kurang!

Nadia duduk di lantai kamar dan memeluk lututnya sambil menggigit-gigit kukunya. Ia menyandarkan badannya pada bagian samping kasurnya. Dona mondar-mandir di depan Nadia sambil terus memegang dagunya dan berpikir. Miki, berjalan ke arah jendela pintu balkon yang ditutup tirai. Ia membuka tirai pintu kaca itu sehingga ia bisa melihat pemandangan kolam renang yang tenang di sore hari. Baik Nadia, Miki dan Dona, mereka sama-sama merasa frustasi atas apa yang sedang mereka hadapi saat ini. Bagaimana tidak, semua anggota cheers rekrutan tahun ini rata-rata adalah pemula yang naif. Sebagai senior; Nadia, Miki dan Dona bertaruh, menaruh kepercayaan besar kepada semua anggota cheers agar semuanya bisa ahli dalam dua minggu! Dua minggu untuk lomba membawa nama sekolah menghadapi saingan bebuyutan! Kalau mereka kalah, mau ditaruh dimana wajah mereka?

Kamar mereka adalah kamar khusus yang terletak di ujung gedung, kamar yang memiliki kolam renang pribadi. Letaknya lebih nyaman dan privat, ruangan yang pas untuk bersantai melepaskan penat dan latihan selama seharian. Mereka bisa berenang dengan memesan floating food di kolam renang jika ingin memesan servis pribadi di luar tanggungan sekolah. Namun, dalam kondisi saat ini, mana bisa bersantai seperti itu! Mereka bertiga harus mencari cara bagaimana menutupi kekurangan-kekurangan para anggota cheers dalam lima hari.

"Kalian berdua ada ide?" Tanya Nadia memecah rasa hening karena frustasi. Ia kemudian merubah posisi duduknya dengan menelantangkan kedua kakinya.

"Kita pasti bisa ngelaluiin ini Nad." Balas Miki yang masih berdiri menatap keluar ruangan. 

***

To be Continued...

AKULAH DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang