Bab 10. Kejutan di Tengah Hutan

38 6 0
                                    

Kakiku melangkah gontai ke arah ruang tamu tempat di mana Adam tengah menungguku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kakiku melangkah gontai ke arah ruang tamu tempat di mana Adam tengah menungguku. Aku tidak ditemani Mas Wira sebagaimana yang ada dalam mimpiku. Perlahan, aku dapat melihat pundak Adam yang tegap tengah membelakangiku. Ia membalikkan tubuhnya saat menyadari keberadaanku.

Aku disambut dengan senyuman manis seperti pertama kali ia mengutarakan perasaannya. Bagai magnet yang begitu kuat, aku pun ikut tersenyum. Ada rasa lega saat merasakan kehadirannya di hadapanku. Pria itu lantas menghampiriku dan memelukku secara tiba-tiba.

Tubuh itu terasa hangat dan nyaman. Aku bahkan dapat mencium detail wangi yang bersumber dari Adam. Wangi harum itu seakan menghipnotis sistem kerja otakku untuk segera membalas pelukannya. Tanpa ragu, aku pun melingkarkan kedua tanganku di tubuh milik Adam.

"Kamu baik-baik aja, kan? Seperti déjà vu, pertanyaan itulah yang keluar dari mulut Adam saat di dalam mimpiku. Akan tetapi, suasananya kali ini sangat berbeda.

"Aku ... baik," jawabku dengan suara terputus. Hal itu disebabkan oleh pelukan Adam yang begitu erat sehingga menyulitkanku untuk sekadar bernapas. "Dam, nggak bisa napas."

Adam melepas pelukannya cepat. "Maaf ... maaf ... soalnya aku kangen banget sama kamu."

Aku tersenyum menanggapinya. Entah kenapa di mataku Adam sangatlah lucu.

"Duduk, Dam." Aku mempersilakan dirinya untuk duduk. Setelah beberapa hari aku tidak berjumpa dengan Adam, rasa rindu sangat kuat mengganggu, padahal aku sendiri yang memutuskan untuk menghindar darinya.

"Kamu ke mana aja, sih, kok, nggak ke kampus?"

Pertanyaan itu sontak membuatku terdiam. Bukannya aku tidak ke kampus, hanya saja aku yang sengaja menghindar untuk bertemu denganmu saat mata kuliah selesai.

"Aku lagi sibuk akhir-akhir ini," elakku. Semoga dengan jawabanku ini, Adam bisa langsung mempercayai ucapanku.

"Setidaknya balas pesanku, Reth," ucap Adam dengan nada yang kudengar seperti sedang ... merajuk?

Aku pun tertawa setelah mendengar rajukan Adam. Pertama kali dalam hidupku, Adam melakukan itu.

"Maaf ... maaf ... aku benaran nggak sempat, Dam. Sebagai gantinya, gimana kalau kita ... jalan?"

Ide bodoh. Pertanyaan itu aku lontarkan tanpa pikir-pikir terlebih dahulu. Sekuat tenaga aku menahan diri untuk tidak bertemu dengan Adam karena aku membutuhkan waktu sendiri, tetapi dengan mudahnya aku mengajak pria itu untuk jalan.

Aku tidak bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri. Aku menyesal dan menyesal. Aku berharap bahwa Adam tidak mendengar ajakanku itu.

Akan tetapi, sepertinya aku salah. Adam dapat mendengar jelas ajakanku itu.

"Dengan senang hati. Kebetulan aku ke sini juga mau mengajak kamu jalan-jalan."

Aku pertegas di sini, Aretha memang sangatlah bodoh.

Menjadi Dia (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang