Bab 16. Aku Hanya Sedang Berpura-pura

58 5 1
                                    

Kan, gue bilang juga apa? Jangan berharap sama Adam, njir!

Happy reading💚

Aku terbangun di sebuah ruangan yang terlihat asing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terbangun di sebuah ruangan yang terlihat asing. Aku melirik ke sekeliling, dan menemukan Mas Wira tengah menatapku dengan raut wajah kesal.

"Udah bangun?" tanyanya ketus. Aku pun tidak langsung menjawab pertanyaanya. Bagiku pertanyaannya terlalu klise. Logikanya begini, kalau aku belum bangun, apa bisa aku melihatnya tengah memandangku sengit seperti itu. "Untung Yasha buntutin lo."

"Yasha?" tanyaku lemah.

"Iya. Dia ngikutin lo diam-diam jalan sama si Adam berengsek itu. Coba aja kalau nggak ada dia, lo udah mati kali," kata Mas Wira tidak bersahabat.

"Wira, apaan, sih, kamu. Adikmu baru sadar juga udah diomelin aja," tegur ayahku pada Mas Wira.

"Aku nggak apa-apa, kok, Yah."

"Tapi itu wajah sama tubuh kamu banyak bintik merah, lho, Mbak. Lagian sudah tahu punya alergi, kenapa dipaksa makan udang, hm?" Aku mendengar nada khawatir dari lisan Ayah. Aku benar-benar menyesal karena melupakan alergiku itu.

"Lupa, Yah."

"Lupa atau nggak enak sama cowokmu itu?" Mas Wira kembali nyerocos. "Jangan begitu, dong, Tha. Jangan memaksakan diri kalau emang kamu nggak mampu. Sekarang lihat kamu kayak gini, dia di mana? Ada dia nemenin kamu? Ada dia nanyain kabar kamu? Dia aja nggak antar kamu ke rumah sakit. Malah main pergi aja!"

"Maaf, Mas," cicitku. Entah kenapa perasaan tidak enak melanda pikiranku secara tiba-tiba.

"Mas Ken sama Mas Tendra belum tahu, nih. Coba aja dia tahu, Mas yakin marah besar itu mereka," ucap Mas Wira berapi-api. Aku hanya mampu mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Mas Wira tanpa ingin membalasnya. Tubuhku juga terlalu lemah untuk melakukan itu semua.

"Aretha?"

Kami yang berada di ruangan serentak menoleh ke arah pintu. Mas Wira yang sedari berdiri di samping ranjangku, kini menghampiri pria itu.

"Kenapa cari adik gue?"

"Maaf, Mas, saya ada perlu sama Aretha. Mau ngomong empat mata aja."

"Enak banget lo kalau ngomong. Nggak! Adik gue lagi sakit, nanti aja." Mas Wira mendorong tubuh pria itu agar menjauh dari pintu.

"Deri?"

"Aretha!"

"Udah biarin, Mas." Ayah merangkul Mas Wira dan membawanya keluar dari ruangan tempatku dirawat.

Menjadi Dia (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang