Bab 08. Sebuah Kenyataan

45 5 0
                                    

Vote sebelum membaca, comment sesudah membaca.

Happy reading!🤍

Aku percaya bahwa rasa sakit tercipta dari bongkahan harapan yang selama ini mendoktrin pikiranku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku percaya bahwa rasa sakit tercipta dari bongkahan harapan yang selama ini mendoktrin pikiranku. Aku selalu meyakinkan diriku sendiri bahwa harapan akan selalu menjadi kenyataan dan berbuah indah. Akan tetapi, yang aku rasakan saat ini nyatanya berbeda. Harapan itu hanyalah sebuah lembaran kertas kosong yang tidak sengaja terbawa angin kencang sehingga tidak tahu ke mana kertas itu akan berhenti.

Harapan yang kubuat sendiri, kini terbang bersama dengan perasaanku yang mendadak merasa kosong.

Pernyataan yang dilontarkan Deri tentu belum sepenuhnya bisa aku cerna. Ada bagian otakku yang masih blank dan mendadak tidak fokus dengan keadaan sekitar. Berusaha optimis dengan harapan yang selalu menguatkan hati, saat ini nyatanya aku masih mendoktrin pikiranku bahwa apa yang aku dengar belum dapat dipastikan kebenarannya.

"Menurut lo kenapa Adam menjadikan gue pacar, di saat dia udah bertunangan dengan orang lain? Menurut lo kenapa, Der?" Aku mulai menaikkan suaraku. Tidak peduli dengan keterkejutan pramusaji yang baru saja mengantarkan minuman ke meja tempat aku dan Deri berada.

Deri terdiam sembari menatapku dengan tatapan iba. Entah kenapa aku merasa kesal dengan tatapan Deri yang seperti itu.

"Tatapan lo ini bikin gue merasa menjadi orang termenyedihkan di dunia. Gue cuma butuh jawaban lo daripada tatapan lo yang kayak gitu," ucapku sembari tersenyum sinis.

"Karena dia kesepian. Adam kesepian sejak adik gue terbaring koma satu tahun lalu."

"Kesepian?"

Deri mengangguk.

"Ceritain!"

"Gue nggak berhak, Tha."

"Gue mau lo ceritain semuanya!"

"Nggak, Tha, kecuali lo bertanya."

"Der, please."

Aku memijit kepalaku yang sedikit pening. Kenyataan ini membuatku sedikit frustasi. Lebih malangnya lagi, aku mengetahui hal ini di usia hubunganku dengan Adam yang baru menginjak tiga hari. Semua begitu cepat berlalu.

"Adam terpukul saat mendengar Luna dinyatakan koma, apalagi Adam merasa kalau dia yang membuat Luna kayak gini."

"Memangnya kenapa Luna bisa koma?"

"Kecelakaan mobil. Adam juga ada dalam mobil saat itu, tapi sayangnya adik gue yang terluka sangat parah."

Aku menghela napas kasar.

"Terus kenapa lo khawatir sama gue?"

"Wajah lo mirip adik gue, Tha. Gue juga mengakui hal itu. Terus dengan sikap dan perangai lo yang gue perhatikan secara diam-diam selama kita sekelas, lo dan Luna punya kesamaan. Mungkin itu yang membuat Adam--"

Menjadi Dia (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang